Agus Hermawan, S.Ag
Mu’min adalah sebutan yang diberikan Allah swt. kepada orang yang beriman. Sebutan yang mulia ini mengandung konsekwensi berupa keyaki- nan, ketaatan dan kepatuhan kepada segala peraturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Bahkan ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh orang yang mengaku dirinya beriman, yaitu: pertama tashdiiqun bilqolbi (meyakini dalam hati), kedua takriirun billisaani (megucapkan deng- an lisan/ bersyahadat), dan ketiga ‘amalun bil arkaani (mengaplikasikan/me- ngamalkan dengan perbuatan). Namun adakalanya orang beriman hanya di bibir saja, sementara perbuatannya mencontoh perilaku orang-orang kafir, adapula yang sama dengan perbuatan binatang, bahkan lebih sesat lagi dari- pada binatang.
Tepatlah apa yang telah disabdakan Nabi, bahwasanya iman manusia itu kadang mengalami peningkatan atau dapat pula mengalami penurunan (yaziidu wa yanqushu). Dan Nabi bersabda pula adakalanya pagi hari orang itu masih beriman, namun sore harinya ia telah kafir, atau pada waktu sore hari ia masih beriman dan pagi harinya sudah kafir, na’uuzubillaah...Inilah potret mu’min yang merugi, karena kadar keimanannya tidak mampu men- jadi cahaya dalam hatinya yang menunjukkan kepada jalan kebenaran dan keselamatan, bahkan sebaliknya yang bersemayam dalam hatinya adalah api kegelapan“thogut” yang menyuruhnya berbuat kejahatan dan keburukan, sehingga tak bisa lagi membedakan mana yang halal dan mana yang haram.
Akan tetapi ada orang mu’min yang beruntung, merekalah yang meng aplikasikan keimanannya dalam amal perbuatan setiap hari, sehingga segala perilakunya berpedoman kepada kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits Nabi Muhammad saw. Bagaimanakah kriteria mu’min yang berun- tung tersebut ? Al-Quran Surat Al-Mu’minun (23) ayat 1-9 memberikan penjelasan kepada kita, bahwa ada enam buah kriteria yang menjadikan orang beriman itu beruntung, yaitu :
1. Khusyuk dalam shalat
Khusyuk artinya terpusat atau tertujunya hati, akal dan pikiran kita hanya kepada Allah swt. ketika mengerjakan shalat, sehingga bacaan dan gerakan shalat kita dapat terkonsentrasikan dengan baik mulai dari takbiratul ihram sampai salam. Rasulullah saw. memberikan kiat-kiat agar shalat khusyuk. Pertama, mengingat kematian ketika dalam shalat. Sabda Rasulullah saw. ”Ingatlah kalian terhadap mati ketika dalam shalat. Sesungguhnya seseorang yang ingat mati dalam shalat, ia akan memperbaiki shalatnya. Jika tidak mengingat kematian diri kalian, niscaya urusan duniawi akan meng- ganggu konsentrasi shalat kalian.” (HR Ad-Dailami)
Kedua, tenang dan seakan-akan melihat Allah swt.. Tahapan kedua jika mushali ingin merasa- kan khusyuk dalam shalat adalah melakukan ketenangan dalam semua gerakan dan bacaan se- hingga merasakan seakan-akan melihat Tuhannya. Ujar Rasul, ”Shalatlah kalian semua dengan tenang seakan-akan kalian melihat Allah di depan kalian. Walaupun kalian tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah melihat kalian semua.” (HR Abu Muhammad Al-Ibrahimi)
Dalam beribadah, seyogianya kita mengingat akan mati di esok hari agar semua ibadah kita terasa khusyuk. Sebaliknya, jika dalam urusan dunia hendaklah kita seakan-akan hidup untuk seribu tahun, agar khusyuk dalam bekerja. Rasulullah saw. telah memerintahkan kepada kita agar khusyuk dalam shalat. Karena dialog interaktif antara kita dan Sang Khalik dapat meng- hasilkan pahala yang memuaskan. Beliau bersabda, ”Apabila salah seorang dari kamu sekalian sedang melaksanakan shalat, sebenarnya ia sedang berdialog dengan Tuhannya. Maka, perhati- kanlah bagaimana cara berdialog itu?” (HR Imam Hakim).
2. Menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna
Mu’min yang beruntung ialah yang dapat menjauhkan dirinya dari segala perbuatan dan perkataan yang sia-sia, yang tidak ada manfaatnya, apalagi perbuatan yang mengandung unsur dosa dan maksiyat, seperti membicarakan aib orang lain, memfitnah, mengadu domba, berdus- ta, menghina dan merendahkan orang lain, berjudi serta meminum khamar atau minuman keras. Perlu digarisbawahi, bahwa diri manusia bisa berpotensi berbuat buruk, namun dapat juga berpotensi berbuat baik (fujuurahaa wa taqwaahaa). Karenanya dengan keimanan yang kokoh serta senantiasa membersihkan hati dan selalu berzikir kepada Allah swt.,serta berteman dengan orang-orang yang soleh, insyaallaah seorang mu’min akan terhindar dari perbuatan dan perka- taan yang tidak baik. Akan tetapi sebaliknya apabila keimanan kita lemah, hati kita kotor, dan sedikit sekali berzikir kepada Allah swt., serta berteman dengan orang- orang yang tidak soleh, maka syetan akan mudah mengoda dan menjerumuskan kita kepada perbuatan dosa dan maksiyat.
Ingatlah ! Iblis dan syetan tidak akan pernah berhenti menggoda dan mengajak manusia untuk berbuat jahat dan dosa. Dengan segala cara dan tipu daya, dan dari segala arah dan penjuru Iblis akan menebar jaring-jaring kemaksiyatan dan mengirim pasukan-pasukannya menjerumuskan anak Adam ke dalam perbuatan dosa kecil maupun dosa besar yang menyebabkan mereka men- jadi kafir dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang akhirnya nanti pada hari kiamat akan menemani mereka di adalam api neraka, na’uuzubillaah..Firman Allah swt.: ”Iblis menjawab, ”Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.”Allah berfirman, ”Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.” Iblis menjawab,”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (Q.S. Al-A’raaf : 14-17)
3. Menunaikan zakat
Suka berzakat juga merupakan kriteria dari mu’min yang beruntung. Betapa tidak ! Karena Allah swt. sangat mencintai orang-orang yang selalu menginfakkan sebahagian rezekinya untuk diserahkan kepada mereka yang berhak (mustahik) sebagai pembersih harta dan jiwanya. Karena sesungguhnya di dalam harta kita terdapat hak-hak fakir miskin, anak-anak yatim dan kaum dhu’afa yang harus kita keluarkan, sebagaimana firman Allah : ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesugguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka”. (Q.S.At-Taubah : 103)
Zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam. Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", ”ber- kembang", "menyucikan", atau "membersihkan". Sedangkan secara terminologi syari’ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan dalam Al-Quran, yaitu: ”Sesunggguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk budak (hamba sahaya), orang-orang yang berutang, dan untuk orang yang berjuang di jalan Allah, dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Alllah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. At-Taubah : 60).
4. Menjaga kemaluannya dari perzinahan
Sudah menjadi fitrah bagi manusia memiliki kecintaan (syahwat) kepada wanita-wanita (Q.S.Ali Imran : 14). Karenanya agar manusia tidak terjerumus ke dalam perzinahan, Islam memberikan tuntunan berupa pernikahan, yaitu bersatunya lelaki dan wanita dalam sebuah akad/ikatan perjanjian yang sah (halal) untuk melakukan hubungan intim dan membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah. Perzinahan merupakan perbuatan dosa besar yang diharamkan oleh Allah swt. Jangankan melakukannya, hal-hal yang mendekatkan kepada perzinahanpun dilarang oleh Allah swt., sebagaimana firman-Nya: ”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Q.S. Al-Israa’:32).
Orang mu’min yang beruntung ialah mereka yang dapat menjaga kemaluannya dari perzinahan. Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita, bahwa bagi para pemuda yang sudah ”mampu” untuk menikah, segeralah menikah, karena menikah itu dapat menahan pandangan mata (dari wanita lain) dan menjaga hati dan pikiran dari hal-hal negatif, akan tetapi bila belum mampu untuk menikah agar memperbanyak puasa sunnah, yang dengan puasa itu diharapkan dapat meredam nafsu syahwat yang muncul serta menjadi benteng dari godaan syetan untuk berbuat zina.
5. Memelihara amanat dan janjinya
Termasuk kriteria mu’min yang beruntung ialah mereka yang memiliki sifat amanah terhadap janjinya dan jabatan yang dipikulnya. Amanah merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Orang yang amanah sangat dicitai oleh Allah swt. dan juga disayangi sesama manusia. Zaman sekarang ini sulit sekali mencari orang-orang yang amanah. Ada orang yang pintar, tetapi cenderung bersifat serakah dan jauh dari amanah (jujur). Sekarang ini kita membutuhkan orang-orang yang pintar ilmunya juga kuat imannya sehingga mereka selalu bersikap amanah dalam menjalankan tugasnya.
Pemimpin yang amanah akan selalu bersikap adil kepada bawahannnya, ia tidak mau memanfaatkan jabatannya dan mengeruk harta sebanyak-banyaknya untuk kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Pengusaha atau pedagang yang amanah akan berlaku adil dan tidak mau mengurangi timbangan dan takaran barang dagangannya. Aparat pemerintah yang amanah akan bekerja dengan sebaik-baiknya membangun bangsa dan tidak mau melakukan korupsi mengambil uang negara yang akhirnya akan menyengsarakan rakyat banyak, dan pasangan suami isteri yang amanah akan selalu menjaga keutuhan rumah tangganya agar terhindar dari permusuhan dan perceraian, serta guru yang amanah akan selalu bersemangat mentransfer ilmu-ilmu yang dimilikinya kepada murid-muridnya dalam rangka mencetak generasi-generasi bangsa yang memiliki kekuatan IMTAK serta kecanggihan IPTEK.
6. Memelihara shalatnya
Termasuk kriteria orang mu’min yang beruntung ialah mereka yang mampu memelihara shalatnya dengan sebaik-baiknya. Memelihara shalat disini maksudnya ialah dapat memelihara waktunya, caranya dan tempatnya. Memelihara waktu shalat artinya shalatnya dikerjakan lima waktu dalam sehari semalam, juga diusahakan dikerjakan pada awal waktunya, tidak diundur-undur karena alasan-alasan yang tidak penting, seperti menonton sinetron, ngerumpi, main catur, mendengarkan musik dan sebagainya. Memelihara cara shalat artinya shalatnya dikerjakan dengan khusyuk, dengan memakai baju yang sopan, suci, bersih dan rapih, serta dikerjakan dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dengan anggota keluarga, teman kerja, murid-murid atau masyarakat sekitar.
Memelihara tempat shalat artinya shalatnya dikerjakan pada tempat yang bersih, suci dari najis, dan diusahakan melaksanakan shalatnya di masjid, karena masjid ialah rumah Allah dan tempat yang terbaik untuk shalat dan bermunajat kepada Allah swt. Bahkan Al Quran menje- laskan hanya orang-orang beriman yang mampu memakmurkan masjid-masjid Allah swt. se- bagaimana firman-Nya: ”Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. At-taubah: 18)
Sangat berbahagia sekali manakala kita dapat mengamalkan keenam kriteria mu’min yang beruntung di atas, karena jaminan bagi mereka ialah akan diwarisi oleh Allah swt. syurga Firdaus sebagai tempat kembali mereka yang kekal abadi di alam akhirat, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya: (10). Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (11) ya’ni yang akan mewarisi Syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Mu’minun : 10-11).
Wallaahu a’lam bishshawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar