AGUS HERMAWAN, S.Ag
Rezeki yang berkah, luas dan cukup merupakan hal yang diidam-idamkan oleh setiap orang. Berbagai cara dilakukan untuk mencapainya. Bahkan ada yang menggunakan cara-cara yang diharamkan oleh Allah swt. Ada diantara manusia yang keliru meminta pertolongan. Ada yang meminta pertolongan kepada Jin, meminta jimat dan pengasihan ke dukun-dukun, serta meminta wejangan-wejangan kepada para paranormal. Padahal perlu kita yakini bahwasanya yang member i rezeki kepada kita adalah Allah swt., bukan manusia, pasar, yayasan ataupun perusahaan. Semuanya itu dapat ditamsilkan sebagai kran-kran tezeki Allah swt. yang mengalir kepada diri kita.
Karenanya manakala kita hendak mendapatkan pertolongan Allah swt. hendaknya kita dekati sumber pemberi rezeki, yaitu Allah swt. dengan cara mengamalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mengetuk pintu mahabbah (kecintaan) Allah swr. Kepada kita. Karena jika Allah swt. telah mencintai seseorang, apapun doa yang dimohonnya akan dikabulkan, begitu pula dengan kebutuhan hidup dan rezekinya, niscaya akan dimudahkan dan diberkahi. Adapun diantara amalan-amalan sunnah yang menjadi kunci pertolongan Allah swt. untuk mendapatkan keberkahan rezeki ialah :
1. Mencintai masjid
Mencintai masjid merupakan kunci utama untuk mendapatkan pertolongan Allah swt. Karena masjid adalah rumah Allah swt. dan tempat yang paling Allah sukai di dunia ini. Orang yang mencintai masjid, akan selalu dicintai oleh Allah. Karenanya usahakan agar kita tidak melaksanakan shalat fardhu lima waktu kecuali di masjid. Berzikir dan mengkaji ilmu-ilmu agama di masjid, dan jangan lupa membawa infaq untuk masjid. Insyaallah petolongan Allah swt. akan selalu diberikan bagi mereka pecinta masjid.
2. Shalat Tahajud
Amalan sunnah yang sangat dicintai oleh Allah swt. ialah shalat tahajud. Karena ibadah sunnah ini merupakan warisan Nabi dan para sahabatnya. Pada sepertiga malam terakhir ini Allah swt memberi
kan rahmat-Nya kepada mereka yang bangun untuk sujud menegakkan qiyamullail. Banyak sekali keutamaan-keutamaan dari shalat tahajud, diantaranya Nabi SAW bersabda: “Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun ( ke langit dunia ) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman : “ Barang siapa yang menyeru-Ku, akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaanya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia.” ( HR Bukhari dan Muslim ). Jadi mereka yang sepanjang malam tidur berarti telah menyia-nyiakan datangnya pertolongan Allah.
3. Menyambung silaturahim
Silaturahmi adalah kunci pembuka pintu rahmat dan pertolongan Allah swt. Silaturahim artinya menyambung hubungan persaudaraan dengan sesame muslim. Orang yang cinta dengan silaturahim akan selalu dicintai oleh orang lain, dan akan dicintai pula oleh Allah swt. Dalam hadits Rasulullah saw. bersabda : "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasulullah SAW kepada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyembungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal shalih yang besar pahalanya.
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR. Bukhari Muslim).
4. Cinta sedekah
Dalam sebuah tausiahnya, Ustadz Yusuf Mansur menyampaikan bahwa sedikitnya ada empat keutamaan bersedekah. Pertama, mengundang datangnya rezeki. “Allah berfir man dalam salah satu ayat Alquran bahwa Dia akan membalas setiap kebaikan hamba-hamba-Nya dengan 10 kebaikan. Bahkan di ayat yang lain dinyatakan 700 kebaikan. Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan, “Pancinglah rezeki dengan sedekah”. Kedua, sedekah dapat menolak bala. Rasulullah pernah bersabda, “Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bala tidak pernah bisa mendahului sedekah.”
Ketiga, sedekah dapat menyembuhkan penyakit. Rasulullah menganjurkan, “Obatilah penyakitmu dengan sedekah.” Keempat, menunda kematian dan memperpanjang umur. Rasulullah mengatakan, “Perbanyaklah sedekah. Sebab, sedekah bisa memanjangkan umur”. Mengapa semua itu bisa terjadi? Hal tersebut bisa terjadi karena Allah mencintai orang-orang yang bersedekah.
5. Membantu orang lain
Amalan yang disukai oleh Allah swt. ialah membantu orang lain yang mendapatkan kesulitan. Karena siapa orang yang suka membantu orang lain akan dibantu oleh Allah swt. Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW, bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim, lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An Nawawi hadits ke 36).
6. Membaca shalawat Nabi
Orang yang sangat dicintai oleh Allah swt. si dunia ini adalah nabi Muhammad saw. Karenanya orang yang cinta bershalawat kepada nabi Muhammad saw. akan dicintai pula oleh Allah swt. Dan manakala seseorang telah dicintai oleh Allah, maka pertolongan-Nyapun akan diberikan kepadanya. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman di dalam Al-Qur’an yang artinya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. 33:56) Abul Aliyah berkata, “Shalawat Allah adalah pujian-Nya (terhadap Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam ) di sisi para malaikat, sedangkan shalawatnya malaikat berupa do’a.” Diriwayatkan dari Sufyan ats-Tsauri dan beberapa ahli ilmu, mereka mengatakan, “Shalawat dari Rabb adalah rahmat-Nya, dan shalawat malaikat adalah permohonan ampun.” Sementara itu, as-Sam’ani berkata, “Shalawat dari Allah bermakna rahmat dan ampunan, sedang shalawat dari malaikat serta orang mukmin makna-nya adalah do’a.”
Demilianlah 6 amalan sunnah yang merupakan kunci datangnya pertolongan Allah swt. untuk keberkahan rezeki dan harta. Semoga kita dapat mengamalkannya, dan semoga kita dijadikan orang-orang yang memiliki harta yang cukup, luas dan berkah. Amiin..
Blog ini bertujuan untuk ajang silaturahim dan dakwah Islam, semoga dapat bermanfaat untuk kita bersama.
Selasa, 29 Juni 2010
Selasa, 22 Juni 2010
KUNCI KETAATAN DAN KEMAKSIYATAN
Ada 3 kunci ketaatan manusia kepada Allah swt., yaitu :
1. Munculkan sifat khauf (takut) akan azab Allah swt.
Jika seseorang sudah memiliki rasa takut kepada azab (neraka) Allah, maka ia akan menjauhi segala larangan Allah dan perbuatan dosa/maksiyat. Serta akan menjaga dirinya untuk selalu istiqomah dalam ketaatan.
2. Munculkan sifat raja’ (mengharap) rahmat Allah swt.
Seseorang akan mentaati Allah swt. Jika ia selalu mengharapkan rahmat Allah swt. Karena ia meyakini bahwa hanya dengan rahmat Allah swt., seseorang akan dapat menjalani kehidupan di dunia dengan selamat, sukses dan bahagia (insyaallah).
3. Munculkan sifat mahabbah (cinta) kepada Allah swt.
Rasa cinta kepada Allah swt. yang mendalam akan menumbuhkan ketaatan beribadah kepada-Nya. Bahkan dengan rasa cinta itu seseorang akan rela mengorbankan apapun yang dimilikinya untuk dipersembahkan kepada Rab-Nya.
Ada 3 kunci kemaksiyatan manusia kepada Allah swt., yaitu :
1. Sifat takabbur (sombong)
Sifat sombong dapat menyebabkan timbulnya perbuatan dosa/maksiyat pada diri seseorang. Karena kesombongan Iblis kepada nabi Adam, menyebabkan ia terusir dari syurga. Begitu pula Fir’aun yang sombong, bahkan mengaku dirinya sebagai tuhan, ditenggelamkan Allah swt di laut merah. Juga Qorun yang sombong karena hartanya yang berlimpah akhirnya ditelan oleh bumi dan dilaknat oleh Allah swt.
2. Sifat al hirshu (tamak/serakah)
Seseorang yang memiliki sifat serakah alias tamak, akan mudah terjerumus kepada perbuatan dosa. Karena rakus dengan harta, manusia kerap mengambil harta atau sesuatu yang bukan haknya. Dengan kerakusan ini manusia akan saling berebutan jabatan, kedudukan dan kekayaan tanpa mempedulikan lagi halal maupun haram. Sejarah nabi Adam as. dan Hawa menjadi contoh sifat ketamakan manusia, ketika syurga beserta isinya sudah diberikan oleh Allah swt untuk dinikmati oleh
keduanya, namun mereka masih mendekati bahkan memakan buah khuldi yang terlarang.
3. Sifat al hiqdu (iri hati/dengki)
Bila seseorang telah terasuki sifat dengki atau iri hati, maka ia tidak akan pernah mensyukuri nikmat yang telah Allah swt. berikan. Dia akan selalu merasa kekurangan, sebaliknya ia selalu merasa iri dengan kelebihan atau harta yang dimiliki oleh orang lain. Dan celakanya iapun akan mencari cara agar orang lain (yang didengki) menjadi bangkrut dan pailit, kemudian kenikmatan dan kekayaan itu
pindah kepada dirinya. Dalam hadits nabi disebutkan bahwasanya orang yang memiliki sifat dengki, maka seluruh amal kebaikannya akan hapus (hilang) seperti kayu yang terbakar api.
1. Munculkan sifat khauf (takut) akan azab Allah swt.
Jika seseorang sudah memiliki rasa takut kepada azab (neraka) Allah, maka ia akan menjauhi segala larangan Allah dan perbuatan dosa/maksiyat. Serta akan menjaga dirinya untuk selalu istiqomah dalam ketaatan.
2. Munculkan sifat raja’ (mengharap) rahmat Allah swt.
Seseorang akan mentaati Allah swt. Jika ia selalu mengharapkan rahmat Allah swt. Karena ia meyakini bahwa hanya dengan rahmat Allah swt., seseorang akan dapat menjalani kehidupan di dunia dengan selamat, sukses dan bahagia (insyaallah).
3. Munculkan sifat mahabbah (cinta) kepada Allah swt.
Rasa cinta kepada Allah swt. yang mendalam akan menumbuhkan ketaatan beribadah kepada-Nya. Bahkan dengan rasa cinta itu seseorang akan rela mengorbankan apapun yang dimilikinya untuk dipersembahkan kepada Rab-Nya.
Ada 3 kunci kemaksiyatan manusia kepada Allah swt., yaitu :
1. Sifat takabbur (sombong)
Sifat sombong dapat menyebabkan timbulnya perbuatan dosa/maksiyat pada diri seseorang. Karena kesombongan Iblis kepada nabi Adam, menyebabkan ia terusir dari syurga. Begitu pula Fir’aun yang sombong, bahkan mengaku dirinya sebagai tuhan, ditenggelamkan Allah swt di laut merah. Juga Qorun yang sombong karena hartanya yang berlimpah akhirnya ditelan oleh bumi dan dilaknat oleh Allah swt.
2. Sifat al hirshu (tamak/serakah)
Seseorang yang memiliki sifat serakah alias tamak, akan mudah terjerumus kepada perbuatan dosa. Karena rakus dengan harta, manusia kerap mengambil harta atau sesuatu yang bukan haknya. Dengan kerakusan ini manusia akan saling berebutan jabatan, kedudukan dan kekayaan tanpa mempedulikan lagi halal maupun haram. Sejarah nabi Adam as. dan Hawa menjadi contoh sifat ketamakan manusia, ketika syurga beserta isinya sudah diberikan oleh Allah swt untuk dinikmati oleh
keduanya, namun mereka masih mendekati bahkan memakan buah khuldi yang terlarang.
3. Sifat al hiqdu (iri hati/dengki)
Bila seseorang telah terasuki sifat dengki atau iri hati, maka ia tidak akan pernah mensyukuri nikmat yang telah Allah swt. berikan. Dia akan selalu merasa kekurangan, sebaliknya ia selalu merasa iri dengan kelebihan atau harta yang dimiliki oleh orang lain. Dan celakanya iapun akan mencari cara agar orang lain (yang didengki) menjadi bangkrut dan pailit, kemudian kenikmatan dan kekayaan itu
pindah kepada dirinya. Dalam hadits nabi disebutkan bahwasanya orang yang memiliki sifat dengki, maka seluruh amal kebaikannya akan hapus (hilang) seperti kayu yang terbakar api.
Minggu, 20 Juni 2010
NASEHAT LUQMAN KEPADA ANAKNYA
Diambil dari Quran surah Luqman ayat 13-19
13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM
Adapun pendidikan yang harus diberikan oleh orangtua sebagai wujud tanggung jawab terhadap keluarga adalah:
1. Pendidikan Agama dan Spiritual
Pendidikan agama dan spiritual adalah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan agama ini meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal-haram memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak untuk mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, orang-orang yang shalih dan mengajar anak membaca Al-Qur’an.
2. Pendidikan Akhlaq dan Moral
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Diantara kewajiban bapak kepada anaknya ialah memperbagus budi pekertinya dan membaguskan namanya.” (HR.Baihaqi). Para ahli pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.
3. Pendidikan Jasmani
Islam memberi petunjuk kepada kita tentang pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan bersemangat. Allah Ta’ala berfirman: “Makanlah dan minumlah kamu tetapi jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.” (QS.Al-A’raf:31). Ayat ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli kesehatan bahwa agar tubuh sehat dan kuat, dianjurkan untuk tidak makan dan minum secara berlebih-lebihan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. Sebaik-baik pengisi waktu bagi wanita beriman adalah memintal. Apabila kedua orang tuamu memanggilmu maka penuhilah panggilan ibumu.” (HR Ad-Dailami)
4. Pendidikan Akal
Yang dimaksud dengan pendidikan akal adalah meningkatkan kemampuan intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah dengan proses penciptaan nabi Adam AS dimana sebelum ia diturunkan ke bumi, Allah mengajarkan nama-nama (asma) yang tidak diajarkan kepada para malaikat. (QS. Al-Baqarah : 31)
5. Pendidikan Sosial
Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar bergaul di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’at Islam. Di antara prinsip syari’at Islam yang sangat erat berkaiatan dengan pendidikan sosial ini adalah prinsip ukhuwwah Islamiyah. Untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah ini Islam telah menggariskan syari’at Al-Jama’ah (QS.Ali Imran : 103). Oleh karena itu setiap orang tua harus mengajarkan kehidupan berjama’ah kepada anak-anaknya sejak dini.
Di dalam buku "Pendidikan Anak Dalam Islam" karangan Abdullah Nashih Ulwan disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat memperhatikan tentang 7 (tujuh) segi dalam mendidik anak, yaitu :
1. Segi Keimanan
- menanamkan prinsip ketauhidan, mengokohkan fondasiiman ; - mencari teman yang baik
- memperhatikan kegiatan anak.
2. Segi Moral
- kejujuran, tidak munafik ; - menjaga lisan dan berakhlak mulia
3. Segi Mental dan Intelektual
- mempelajari fardhu 'ain dan fardhu kifayah ; - mempelajari sejarah Islam ;
- menyenangi bacaan bermutu yang dapat meningkatkan kualitas diri ;
- menjaga diri dari hal-hal yang merusak jiwa dan akal
4. Segi Jasmani
- diberi nafkah wajib, kebutuhan dasar anak seperti makanan, tempat tinggal, kesehatan, pakaian dan pendidikan ; - latihan jasmani, berolahraga, menunggang kuda, berenang, memanah, dll ;
- menghindarkan dari kebiasaan yang merusak jasmani
5. Segi Psikologis
- gejala malu, takut, minder, manja, egois dan pemarah
6. Segi Sosial
- menunaikan hak orang lain dan setiap yang berhak dalam kehidupan ;
- etika sosial anak
7. Segi Spiritual
- Allah selamanya mendengar bisikan dan pembicaraan, melihat setiap gerak-geriknya dan mengetahui apa yang dirahasiakan ;
- memperhatikan khusu', taqwa dan ibadah
1. Pendidikan Agama dan Spiritual
Pendidikan agama dan spiritual adalah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan agama ini meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal-haram memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak untuk mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, orang-orang yang shalih dan mengajar anak membaca Al-Qur’an.
2. Pendidikan Akhlaq dan Moral
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Diantara kewajiban bapak kepada anaknya ialah memperbagus budi pekertinya dan membaguskan namanya.” (HR.Baihaqi). Para ahli pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.
3. Pendidikan Jasmani
Islam memberi petunjuk kepada kita tentang pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan bersemangat. Allah Ta’ala berfirman: “Makanlah dan minumlah kamu tetapi jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.” (QS.Al-A’raf:31). Ayat ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli kesehatan bahwa agar tubuh sehat dan kuat, dianjurkan untuk tidak makan dan minum secara berlebih-lebihan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. Sebaik-baik pengisi waktu bagi wanita beriman adalah memintal. Apabila kedua orang tuamu memanggilmu maka penuhilah panggilan ibumu.” (HR Ad-Dailami)
4. Pendidikan Akal
Yang dimaksud dengan pendidikan akal adalah meningkatkan kemampuan intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Hal inilah yang diisyaratkan oleh Allah dengan proses penciptaan nabi Adam AS dimana sebelum ia diturunkan ke bumi, Allah mengajarkan nama-nama (asma) yang tidak diajarkan kepada para malaikat. (QS. Al-Baqarah : 31)
5. Pendidikan Sosial
Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar bergaul di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’at Islam. Di antara prinsip syari’at Islam yang sangat erat berkaiatan dengan pendidikan sosial ini adalah prinsip ukhuwwah Islamiyah. Untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah ini Islam telah menggariskan syari’at Al-Jama’ah (QS.Ali Imran : 103). Oleh karena itu setiap orang tua harus mengajarkan kehidupan berjama’ah kepada anak-anaknya sejak dini.
Di dalam buku "Pendidikan Anak Dalam Islam" karangan Abdullah Nashih Ulwan disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat memperhatikan tentang 7 (tujuh) segi dalam mendidik anak, yaitu :
1. Segi Keimanan
- menanamkan prinsip ketauhidan, mengokohkan fondasiiman ; - mencari teman yang baik
- memperhatikan kegiatan anak.
2. Segi Moral
- kejujuran, tidak munafik ; - menjaga lisan dan berakhlak mulia
3. Segi Mental dan Intelektual
- mempelajari fardhu 'ain dan fardhu kifayah ; - mempelajari sejarah Islam ;
- menyenangi bacaan bermutu yang dapat meningkatkan kualitas diri ;
- menjaga diri dari hal-hal yang merusak jiwa dan akal
4. Segi Jasmani
- diberi nafkah wajib, kebutuhan dasar anak seperti makanan, tempat tinggal, kesehatan, pakaian dan pendidikan ; - latihan jasmani, berolahraga, menunggang kuda, berenang, memanah, dll ;
- menghindarkan dari kebiasaan yang merusak jasmani
5. Segi Psikologis
- gejala malu, takut, minder, manja, egois dan pemarah
6. Segi Sosial
- menunaikan hak orang lain dan setiap yang berhak dalam kehidupan ;
- etika sosial anak
7. Segi Spiritual
- Allah selamanya mendengar bisikan dan pembicaraan, melihat setiap gerak-geriknya dan mengetahui apa yang dirahasiakan ;
- memperhatikan khusu', taqwa dan ibadah
MERAIH CINTA ALLAH
"Ya Allah, aku sungguh memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan mencintai amal yang dapat menghantarkan aku pada cinta-Mu." (HR Tirmidzi)
Saudaraku, seharusnya tidak ada yang harus kita impikan dalam hidup selain meraih cinta dan kasih sayang Allah. Tampaknya, terlalu rendah bila kita sekadar memimpikan kekayaan, jabatan, popularitas, dan aksesoris duniawi lainnya. Tidak berarti semua itu tanpa mendapatkan cinta dan kasih sayang Allah. Dunia hanya sementara, dan kalau tidak hati-hati malah bisa menjerumuskan.
Hakikatnya, semua yang ada mutlak milik Allah. Maka, alangkah bahagianya bila kita dicintai oleh Dzat yang pemilik semua itu. Tidak ada lagi yang harus kita takutkan seandainya Allah sudah mencintai kita. Namun, betapa nestapanya hidup bila kita jauh dari Allah, atau na'udzubillah bila sampai dibenci Allah. Inilah kerugian yang tiada bandingannya.
Ada sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan memanggil Jibril, lalu berfirman: 'Aku sungguh mencintai si Fulan, cintailah ia!'. Maka ia pun dicintai penghuni langit. Kemudian ia diterima di bumi. Sebaliknya jika Allah membenci seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril, lalu berfirman: 'Aku sungguh membenci si Fulan, bencilah ia!'. Maka, Jibril pun membencinya dan berseru kepada penduduk langit, 'Sungguh, Allah membenci si Fulan, maka bencilah ia'. Lalu ia pun dibenci penghuni langit. Kemudian ia mendapatkan kebencian di bumi" (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Pertanyaannya, bagaimana cara kita meraih cinta Allah? Jawabannya sederhana, paksakan untuk selalu melaksanakan amalan-amalan yang disenangi Allah dan rasul-Nya. Allah mencintai kedermawanan, maka jadilah kita hamba yang dermawan; tiada hari tanpa bersedekah. Allah mencintai shalat tepat waktu dan berjamaah, maka jadilah kita hamba yang selalu bersegera menyambut seruan adzan. Dan banyak lagi.
Tidak mudah memang melaksanakan semua amalan tersebut. Perlu ilmu, proses, dan kesungguhan. Namun, itulah kewajiban sekaligus tantangan bagi seorang Muslim.
Ada enam langkah yang dapat kita praktikkan. Pertama, miliki tekad yang kuat untuk menjadi hamba yang dicintai Allah. Tanpa adanya tekad dan kemauan yang kuat mustahil kita bisa meraih keutamaan tersebut. Kedua, buat target. Susunlah amal-amal yang dicintai Allah, lalu targetkan amal mana saja yang dapat kita lakukan (sesuai kemampuan diri). Usahakan target ini dibuat tertulis dan terukur.
Ketiga, siapkan sarana pendukung. Misalnya, menyediakan buku-buku berkualitas dan membangkitkan, memasang kata-kata motivasi di kamar, bergaul dengan ulama, dan lainnya. Keempat, lawan dan kalahkan rasa malas saat hendak beramal. Malas adalah kendaraan syetan. Tiada sedikit pun keberuntungan dengan memperturutkan kemalasan. Kelima, sempurnakan setiap kali beramal. Jangan setengah-setengah.
Dan keenam, mohonlah kepada Allah agar digolongkan menjadi hamba yang dicintai-Nya. Ada sebuah doa yang dicontohkan Rasulullah SAW, Ya Allah, aku sungguh memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan mencintai amal yang dapat menghantarkan aku pada cinta-Mu". Wallahu a'lam.
( Abdullah Gymnastiar )
Saudaraku, seharusnya tidak ada yang harus kita impikan dalam hidup selain meraih cinta dan kasih sayang Allah. Tampaknya, terlalu rendah bila kita sekadar memimpikan kekayaan, jabatan, popularitas, dan aksesoris duniawi lainnya. Tidak berarti semua itu tanpa mendapatkan cinta dan kasih sayang Allah. Dunia hanya sementara, dan kalau tidak hati-hati malah bisa menjerumuskan.
Hakikatnya, semua yang ada mutlak milik Allah. Maka, alangkah bahagianya bila kita dicintai oleh Dzat yang pemilik semua itu. Tidak ada lagi yang harus kita takutkan seandainya Allah sudah mencintai kita. Namun, betapa nestapanya hidup bila kita jauh dari Allah, atau na'udzubillah bila sampai dibenci Allah. Inilah kerugian yang tiada bandingannya.
Ada sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan memanggil Jibril, lalu berfirman: 'Aku sungguh mencintai si Fulan, cintailah ia!'. Maka ia pun dicintai penghuni langit. Kemudian ia diterima di bumi. Sebaliknya jika Allah membenci seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril, lalu berfirman: 'Aku sungguh membenci si Fulan, bencilah ia!'. Maka, Jibril pun membencinya dan berseru kepada penduduk langit, 'Sungguh, Allah membenci si Fulan, maka bencilah ia'. Lalu ia pun dibenci penghuni langit. Kemudian ia mendapatkan kebencian di bumi" (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Pertanyaannya, bagaimana cara kita meraih cinta Allah? Jawabannya sederhana, paksakan untuk selalu melaksanakan amalan-amalan yang disenangi Allah dan rasul-Nya. Allah mencintai kedermawanan, maka jadilah kita hamba yang dermawan; tiada hari tanpa bersedekah. Allah mencintai shalat tepat waktu dan berjamaah, maka jadilah kita hamba yang selalu bersegera menyambut seruan adzan. Dan banyak lagi.
Tidak mudah memang melaksanakan semua amalan tersebut. Perlu ilmu, proses, dan kesungguhan. Namun, itulah kewajiban sekaligus tantangan bagi seorang Muslim.
Ada enam langkah yang dapat kita praktikkan. Pertama, miliki tekad yang kuat untuk menjadi hamba yang dicintai Allah. Tanpa adanya tekad dan kemauan yang kuat mustahil kita bisa meraih keutamaan tersebut. Kedua, buat target. Susunlah amal-amal yang dicintai Allah, lalu targetkan amal mana saja yang dapat kita lakukan (sesuai kemampuan diri). Usahakan target ini dibuat tertulis dan terukur.
Ketiga, siapkan sarana pendukung. Misalnya, menyediakan buku-buku berkualitas dan membangkitkan, memasang kata-kata motivasi di kamar, bergaul dengan ulama, dan lainnya. Keempat, lawan dan kalahkan rasa malas saat hendak beramal. Malas adalah kendaraan syetan. Tiada sedikit pun keberuntungan dengan memperturutkan kemalasan. Kelima, sempurnakan setiap kali beramal. Jangan setengah-setengah.
Dan keenam, mohonlah kepada Allah agar digolongkan menjadi hamba yang dicintai-Nya. Ada sebuah doa yang dicontohkan Rasulullah SAW, Ya Allah, aku sungguh memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan mencintai amal yang dapat menghantarkan aku pada cinta-Mu". Wallahu a'lam.
( Abdullah Gymnastiar )
BERSHALAWAT KEPADA NABI
Agus Hermawan,S.Ag
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk
Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
(Q.S. Al Ahzab : 56)
Tidak akan mencapai derajat kecintaan kepada Rasul secara sempurna, kecuali orang yang mengagungkan urusan din (agama) nya, yang keinginan utamanya adalah merealisasikan tujuan hidup, yakni beribadah kepada Allah swt. dan selalu mengutama- kan akhirat dari pada dunia dan perhiasannya. Cinta Rasul inilah dengan izin Allah swt. menjadi sebab bagi kita mendapatkan hidayah (petunjuk) kepada agama yang lurus. Karena cinta Rasul pula, Allah swt. menyelamatkan kita dari neraka, serta dengan mengi- kuti beliau kita akan mendapatkan keselamatan dan kemenangan di akhirat.
Adapun cinta keluarga, isteri dan anak-anak maka ini adalah jenis cinta duniawi. Sebab cinta itu lahir karena mereka memperoleh kasih sayang dan manfaat materi. Cinta itu akan sirna dengan sendirinya saat datangnya hari kiamat, yakni hari yang setiap orang berlari dari saudara, ibu, bapak, isteri dan anak-anaknya, karena sibuk dengan urusannya sendiri. Cinta Nabi tidaklah berupa kecenderungan sentimental dan romantisme pada saat-saat khusus, misalnya dengan peringatan-peringatan tertentu. Cinta itu haruslah benar-benar murni dari lubuk hati seorang mukmin dan senantiasa terpatri di hati. Sebab dengan cinta itulah hatinya menjadi hidup, melahirkan amal sha- lih, dan menahan dirinya dari kejahatan dan dosa.
Ada sebuah kisah tentang seorang yang begitu cinta kepada Rasulullah saw. yang diambil dari kitab “Mukasyafatul Qulub”, karya Imam Al Gha zali, yaitu: seorang lelaki lupa tidak membaca shalawat kepada Nabi muhammad saw., saat malamnya ia bermimpi melihat Nabi Muhammad saw. tidak menoleh kepadanya, ia lalu bertanya: “Wahai Rosul, apakah engkau marah padaku ?” “Tidak,” Jawab beliau. “Lalu kenapa engkau tidak memandang- ku ?” Karena aku tidak mengenalmu,” Jawab beliau. Lelaki itu berkata, bagaimana engkau tidak mengenal aku, padahal aku adalah umatmu ! lelaki itu bangun dari tidurnya, kemudian setiap harinya ia membaca shalawat 100 kali, dan suatu hari ia bermimpi melihat Rosulullah saw. beliau bersabda, sekarang aku mengenalmu, dan aku akan memberi syafaat buatmu.
Berdasarkan kisah diatas dapat kita ambil pelajaran, bahwa orang-orang yang cinta kepada Rasulullah saw. akan gemar dan senang menyebut namanya. Nama Rasulullah saw. senantiasa ada dan menghiasi dirinya dalam setiap membaca shalawat. Akan tetapi banyak orang yang membaca shalawat kepada Nabi saw. belum tumbuh rasa cinta yang sebenarnya kepada beliau, hanya ucapannya yang ada tetapi hatinya belum terpaut cintanya kepada beliau.
Arti Shalawat
Shalawat ialah bentuk jamak dari kata salla atau salat yang berarti: doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah. Arti bershalawat dapat dilihat dari pelakunya. Jika shalawat itu datangnya dari Allah swt. berarti memberi rahmat kepada makhluk. Shalawat dari malaikat berarti memberikan ampunan. Sedangkan shalawat dari orang-orang mukmin berarti suatu doa agar Allah swt. memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muham- mad saw. dan keluarganya. Shalawat juga berarti doa, baik untuk diri sendiri, orang banyak atau kepentingan bersama. Sedangkan shalawat sebagai ibadah ialah pernyataan hamba atas ketundukannya kepada Allah swt., serta meng- harapkan pahala dari-Nya, sebagaimana yang dijanjikan Nabi Muhammad saw., bahwa orang yang bershalawat kepadanya akan mendapat pahala yang besar, baik shalawat itu dalam bentuk tulisan maupun lisan (ucapan).
Cara memperoleh kekhusyuan dalam bershalawat
Ada banyak cara untuk memperoleh kekhusyuan dalam membaca shalawat kepada Rasulullah saw, 3 diantaranya yaitu:
1. Niat
Niat adalah dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu. Segala
perbuatan yang kita lakukan harus diniatkan semata-mata untuk mengharap
keridhoan dari Allah swt., bukan mengharapkan pujian atau sanjungan dari
manusia. Begitu pula ketika kita bershalawat kepada Rasulullah saw., niat-
kanlah dengan hati yang tulus dan ikhlas, karena hanya dengan keikhlasan
dan ketulusan hati, shalawat yang kita baca insyaallah akan berpengaruh po- sitif dalam diri kita, dan akan menambah rasa cinta kepada Rasulullah saw.,
serta timbul keinginan untuk meneladani akhlak beliau dalam kehidupan se-
hari-hari.
2. Memilih bacaan shalawat
Dalam bershalawat kepada Rasulullah saw. hendaknya kita memperhatikan bacaan-bacaannya. Pilihlah bacaan shalawat yang sesuai dengan sunnah dan petunjuk Rasul, hindari membaca shalawat yang tidak sesuai dengan sunnah, dan bertentangan dengan kaidah tauhid/keimanan.
Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
“Barangsiapa bershalawat kepadaku sekali saja, niscaya Allah akan memba- lasnya dengan shalawat sepuluh kali lipat.” (H.R.Al Hakim dan Ibnu Sunni, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-bani dalam Shahihul Jami’).
Demikianlah kedudukan shalawat Nabi saw. dalam agama Islam, sehingga di dalam mengamalkannya pun haruslah dengan petunjuk Nabi Mu- hammad saw. Sebaik-baik shalawat, tentunya yang sesuai dengan petunjuk Nabi saw. dan sejelek-jelek shalawat adalah yang menyalahi petunjuknya. Nabi saw. lebih mengerti shalawat manakah yang paling sesuai untuk diri beliau saw. Adapun bentuk shalawat atas Nabi adalah sebagaimana yang beliau ajarkan. Salah seorang sahabat bertanya tentang bentuk shalawat tersebut, beliau menjawab: Ucapkanlah:
Artinya: “Ya Allah, limpahkan shalawat atas Muhammad dan keluarga
Muhammad.” (H.R. Al-Bukhari No. 6118, Muslim No. 858)
3. Penuh konsentrasi
Dalam membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. hendaknya kita menghadirkan hati dan membacanya dengan penuh konsentrasi. Konsentrasi berarti pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal. Begitu pula ketika kita membaca shalawat, perhatian dan pikiran kita terpusat kepada Rasulullah saw., tidak kepada hal yang lain. Dan agar kita bisa konsentrasi dalam membaca shalawat hendaknya kita memilih tempat dan waktu yang tepat, misalnya di masjid/mushola, setelah/ba’da shalat fardhu, atau ketika shalat tahajud di malam hari.
Cerminan orang-orang yang khusyu dalam membaca shalawatnya kepada Rasulullah Muhammad saw. adalah akan senang dan rindu membaca shalawat kepada nabi Muhammad saw., dan kecintaan terhadap Rasulullah semakin menggelora, kepribadiannya semakin baik, sikapnya semakin bijaksana, arif dan adil, serta tawadhu. Oleh sebab itu, wahai kaum muslimin mari kita tingkatkan kecintaan kita kepada Rasulullah saw. dengan bershalawat kepadanya. Mudah-mudahan Allah swt. senantiasa menunjukkan jalan kebaikan kepada kita.
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk
Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
(Q.S. Al Ahzab : 56)
Tidak akan mencapai derajat kecintaan kepada Rasul secara sempurna, kecuali orang yang mengagungkan urusan din (agama) nya, yang keinginan utamanya adalah merealisasikan tujuan hidup, yakni beribadah kepada Allah swt. dan selalu mengutama- kan akhirat dari pada dunia dan perhiasannya. Cinta Rasul inilah dengan izin Allah swt. menjadi sebab bagi kita mendapatkan hidayah (petunjuk) kepada agama yang lurus. Karena cinta Rasul pula, Allah swt. menyelamatkan kita dari neraka, serta dengan mengi- kuti beliau kita akan mendapatkan keselamatan dan kemenangan di akhirat.
Adapun cinta keluarga, isteri dan anak-anak maka ini adalah jenis cinta duniawi. Sebab cinta itu lahir karena mereka memperoleh kasih sayang dan manfaat materi. Cinta itu akan sirna dengan sendirinya saat datangnya hari kiamat, yakni hari yang setiap orang berlari dari saudara, ibu, bapak, isteri dan anak-anaknya, karena sibuk dengan urusannya sendiri. Cinta Nabi tidaklah berupa kecenderungan sentimental dan romantisme pada saat-saat khusus, misalnya dengan peringatan-peringatan tertentu. Cinta itu haruslah benar-benar murni dari lubuk hati seorang mukmin dan senantiasa terpatri di hati. Sebab dengan cinta itulah hatinya menjadi hidup, melahirkan amal sha- lih, dan menahan dirinya dari kejahatan dan dosa.
Ada sebuah kisah tentang seorang yang begitu cinta kepada Rasulullah saw. yang diambil dari kitab “Mukasyafatul Qulub”, karya Imam Al Gha zali, yaitu: seorang lelaki lupa tidak membaca shalawat kepada Nabi muhammad saw., saat malamnya ia bermimpi melihat Nabi Muhammad saw. tidak menoleh kepadanya, ia lalu bertanya: “Wahai Rosul, apakah engkau marah padaku ?” “Tidak,” Jawab beliau. “Lalu kenapa engkau tidak memandang- ku ?” Karena aku tidak mengenalmu,” Jawab beliau. Lelaki itu berkata, bagaimana engkau tidak mengenal aku, padahal aku adalah umatmu ! lelaki itu bangun dari tidurnya, kemudian setiap harinya ia membaca shalawat 100 kali, dan suatu hari ia bermimpi melihat Rosulullah saw. beliau bersabda, sekarang aku mengenalmu, dan aku akan memberi syafaat buatmu.
Berdasarkan kisah diatas dapat kita ambil pelajaran, bahwa orang-orang yang cinta kepada Rasulullah saw. akan gemar dan senang menyebut namanya. Nama Rasulullah saw. senantiasa ada dan menghiasi dirinya dalam setiap membaca shalawat. Akan tetapi banyak orang yang membaca shalawat kepada Nabi saw. belum tumbuh rasa cinta yang sebenarnya kepada beliau, hanya ucapannya yang ada tetapi hatinya belum terpaut cintanya kepada beliau.
Arti Shalawat
Shalawat ialah bentuk jamak dari kata salla atau salat yang berarti: doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah. Arti bershalawat dapat dilihat dari pelakunya. Jika shalawat itu datangnya dari Allah swt. berarti memberi rahmat kepada makhluk. Shalawat dari malaikat berarti memberikan ampunan. Sedangkan shalawat dari orang-orang mukmin berarti suatu doa agar Allah swt. memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muham- mad saw. dan keluarganya. Shalawat juga berarti doa, baik untuk diri sendiri, orang banyak atau kepentingan bersama. Sedangkan shalawat sebagai ibadah ialah pernyataan hamba atas ketundukannya kepada Allah swt., serta meng- harapkan pahala dari-Nya, sebagaimana yang dijanjikan Nabi Muhammad saw., bahwa orang yang bershalawat kepadanya akan mendapat pahala yang besar, baik shalawat itu dalam bentuk tulisan maupun lisan (ucapan).
Cara memperoleh kekhusyuan dalam bershalawat
Ada banyak cara untuk memperoleh kekhusyuan dalam membaca shalawat kepada Rasulullah saw, 3 diantaranya yaitu:
1. Niat
Niat adalah dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu. Segala
perbuatan yang kita lakukan harus diniatkan semata-mata untuk mengharap
keridhoan dari Allah swt., bukan mengharapkan pujian atau sanjungan dari
manusia. Begitu pula ketika kita bershalawat kepada Rasulullah saw., niat-
kanlah dengan hati yang tulus dan ikhlas, karena hanya dengan keikhlasan
dan ketulusan hati, shalawat yang kita baca insyaallah akan berpengaruh po- sitif dalam diri kita, dan akan menambah rasa cinta kepada Rasulullah saw.,
serta timbul keinginan untuk meneladani akhlak beliau dalam kehidupan se-
hari-hari.
2. Memilih bacaan shalawat
Dalam bershalawat kepada Rasulullah saw. hendaknya kita memperhatikan bacaan-bacaannya. Pilihlah bacaan shalawat yang sesuai dengan sunnah dan petunjuk Rasul, hindari membaca shalawat yang tidak sesuai dengan sunnah, dan bertentangan dengan kaidah tauhid/keimanan.
Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:
“Barangsiapa bershalawat kepadaku sekali saja, niscaya Allah akan memba- lasnya dengan shalawat sepuluh kali lipat.” (H.R.Al Hakim dan Ibnu Sunni, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-bani dalam Shahihul Jami’).
Demikianlah kedudukan shalawat Nabi saw. dalam agama Islam, sehingga di dalam mengamalkannya pun haruslah dengan petunjuk Nabi Mu- hammad saw. Sebaik-baik shalawat, tentunya yang sesuai dengan petunjuk Nabi saw. dan sejelek-jelek shalawat adalah yang menyalahi petunjuknya. Nabi saw. lebih mengerti shalawat manakah yang paling sesuai untuk diri beliau saw. Adapun bentuk shalawat atas Nabi adalah sebagaimana yang beliau ajarkan. Salah seorang sahabat bertanya tentang bentuk shalawat tersebut, beliau menjawab: Ucapkanlah:
Artinya: “Ya Allah, limpahkan shalawat atas Muhammad dan keluarga
Muhammad.” (H.R. Al-Bukhari No. 6118, Muslim No. 858)
3. Penuh konsentrasi
Dalam membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. hendaknya kita menghadirkan hati dan membacanya dengan penuh konsentrasi. Konsentrasi berarti pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal. Begitu pula ketika kita membaca shalawat, perhatian dan pikiran kita terpusat kepada Rasulullah saw., tidak kepada hal yang lain. Dan agar kita bisa konsentrasi dalam membaca shalawat hendaknya kita memilih tempat dan waktu yang tepat, misalnya di masjid/mushola, setelah/ba’da shalat fardhu, atau ketika shalat tahajud di malam hari.
Cerminan orang-orang yang khusyu dalam membaca shalawatnya kepada Rasulullah Muhammad saw. adalah akan senang dan rindu membaca shalawat kepada nabi Muhammad saw., dan kecintaan terhadap Rasulullah semakin menggelora, kepribadiannya semakin baik, sikapnya semakin bijaksana, arif dan adil, serta tawadhu. Oleh sebab itu, wahai kaum muslimin mari kita tingkatkan kecintaan kita kepada Rasulullah saw. dengan bershalawat kepadanya. Mudah-mudahan Allah swt. senantiasa menunjukkan jalan kebaikan kepada kita.
KECINTAAN MANUSIA
Agus Hermawan, S.Ag
Salah satu nikmat yang Allah swt. berikan kepada manusia adalah adanya perasaan cinta (mahabbah) di dalam hatinya. Cinta merupakan suatu rasa yang diharapkan kehadirannya dalam kehidupan seseorang. Cinta akan mampu merubah sifat dan sikap seseorang dalam waktu yang sangat singkat , cinta juga mampu membuat seseorang melupakan rasa, bahkan karena ada rasa cinta, orang bisa berkorban dan melakukan apa saja demi sesuatu (seseorang) yang dicintainya. Akan tetapi, Islam mengajarkan agar kita dapat menempatkan cinta secara proporsional dan benar. Kita harus membagi cinta untuk Allah dan Rasul-Nya, cinta untuk keluarga, dan cinta untuk bekerja dan berusaha mencari harta yang halal. Dalam Alquran Allah swt. menyebutkan beberapa hal yang menjadi kecintaan manusia sebagai berikut:
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-
apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di
sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (syurga).
(Q.S. Ali Imran : 14)
Macam-macam kecintaan manusia
Berdasarkan ayat ke 14 surat Ali Imran di atas, dapat kita ketahui beberapa jenis kecintaan manusia, yaitu:
1. Cinta terhadap wanita
Wanita ialah makhluk yang Allah swt. ciptakan dengan memiliki berbagai keindahan. Dari ujung rambut sampai ujung kakinya memiliki nuansa syahwat yang dapat memunculkan hasrat kaum lelaki. Islam memandang, cinta terhadap wanita sebagai fitrah bagi manusia (laki-laki) yang harus terpenuhi kebutuhan syahwatnya. Namun Islam telah memberi kan aturan yang jelas, bahwa untuk menyalurkan hasrat terhadap wanita harus melalui proses yang halal yaitu nikah. Bukan dengan jalan “pacaran” apa lagi sampai melakukan perzinahan. Dengan menikah , akan terciptalah ketenangan dan ketentraman dalam hati, terjagalah mata dari melihat wanita yang bukan muhrimnya (ghoddul bashar), akan terbentuklah sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah, sehingga kekhusyuan beribadah kepada Allah swt.pun akan bertambah.
2. Cinta terhadap anak-anak
Anak adalah nikmat dan amanat yang besar yang diberikan Allah swt. kepada kita. Setiap orang yang sudah menikah pasti mendambakan kehadiran sang anak dalam kehidupannya. Anak ialah harta yang paling berharga, yang tidak dapat ditukar dengan uang sebanyak apapun. Anak ialah permata hati yang dapat memberikan kesejukan dan kedamaian, pengobat hati dikala duka, pemberi semangat dikala putus asa hampir menerpa. Sehingga orang yang sangat sayang dan cinta dengan anaknya, akan melakukan apa saja, agar segala kebutuhan anak-anaknya dapat terpenuhi dengan baik dan layak. Perlu kita ingat, bahwa dalam Alquran Allah swt. mengklasifikasikan anak-anak kita kedalam empat golongan, pertama ada anak yang menjadi musuh bagi kedua orang tuanya (Q.S.At Tagaabun: 14), kedua anak yang menjadi fitnah /ujian (Q.S.At Tagaabun: 15), ketiga anak yang menjadi perhiasan kehidupan dunia (Q.S.Al Kahfi: 46), dan keempat anak yang menjadi penyejuk hati/qorrotu a'yun (Q.S.Al Furqon: 74). Tipe anak yang keempat inilah yang menjadi dambaan semua orang tua, yaitu anak yang saleh yang mendoakan kedua orangtuanya.
3. Cinta terhadap harta benda
Harta benda ialah sesuatu yang sangat dicintai oleh manusia. Dalam surat Ali Imran ayat 14 di atas, Allah swt. menyebutkan beberapa harta benda yang dicintai oleh manusia, yaitu: emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, sawah dan ladang. Sungguh menjadi suatu kebanggaan /prestise dalam hidup kalau seseorang itu memiliki harta yang banyak, mobil yang mewah, rumah yang megah, dan uang yang bertumpuk-tumpuk. Orang yang gila harta akan memakai segala cara untuk mendapatkannya, bahkan hal-hal yang haram-pun akan ditempuhnya asalkan harta tersebut dapat dimilikinya.
Islam memandang kita boleh saja mencari harta benda, namun harus dengan cara yang halal dan diridhoi oleh Allah swt. Harta ialah sarana ( jalan) kita untuk beribadah kepada Allah swt. Dengan harta tersebut kita dapat berzakat, berinfak dan bersedekah kepada mereka yang membutuhkan. Membantu yatim piatu, para dhuafa, fakir dan miskin. Sebaliknya harta yang didapat dari jalan yang haram, dan orang-orang yang tidak mau mengeluar- kan zakatnya, maka di hari kiamat nanti harta tersebut (emas dan perak) akan dipanaskan dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi,lambung dan punggung mereka sebagai azab dari Allah swt. (Q.S. Attaubah : 35).
Dalam ajaran Islam, mencintai sesuatu, entah wanita, anak-anak, harta, tahta atau apa saja yang bersifat duniawi, tidaklah dilarang, selama kecintaannya terhadap sesuatu tersebut tidak melebihi cintanya kepada Allah swt. dan Rasul-Nya. Idealnya, kecintaan terbesar seorang muslim adalah cinta kepada Allah swt. Cinta pada selain Allah swt. bisa membuat manusia buta dan tuli . Buta berarti kecintaan akan membuat manusia tidak dapat melihat manfaat dan mudharatnya. Saat seseorang terlalu mencintai sesuatu, ia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya dan tatkala ia telah memilikinya ia tidak mau melepaskannya, ia telah buta terhadap ajaran Allah swt. Tuli berarti tidak mau mendengarkan nasihat dan kebenaran. Cintanya kepada sesuatu membuat ia tidak mau dinasihati.
Imam Ibnul Qoyyim berkata”Barangsiapa yang menyerupakan cintanya kepada Allah swt. dengan cinta manusia kepada manusia seperti jalinan hubungan kemesraan, atau sifat-sifat yang tidak layak lainnya, maka ia adalah orang yang salah dan keji, dia layak dijauhi dan dibenci”.
Maka dari itu cintailah sesuatu itu karena Allah swt. Artinya dasarilah rasa cinta kepada sesuatu itu dengan iman, karena cinta seperti ini adalah cinta yang masyru’ (disyariatkan). Cinta seperti ini akan melahirkan keseimbangan dalam hidup, dan orang itu tidak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Begitulah cinta yang didasari oleh iman akan membawa kemanfaatan bagi dirinya di dunia dan keselamatan di akhirat.
Jangan mencintai sesuatu dengan didaasari oleh hawa nafsu, karena cinta seperti ini adalah cinta ghoir masyru’ (tidak disyariatkan). Karena cinta seperti ini akan melahirkan sikap tidak pernah puas dan cukup. Orang seperti ini hanya akan mendapatkan kenikmatan sesaat dan kesengsaraan yang kekal.
Dan sebagai bahan perenungan, mari kita perhatikan firman Allah swt. dalam surat Attaubah : 24, yang artinya: Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. Wallaahu a’lam bish showab..
Salah satu nikmat yang Allah swt. berikan kepada manusia adalah adanya perasaan cinta (mahabbah) di dalam hatinya. Cinta merupakan suatu rasa yang diharapkan kehadirannya dalam kehidupan seseorang. Cinta akan mampu merubah sifat dan sikap seseorang dalam waktu yang sangat singkat , cinta juga mampu membuat seseorang melupakan rasa, bahkan karena ada rasa cinta, orang bisa berkorban dan melakukan apa saja demi sesuatu (seseorang) yang dicintainya. Akan tetapi, Islam mengajarkan agar kita dapat menempatkan cinta secara proporsional dan benar. Kita harus membagi cinta untuk Allah dan Rasul-Nya, cinta untuk keluarga, dan cinta untuk bekerja dan berusaha mencari harta yang halal. Dalam Alquran Allah swt. menyebutkan beberapa hal yang menjadi kecintaan manusia sebagai berikut:
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-
apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di
sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (syurga).
(Q.S. Ali Imran : 14)
Macam-macam kecintaan manusia
Berdasarkan ayat ke 14 surat Ali Imran di atas, dapat kita ketahui beberapa jenis kecintaan manusia, yaitu:
1. Cinta terhadap wanita
Wanita ialah makhluk yang Allah swt. ciptakan dengan memiliki berbagai keindahan. Dari ujung rambut sampai ujung kakinya memiliki nuansa syahwat yang dapat memunculkan hasrat kaum lelaki. Islam memandang, cinta terhadap wanita sebagai fitrah bagi manusia (laki-laki) yang harus terpenuhi kebutuhan syahwatnya. Namun Islam telah memberi kan aturan yang jelas, bahwa untuk menyalurkan hasrat terhadap wanita harus melalui proses yang halal yaitu nikah. Bukan dengan jalan “pacaran” apa lagi sampai melakukan perzinahan. Dengan menikah , akan terciptalah ketenangan dan ketentraman dalam hati, terjagalah mata dari melihat wanita yang bukan muhrimnya (ghoddul bashar), akan terbentuklah sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah, sehingga kekhusyuan beribadah kepada Allah swt.pun akan bertambah.
2. Cinta terhadap anak-anak
Anak adalah nikmat dan amanat yang besar yang diberikan Allah swt. kepada kita. Setiap orang yang sudah menikah pasti mendambakan kehadiran sang anak dalam kehidupannya. Anak ialah harta yang paling berharga, yang tidak dapat ditukar dengan uang sebanyak apapun. Anak ialah permata hati yang dapat memberikan kesejukan dan kedamaian, pengobat hati dikala duka, pemberi semangat dikala putus asa hampir menerpa. Sehingga orang yang sangat sayang dan cinta dengan anaknya, akan melakukan apa saja, agar segala kebutuhan anak-anaknya dapat terpenuhi dengan baik dan layak. Perlu kita ingat, bahwa dalam Alquran Allah swt. mengklasifikasikan anak-anak kita kedalam empat golongan, pertama ada anak yang menjadi musuh bagi kedua orang tuanya (Q.S.At Tagaabun: 14), kedua anak yang menjadi fitnah /ujian (Q.S.At Tagaabun: 15), ketiga anak yang menjadi perhiasan kehidupan dunia (Q.S.Al Kahfi: 46), dan keempat anak yang menjadi penyejuk hati/qorrotu a'yun (Q.S.Al Furqon: 74). Tipe anak yang keempat inilah yang menjadi dambaan semua orang tua, yaitu anak yang saleh yang mendoakan kedua orangtuanya.
3. Cinta terhadap harta benda
Harta benda ialah sesuatu yang sangat dicintai oleh manusia. Dalam surat Ali Imran ayat 14 di atas, Allah swt. menyebutkan beberapa harta benda yang dicintai oleh manusia, yaitu: emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, sawah dan ladang. Sungguh menjadi suatu kebanggaan /prestise dalam hidup kalau seseorang itu memiliki harta yang banyak, mobil yang mewah, rumah yang megah, dan uang yang bertumpuk-tumpuk. Orang yang gila harta akan memakai segala cara untuk mendapatkannya, bahkan hal-hal yang haram-pun akan ditempuhnya asalkan harta tersebut dapat dimilikinya.
Islam memandang kita boleh saja mencari harta benda, namun harus dengan cara yang halal dan diridhoi oleh Allah swt. Harta ialah sarana ( jalan) kita untuk beribadah kepada Allah swt. Dengan harta tersebut kita dapat berzakat, berinfak dan bersedekah kepada mereka yang membutuhkan. Membantu yatim piatu, para dhuafa, fakir dan miskin. Sebaliknya harta yang didapat dari jalan yang haram, dan orang-orang yang tidak mau mengeluar- kan zakatnya, maka di hari kiamat nanti harta tersebut (emas dan perak) akan dipanaskan dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi,lambung dan punggung mereka sebagai azab dari Allah swt. (Q.S. Attaubah : 35).
Dalam ajaran Islam, mencintai sesuatu, entah wanita, anak-anak, harta, tahta atau apa saja yang bersifat duniawi, tidaklah dilarang, selama kecintaannya terhadap sesuatu tersebut tidak melebihi cintanya kepada Allah swt. dan Rasul-Nya. Idealnya, kecintaan terbesar seorang muslim adalah cinta kepada Allah swt. Cinta pada selain Allah swt. bisa membuat manusia buta dan tuli . Buta berarti kecintaan akan membuat manusia tidak dapat melihat manfaat dan mudharatnya. Saat seseorang terlalu mencintai sesuatu, ia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya dan tatkala ia telah memilikinya ia tidak mau melepaskannya, ia telah buta terhadap ajaran Allah swt. Tuli berarti tidak mau mendengarkan nasihat dan kebenaran. Cintanya kepada sesuatu membuat ia tidak mau dinasihati.
Imam Ibnul Qoyyim berkata”Barangsiapa yang menyerupakan cintanya kepada Allah swt. dengan cinta manusia kepada manusia seperti jalinan hubungan kemesraan, atau sifat-sifat yang tidak layak lainnya, maka ia adalah orang yang salah dan keji, dia layak dijauhi dan dibenci”.
Maka dari itu cintailah sesuatu itu karena Allah swt. Artinya dasarilah rasa cinta kepada sesuatu itu dengan iman, karena cinta seperti ini adalah cinta yang masyru’ (disyariatkan). Cinta seperti ini akan melahirkan keseimbangan dalam hidup, dan orang itu tidak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Begitulah cinta yang didasari oleh iman akan membawa kemanfaatan bagi dirinya di dunia dan keselamatan di akhirat.
Jangan mencintai sesuatu dengan didaasari oleh hawa nafsu, karena cinta seperti ini adalah cinta ghoir masyru’ (tidak disyariatkan). Karena cinta seperti ini akan melahirkan sikap tidak pernah puas dan cukup. Orang seperti ini hanya akan mendapatkan kenikmatan sesaat dan kesengsaraan yang kekal.
Dan sebagai bahan perenungan, mari kita perhatikan firman Allah swt. dalam surat Attaubah : 24, yang artinya: Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. Wallaahu a’lam bish showab..
10 SEBAB DOA TIDAK TERKABUL
Agus Hermawan, S.Ag
SEPULUH SEBAB DOA TIDAK TERKABUL MENURUT IBRAHIM BIN ADHAM
1. Engkau mengenali Allah, tetapi tidak menunaikan hak-Nya
2. Engkau membaca kitab Allah, tetapi tidak mau mempraktikkan isinya
3. Engkau mengaku bermusuhan dengan iblis, tetapi mengikuti tuntunanya
4. Engkau mengaku cinta Rasul, tetapi meninggalkan tingkah laku dan sunnah beliau
5. Engkau mengaku senang surga, tetapitidak berbuat menuju kepadanya
6. Engkau mengaku takut neraka, tetapi tidak mengakhiri perbuatan dosa
7. Engkau mengakui kematian itu hak, tetapi tidak mempersiapkan diri untuk
menghadapinya
8. Engkau asyik meneliti aib-aib orang lain, tetapi melupakan aib-aib dirimu sendiri
9. Engkau makan rezeki Allah, tetapi tidak bersyukur pada-Nya
10.Engkau menguburkan orang-orang, tetapi tidak mengambil pelajaran dari peristiwa
itu.
SEPULUH SEBAB DOA TIDAK TERKABUL MENURUT IBRAHIM BIN ADHAM
1. Engkau mengenali Allah, tetapi tidak menunaikan hak-Nya
2. Engkau membaca kitab Allah, tetapi tidak mau mempraktikkan isinya
3. Engkau mengaku bermusuhan dengan iblis, tetapi mengikuti tuntunanya
4. Engkau mengaku cinta Rasul, tetapi meninggalkan tingkah laku dan sunnah beliau
5. Engkau mengaku senang surga, tetapitidak berbuat menuju kepadanya
6. Engkau mengaku takut neraka, tetapi tidak mengakhiri perbuatan dosa
7. Engkau mengakui kematian itu hak, tetapi tidak mempersiapkan diri untuk
menghadapinya
8. Engkau asyik meneliti aib-aib orang lain, tetapi melupakan aib-aib dirimu sendiri
9. Engkau makan rezeki Allah, tetapi tidak bersyukur pada-Nya
10.Engkau menguburkan orang-orang, tetapi tidak mengambil pelajaran dari peristiwa
itu.
JANGAN TIDAK BERDOA
Agus Hermawan, S.Ag
”Dan telah berfirman Tuhanmu: “Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan permohonanmu..”.(QS. Al Mu’min : 60)
Dan Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran… (QS. Al Baqarah:186). Ayat tersebut memastikan bahwa Allah memperkenankan hamba-Nya berdoa kepada-Nya, dan Allah pasti akan mengabulkan doa tersebut. Oleh sebab itu, jangan tidak berdoa, dan jangan pula sedikit berdoa. Perbanyaklah berdoa. Allah berkenan dengan doa kita dan pasti mengabulkannya.
Di tengah kehidupan yang makin sulit ini, harga kebutuhan pokok naik, kriminalitas meningkat, korupsi merajalela, dan sebagainya, sudah seharusnya kita berpaling kepada Allah swt. dengan memperbanyak doa. Berkaitan dengan kesulitan-kesulitan hidup tersebut, mohonlah sebagian karunia-Nya. Namun demikian, ada syarat yang harus dipenuhi agar doa kita dikabulkan, yakni senantiasa menjalankan hidup dengan kebenaran. Menjalankan hidup dengan benar adalah dengan memenuhi segala perintah-Nya dan beriman kepada-Nya seperti yang disinggung dalam Surat Al Baqarah ayat 186 tersebut.
Memang tidak jarang manusia berpaling dari kehidupan yang benar setelah doanya dikabulkan. Seolah-olah kebahagiaan hidup hanyalah kemudahan di dunia ini saja. Seolah-olah mereka tidak akan lagi berhadapan dengan kesulitan yang sama atau lainnya. Manusia juga sering lupa akan kebahagiaan akhirat kelak.
Seorang hamba seharusnya punya keinginan kuat untuk selalu hidup bahagia di dunia dan akhirat. Keinginan kuat itu bisa terwujud dengan ikhtiar yang kuat pula. Namun, jangan pernah melupakan doa kepada Allah swt. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah mengajarkan kepada orang yang beriman untuk berdoa demi kebaha- giaan hidup di dunia dan akhirat. Doa itu termuat dalam surat Al Baqarah ayat 201, “Rabbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah wafil aakhirati hasanah waqinaa ‘adzaabannaar (Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka).” Keinginan yang kuat untuk dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat, juga harus dibarengi dengan doa yang sungguh-sungguh.
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda tentang permintaan orang yang berdoa. Sabda Rosulullah saw,….”akan tetapi hendaknya ia meyakini dengan apa yang dimintanya.” Ad Dawudi dalam Fath Al Baari menjelaskan makna “meyakini dengan apa yang dimintanya” adalah bahwa manusia yang berdoa itu bersungguh-sungguh dan bersikeras seperti berdoanya seorang fakir yang benar-benar kesusahan.
Dalam hadits riwayat Muslim juga disebutkan hadits Nabi saw.tentang doa yang seharusnya dipanjatkan penuh hasrat dan keinginan. Rasulullah saw. bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian berdoa, maka hendaknya ia membesarkan hasrat dan keinginannya. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang dianggap besar bagi Allah swt.”Doa yang penuh semangat, yakin dan penuh harapan tersebut juga dapat memperkuat ingatan seorang hamba kepada Allah swt.
Adapun hasil dari doa yang kita panjatkan bermacam-macam tergantung kadar keimanannya kepada Allah swt. serta berkaitan pula dengan cara, tempat dan waktu kita berdoa. Ada kalanya doa kita langsung dikabulkan oleh Allah swt, ada juga doa yang ditunda terkabulnya atau terkabul pada waktu-waktu yang akan datang, dan ada juga doa kita yang dikabulkan oleh Allah swt. berupa pemberian lain (tidak sesuai) dengan yang kita minta .
Sahabat Rasulullah saw, Saad bin Abi Waqas, minta petunjuk kepada beliau agar doanya kepada Allah selalu dikabulkan. ''Perbaikilah makanan- mu,'' ujar Rasulullah saw memberi nasihat. Lalu beliau melanjutkan, ''Barangsiapa memakan barang yang halal, maka bersinarlah agamanya, lemah lembut hatinya, dan tiada dinding penghalang antara doanya dan Allah swt. Sebaliknya, barangsiapa memakan barang yang subhat (diragukan kehalalannya), maka gelaplah agamanya dan tertutup hatinya. Barangsiapa memakan barang yang haram, ringanlah agamanya, mati hatinya, lemah keyakinannya dan Allah mengutuknya.''
Nasihat tadi tentu tak hanya untuk Saad bin Abi Waqas, tapi juga untuk seluruh umat Islam. Lebih lagi di saat sekarang ini, apa yang diperingatkan oleh Rasulullah itu sangat penting untuk kita renungkan.
Cobalah perhatikan fenomena umum di sekitar kita. Kehidupan yang kompetitif, serta tuntutan kebutuhan hidup yang melambung tinggi, membuat sebagian orang cenderung memilih jalan pintas dengan tidak memperhatikan soal halal dan haram dalam mendapatkan rezeki. Padahal, dalam Islam diperingatkan bahwa rezeki yang tidak halal pada akhirnya merupakan bencana dan kerugian bagi manusia itu sendiri, yang tidak hanya akan dialami di akhirat nanti.
Rasulullah saw pernah mengisahkan, ''Ada seseorang yang khusuk berdoa kepada Allah. Tetapi, bagaimana Allah akan memperkenankan doanya, sementara yang dimakannya sehari-hari berasal dari harta yang haram, pakaian yang melekat di badannya adalah pakaian yang haram, darah yang mengalir di tubuhnya mengandung zat makanan yang haram, dan ia bergelimang dengan penghasilan yang haram.''
Dalam hadis lain, Rasulullah saw juga menjelaskan bahwa apabila seseorang memasukkan ke dalam rongga mulutnya makanan yang diperoleh melalui jalan yang tidak halal, maka selama empat puluh hari ibadahnya tidak diterima Allah, yakni selama di darahnya mengalir zat-zat makanan yang tidak halal itu.
Selain itu, Rasulullah saw menegaskan sebab lain tertolaknya doa, yaitu apabila kita sudah tidak lagi peduli (apatis) dengan lingkungan di sekitar kita, dengan melalaikan tugas menegakkan kebaikan dan memberantas kemungkaran. Diriwayatkan oleh Aisyah ra: Pada satu ketika Rasulullah saw masuk ke rumah dengan wajah sendu. Beliau terus berwudhu lalu naik ke mimbar, mengucapkan tahmid kepada Allah, lalu beliau bersabda, 'Wahai manusia, sesungguhnya Allah SWT baru saja berfirman kepadaku: wajib bagi kamu sekalian mengajak orang lain kepada kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar. Agar jangan datang satu saat, di mana kamu berdoa tetapi Aku (Allah) tidak menjawab doamu, kamu meminta tetapi Aku tidak kabulkan, kamu memohon pertolongan tetapi Aku tidak memberi pertolongan'.
Demikian Rasulullah saw mengamanatkan kepada sekalian umatnya penyebab tertolaknya doa. Bila doa tidak terjawab lagi, bukan berarti Allah tidak lagi bersifat Maha Pemurah, tetapi manusialah yang mesti mengaca diri. Wallahu a'lam bis shawab.
”Dan telah berfirman Tuhanmu: “Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan permohonanmu..”.(QS. Al Mu’min : 60)
Dan Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran… (QS. Al Baqarah:186). Ayat tersebut memastikan bahwa Allah memperkenankan hamba-Nya berdoa kepada-Nya, dan Allah pasti akan mengabulkan doa tersebut. Oleh sebab itu, jangan tidak berdoa, dan jangan pula sedikit berdoa. Perbanyaklah berdoa. Allah berkenan dengan doa kita dan pasti mengabulkannya.
Di tengah kehidupan yang makin sulit ini, harga kebutuhan pokok naik, kriminalitas meningkat, korupsi merajalela, dan sebagainya, sudah seharusnya kita berpaling kepada Allah swt. dengan memperbanyak doa. Berkaitan dengan kesulitan-kesulitan hidup tersebut, mohonlah sebagian karunia-Nya. Namun demikian, ada syarat yang harus dipenuhi agar doa kita dikabulkan, yakni senantiasa menjalankan hidup dengan kebenaran. Menjalankan hidup dengan benar adalah dengan memenuhi segala perintah-Nya dan beriman kepada-Nya seperti yang disinggung dalam Surat Al Baqarah ayat 186 tersebut.
Memang tidak jarang manusia berpaling dari kehidupan yang benar setelah doanya dikabulkan. Seolah-olah kebahagiaan hidup hanyalah kemudahan di dunia ini saja. Seolah-olah mereka tidak akan lagi berhadapan dengan kesulitan yang sama atau lainnya. Manusia juga sering lupa akan kebahagiaan akhirat kelak.
Seorang hamba seharusnya punya keinginan kuat untuk selalu hidup bahagia di dunia dan akhirat. Keinginan kuat itu bisa terwujud dengan ikhtiar yang kuat pula. Namun, jangan pernah melupakan doa kepada Allah swt. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah mengajarkan kepada orang yang beriman untuk berdoa demi kebaha- giaan hidup di dunia dan akhirat. Doa itu termuat dalam surat Al Baqarah ayat 201, “Rabbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah wafil aakhirati hasanah waqinaa ‘adzaabannaar (Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka).” Keinginan yang kuat untuk dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat, juga harus dibarengi dengan doa yang sungguh-sungguh.
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda tentang permintaan orang yang berdoa. Sabda Rosulullah saw,….”akan tetapi hendaknya ia meyakini dengan apa yang dimintanya.” Ad Dawudi dalam Fath Al Baari menjelaskan makna “meyakini dengan apa yang dimintanya” adalah bahwa manusia yang berdoa itu bersungguh-sungguh dan bersikeras seperti berdoanya seorang fakir yang benar-benar kesusahan.
Dalam hadits riwayat Muslim juga disebutkan hadits Nabi saw.tentang doa yang seharusnya dipanjatkan penuh hasrat dan keinginan. Rasulullah saw. bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian berdoa, maka hendaknya ia membesarkan hasrat dan keinginannya. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang dianggap besar bagi Allah swt.”Doa yang penuh semangat, yakin dan penuh harapan tersebut juga dapat memperkuat ingatan seorang hamba kepada Allah swt.
Adapun hasil dari doa yang kita panjatkan bermacam-macam tergantung kadar keimanannya kepada Allah swt. serta berkaitan pula dengan cara, tempat dan waktu kita berdoa. Ada kalanya doa kita langsung dikabulkan oleh Allah swt, ada juga doa yang ditunda terkabulnya atau terkabul pada waktu-waktu yang akan datang, dan ada juga doa kita yang dikabulkan oleh Allah swt. berupa pemberian lain (tidak sesuai) dengan yang kita minta .
Sahabat Rasulullah saw, Saad bin Abi Waqas, minta petunjuk kepada beliau agar doanya kepada Allah selalu dikabulkan. ''Perbaikilah makanan- mu,'' ujar Rasulullah saw memberi nasihat. Lalu beliau melanjutkan, ''Barangsiapa memakan barang yang halal, maka bersinarlah agamanya, lemah lembut hatinya, dan tiada dinding penghalang antara doanya dan Allah swt. Sebaliknya, barangsiapa memakan barang yang subhat (diragukan kehalalannya), maka gelaplah agamanya dan tertutup hatinya. Barangsiapa memakan barang yang haram, ringanlah agamanya, mati hatinya, lemah keyakinannya dan Allah mengutuknya.''
Nasihat tadi tentu tak hanya untuk Saad bin Abi Waqas, tapi juga untuk seluruh umat Islam. Lebih lagi di saat sekarang ini, apa yang diperingatkan oleh Rasulullah itu sangat penting untuk kita renungkan.
Cobalah perhatikan fenomena umum di sekitar kita. Kehidupan yang kompetitif, serta tuntutan kebutuhan hidup yang melambung tinggi, membuat sebagian orang cenderung memilih jalan pintas dengan tidak memperhatikan soal halal dan haram dalam mendapatkan rezeki. Padahal, dalam Islam diperingatkan bahwa rezeki yang tidak halal pada akhirnya merupakan bencana dan kerugian bagi manusia itu sendiri, yang tidak hanya akan dialami di akhirat nanti.
Rasulullah saw pernah mengisahkan, ''Ada seseorang yang khusuk berdoa kepada Allah. Tetapi, bagaimana Allah akan memperkenankan doanya, sementara yang dimakannya sehari-hari berasal dari harta yang haram, pakaian yang melekat di badannya adalah pakaian yang haram, darah yang mengalir di tubuhnya mengandung zat makanan yang haram, dan ia bergelimang dengan penghasilan yang haram.''
Dalam hadis lain, Rasulullah saw juga menjelaskan bahwa apabila seseorang memasukkan ke dalam rongga mulutnya makanan yang diperoleh melalui jalan yang tidak halal, maka selama empat puluh hari ibadahnya tidak diterima Allah, yakni selama di darahnya mengalir zat-zat makanan yang tidak halal itu.
Selain itu, Rasulullah saw menegaskan sebab lain tertolaknya doa, yaitu apabila kita sudah tidak lagi peduli (apatis) dengan lingkungan di sekitar kita, dengan melalaikan tugas menegakkan kebaikan dan memberantas kemungkaran. Diriwayatkan oleh Aisyah ra: Pada satu ketika Rasulullah saw masuk ke rumah dengan wajah sendu. Beliau terus berwudhu lalu naik ke mimbar, mengucapkan tahmid kepada Allah, lalu beliau bersabda, 'Wahai manusia, sesungguhnya Allah SWT baru saja berfirman kepadaku: wajib bagi kamu sekalian mengajak orang lain kepada kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar. Agar jangan datang satu saat, di mana kamu berdoa tetapi Aku (Allah) tidak menjawab doamu, kamu meminta tetapi Aku tidak kabulkan, kamu memohon pertolongan tetapi Aku tidak memberi pertolongan'.
Demikian Rasulullah saw mengamanatkan kepada sekalian umatnya penyebab tertolaknya doa. Bila doa tidak terjawab lagi, bukan berarti Allah tidak lagi bersifat Maha Pemurah, tetapi manusialah yang mesti mengaca diri. Wallahu a'lam bis shawab.
KHITAN DAN HIKMAHNYA
Agus Hermawan, S.Ag
Khitan adalah memotong kulit yang menutupi kepala penis (bagi laki-laki), dan memotong daging lebih clitoris (bagi perempuan).
Khitan dalam agama Islam berlaku untuk lelaki dan perempuan. Para ulama berbeda pendapat dalam khitan. Menurut mazhab Hanafi, Maliki, salah satu pendapat Imam Syafi'i dan salah satu riwayat Hanbali mengatakan bahwa khitan hukumnya sunnah bagi lelaki dan keutamaan bagi perempuan. Pendapat ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: "Khitan itu sunnah bagi lelaki dan keutamaan bagi wanita" (HR. Baihaqi). Hadis tersebut oleh Baihaqi sendiri diragukan kesahihannya. Kemudian diperkuat dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Ada lima perkara yang termasuk fithrah (di sini diartikan keutamaan dalam agama), yaitu: Khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong/merapikan kuku dan merapikan jenggot/kumis" (HR. Bukhari). Hadis tersebut menyebutkan khitan dalam rentetan perkara yang dianjurkan oleh agama, sehingga mengindikasikan persamaan hukum dari perkara-perkara tersebut, yaitu sunnah.
Pendapat kedua, mazhab Syafi'i dan Hanbali dan Sahnun (dari ulama Malikiyah) mengatakan bahwa khitan hukumnya wajib bagi lelaki dan perempuan. Pendapat ini dilandaskan kepada Ayat yang memerintahkan Nabi Muhammad agar megikuti ajaran Nabi Ibrahim; "Kemudian Aku (Allah) wahyukan kepadamu (Muhammad) agar mengikuti ajaran Ibrahim yang dimuliakan" (QS : An-Nahl : 123), dan termasuk ajaran Nabi Ibrahim adalah berkhitan, sebagaimana dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa "Nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak" (HR. Bukhari). Dalam riwayat Abu Dawud juga terdapat perintah untuk berkhitan. Kemudian ada hadis lain yang menyebutkan: "Apabila dua jenis khitan bertemu, maka telah mewajibkan mandi" (HR. Muslim). Ini menujukkan bahwa khitan terjadi pada lelaki dan perempuan.
Pendapat ketiga, diriwayatkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni, menyatakan bahwa Khitan hukumnya Wajib bagi lelaki dan sunnah bagi perempuan.
Waktu Khitan bagi mazhab Syafi'i dan Hanbali adalah ketika baligh, karena kegunaan Khitan adalah menyempurnakan thaharah (bersuci) dalam beribadah. Namun disunatkan ketika bayi berumur 7 hari, karena Rasulullah telah melaksanakan 'aqiqah dan khitan untuk kedua cucunya Hasan dan Husain di hari ke tujuh.(HR. Baihaqi). Pendapat lain menyatakan bahwa yang utama khitan dilakukan ketika berumur 7 - 10 tahun karena pada saat itu seorang anak mulai diperintahkan menjalankan solat.
Agama-agama samawi selain Islam, Nasrani dan Yahudi sebenarnya juga megajarkan pemeluknya untuk melaksanakan Khitan ini.
Hikmah Khitan:
1. Mubalaghah (tetap menjaga) dalam kebersihan dan kesucian.
2. Membedakan antara Muslim dan non Muslim, sehingga bila hakim melihat
di suatu daerah para laki-laki tidak melaksanakan khitan, maka mereka harus
diperangi agar melaksanakan Syi’ar Islam,
3. Praktik khitan bagi perempuan sebagai kontrol terhadap seksualitas perempuan,
dengan demikian tercipta masyarakat dengan lingkungan jauh dari praktek
maksiat.
4. Ta’at akan perintah Allah dan Rasulnya.
5. Perempuan menjadi lebih iffah, sehingga terpelihara diri dan agamanya.
Khitan adalah memotong kulit yang menutupi kepala penis (bagi laki-laki), dan memotong daging lebih clitoris (bagi perempuan).
Khitan dalam agama Islam berlaku untuk lelaki dan perempuan. Para ulama berbeda pendapat dalam khitan. Menurut mazhab Hanafi, Maliki, salah satu pendapat Imam Syafi'i dan salah satu riwayat Hanbali mengatakan bahwa khitan hukumnya sunnah bagi lelaki dan keutamaan bagi perempuan. Pendapat ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: "Khitan itu sunnah bagi lelaki dan keutamaan bagi wanita" (HR. Baihaqi). Hadis tersebut oleh Baihaqi sendiri diragukan kesahihannya. Kemudian diperkuat dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Ada lima perkara yang termasuk fithrah (di sini diartikan keutamaan dalam agama), yaitu: Khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong/merapikan kuku dan merapikan jenggot/kumis" (HR. Bukhari). Hadis tersebut menyebutkan khitan dalam rentetan perkara yang dianjurkan oleh agama, sehingga mengindikasikan persamaan hukum dari perkara-perkara tersebut, yaitu sunnah.
Pendapat kedua, mazhab Syafi'i dan Hanbali dan Sahnun (dari ulama Malikiyah) mengatakan bahwa khitan hukumnya wajib bagi lelaki dan perempuan. Pendapat ini dilandaskan kepada Ayat yang memerintahkan Nabi Muhammad agar megikuti ajaran Nabi Ibrahim; "Kemudian Aku (Allah) wahyukan kepadamu (Muhammad) agar mengikuti ajaran Ibrahim yang dimuliakan" (QS : An-Nahl : 123), dan termasuk ajaran Nabi Ibrahim adalah berkhitan, sebagaimana dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa "Nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak" (HR. Bukhari). Dalam riwayat Abu Dawud juga terdapat perintah untuk berkhitan. Kemudian ada hadis lain yang menyebutkan: "Apabila dua jenis khitan bertemu, maka telah mewajibkan mandi" (HR. Muslim). Ini menujukkan bahwa khitan terjadi pada lelaki dan perempuan.
Pendapat ketiga, diriwayatkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni, menyatakan bahwa Khitan hukumnya Wajib bagi lelaki dan sunnah bagi perempuan.
Waktu Khitan bagi mazhab Syafi'i dan Hanbali adalah ketika baligh, karena kegunaan Khitan adalah menyempurnakan thaharah (bersuci) dalam beribadah. Namun disunatkan ketika bayi berumur 7 hari, karena Rasulullah telah melaksanakan 'aqiqah dan khitan untuk kedua cucunya Hasan dan Husain di hari ke tujuh.(HR. Baihaqi). Pendapat lain menyatakan bahwa yang utama khitan dilakukan ketika berumur 7 - 10 tahun karena pada saat itu seorang anak mulai diperintahkan menjalankan solat.
Agama-agama samawi selain Islam, Nasrani dan Yahudi sebenarnya juga megajarkan pemeluknya untuk melaksanakan Khitan ini.
Hikmah Khitan:
1. Mubalaghah (tetap menjaga) dalam kebersihan dan kesucian.
2. Membedakan antara Muslim dan non Muslim, sehingga bila hakim melihat
di suatu daerah para laki-laki tidak melaksanakan khitan, maka mereka harus
diperangi agar melaksanakan Syi’ar Islam,
3. Praktik khitan bagi perempuan sebagai kontrol terhadap seksualitas perempuan,
dengan demikian tercipta masyarakat dengan lingkungan jauh dari praktek
maksiat.
4. Ta’at akan perintah Allah dan Rasulnya.
5. Perempuan menjadi lebih iffah, sehingga terpelihara diri dan agamanya.
Jumat, 18 Juni 2010
MU'MIN YANG BERUNTUNG
Agus Hermawan, S.Ag
Mu’min adalah sebutan yang diberikan Allah swt. kepada orang yang beriman. Sebutan yang mulia ini mengandung konsekwensi berupa keyaki- nan, ketaatan dan kepatuhan kepada segala peraturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Bahkan ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh orang yang mengaku dirinya beriman, yaitu: pertama tashdiiqun bilqolbi (meyakini dalam hati), kedua takriirun billisaani (megucapkan deng- an lisan/ bersyahadat), dan ketiga ‘amalun bil arkaani (mengaplikasikan/me- ngamalkan dengan perbuatan). Namun adakalanya orang beriman hanya di bibir saja, sementara perbuatannya mencontoh perilaku orang-orang kafir, adapula yang sama dengan perbuatan binatang, bahkan lebih sesat lagi dari- pada binatang.
Tepatlah apa yang telah disabdakan Nabi, bahwasanya iman manusia itu kadang mengalami peningkatan atau dapat pula mengalami penurunan (yaziidu wa yanqushu). Dan Nabi bersabda pula adakalanya pagi hari orang itu masih beriman, namun sore harinya ia telah kafir, atau pada waktu sore hari ia masih beriman dan pagi harinya sudah kafir, na’uuzubillaah...Inilah potret mu’min yang merugi, karena kadar keimanannya tidak mampu men- jadi cahaya dalam hatinya yang menunjukkan kepada jalan kebenaran dan keselamatan, bahkan sebaliknya yang bersemayam dalam hatinya adalah api kegelapan“thogut” yang menyuruhnya berbuat kejahatan dan keburukan, sehingga tak bisa lagi membedakan mana yang halal dan mana yang haram.
Akan tetapi ada orang mu’min yang beruntung, merekalah yang meng aplikasikan keimanannya dalam amal perbuatan setiap hari, sehingga segala perilakunya berpedoman kepada kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits Nabi Muhammad saw. Bagaimanakah kriteria mu’min yang berun- tung tersebut ? Al-Quran Surat Al-Mu’minun (23) ayat 1-9 memberikan penjelasan kepada kita, bahwa ada enam buah kriteria yang menjadikan orang beriman itu beruntung, yaitu :
1. Khusyuk dalam shalat
Khusyuk artinya terpusat atau tertujunya hati, akal dan pikiran kita hanya kepada Allah swt. ketika mengerjakan shalat, sehingga bacaan dan gerakan shalat kita dapat terkonsentrasikan dengan baik mulai dari takbiratul ihram sampai salam. Rasulullah saw. memberikan kiat-kiat agar shalat khusyuk. Pertama, mengingat kematian ketika dalam shalat. Sabda Rasulullah saw. ”Ingatlah kalian terhadap mati ketika dalam shalat. Sesungguhnya seseorang yang ingat mati dalam shalat, ia akan memperbaiki shalatnya. Jika tidak mengingat kematian diri kalian, niscaya urusan duniawi akan meng- ganggu konsentrasi shalat kalian.” (HR Ad-Dailami)
Kedua, tenang dan seakan-akan melihat Allah swt.. Tahapan kedua jika mushali ingin merasa- kan khusyuk dalam shalat adalah melakukan ketenangan dalam semua gerakan dan bacaan se- hingga merasakan seakan-akan melihat Tuhannya. Ujar Rasul, ”Shalatlah kalian semua dengan tenang seakan-akan kalian melihat Allah di depan kalian. Walaupun kalian tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah melihat kalian semua.” (HR Abu Muhammad Al-Ibrahimi)
Dalam beribadah, seyogianya kita mengingat akan mati di esok hari agar semua ibadah kita terasa khusyuk. Sebaliknya, jika dalam urusan dunia hendaklah kita seakan-akan hidup untuk seribu tahun, agar khusyuk dalam bekerja. Rasulullah saw. telah memerintahkan kepada kita agar khusyuk dalam shalat. Karena dialog interaktif antara kita dan Sang Khalik dapat meng- hasilkan pahala yang memuaskan. Beliau bersabda, ”Apabila salah seorang dari kamu sekalian sedang melaksanakan shalat, sebenarnya ia sedang berdialog dengan Tuhannya. Maka, perhati- kanlah bagaimana cara berdialog itu?” (HR Imam Hakim).
2. Menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna
Mu’min yang beruntung ialah yang dapat menjauhkan dirinya dari segala perbuatan dan perkataan yang sia-sia, yang tidak ada manfaatnya, apalagi perbuatan yang mengandung unsur dosa dan maksiyat, seperti membicarakan aib orang lain, memfitnah, mengadu domba, berdus- ta, menghina dan merendahkan orang lain, berjudi serta meminum khamar atau minuman keras. Perlu digarisbawahi, bahwa diri manusia bisa berpotensi berbuat buruk, namun dapat juga berpotensi berbuat baik (fujuurahaa wa taqwaahaa). Karenanya dengan keimanan yang kokoh serta senantiasa membersihkan hati dan selalu berzikir kepada Allah swt.,serta berteman dengan orang-orang yang soleh, insyaallaah seorang mu’min akan terhindar dari perbuatan dan perka- taan yang tidak baik. Akan tetapi sebaliknya apabila keimanan kita lemah, hati kita kotor, dan sedikit sekali berzikir kepada Allah swt., serta berteman dengan orang- orang yang tidak soleh, maka syetan akan mudah mengoda dan menjerumuskan kita kepada perbuatan dosa dan maksiyat.
Ingatlah ! Iblis dan syetan tidak akan pernah berhenti menggoda dan mengajak manusia untuk berbuat jahat dan dosa. Dengan segala cara dan tipu daya, dan dari segala arah dan penjuru Iblis akan menebar jaring-jaring kemaksiyatan dan mengirim pasukan-pasukannya menjerumuskan anak Adam ke dalam perbuatan dosa kecil maupun dosa besar yang menyebabkan mereka men- jadi kafir dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang akhirnya nanti pada hari kiamat akan menemani mereka di adalam api neraka, na’uuzubillaah..Firman Allah swt.: ”Iblis menjawab, ”Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.”Allah berfirman, ”Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.” Iblis menjawab,”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (Q.S. Al-A’raaf : 14-17)
3. Menunaikan zakat
Suka berzakat juga merupakan kriteria dari mu’min yang beruntung. Betapa tidak ! Karena Allah swt. sangat mencintai orang-orang yang selalu menginfakkan sebahagian rezekinya untuk diserahkan kepada mereka yang berhak (mustahik) sebagai pembersih harta dan jiwanya. Karena sesungguhnya di dalam harta kita terdapat hak-hak fakir miskin, anak-anak yatim dan kaum dhu’afa yang harus kita keluarkan, sebagaimana firman Allah : ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesugguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka”. (Q.S.At-Taubah : 103)
Zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam. Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", ”ber- kembang", "menyucikan", atau "membersihkan". Sedangkan secara terminologi syari’ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan dalam Al-Quran, yaitu: ”Sesunggguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk budak (hamba sahaya), orang-orang yang berutang, dan untuk orang yang berjuang di jalan Allah, dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Alllah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. At-Taubah : 60).
4. Menjaga kemaluannya dari perzinahan
Sudah menjadi fitrah bagi manusia memiliki kecintaan (syahwat) kepada wanita-wanita (Q.S.Ali Imran : 14). Karenanya agar manusia tidak terjerumus ke dalam perzinahan, Islam memberikan tuntunan berupa pernikahan, yaitu bersatunya lelaki dan wanita dalam sebuah akad/ikatan perjanjian yang sah (halal) untuk melakukan hubungan intim dan membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah. Perzinahan merupakan perbuatan dosa besar yang diharamkan oleh Allah swt. Jangankan melakukannya, hal-hal yang mendekatkan kepada perzinahanpun dilarang oleh Allah swt., sebagaimana firman-Nya: ”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Q.S. Al-Israa’:32).
Orang mu’min yang beruntung ialah mereka yang dapat menjaga kemaluannya dari perzinahan. Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita, bahwa bagi para pemuda yang sudah ”mampu” untuk menikah, segeralah menikah, karena menikah itu dapat menahan pandangan mata (dari wanita lain) dan menjaga hati dan pikiran dari hal-hal negatif, akan tetapi bila belum mampu untuk menikah agar memperbanyak puasa sunnah, yang dengan puasa itu diharapkan dapat meredam nafsu syahwat yang muncul serta menjadi benteng dari godaan syetan untuk berbuat zina.
5. Memelihara amanat dan janjinya
Termasuk kriteria mu’min yang beruntung ialah mereka yang memiliki sifat amanah terhadap janjinya dan jabatan yang dipikulnya. Amanah merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Orang yang amanah sangat dicitai oleh Allah swt. dan juga disayangi sesama manusia. Zaman sekarang ini sulit sekali mencari orang-orang yang amanah. Ada orang yang pintar, tetapi cenderung bersifat serakah dan jauh dari amanah (jujur). Sekarang ini kita membutuhkan orang-orang yang pintar ilmunya juga kuat imannya sehingga mereka selalu bersikap amanah dalam menjalankan tugasnya.
Pemimpin yang amanah akan selalu bersikap adil kepada bawahannnya, ia tidak mau memanfaatkan jabatannya dan mengeruk harta sebanyak-banyaknya untuk kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Pengusaha atau pedagang yang amanah akan berlaku adil dan tidak mau mengurangi timbangan dan takaran barang dagangannya. Aparat pemerintah yang amanah akan bekerja dengan sebaik-baiknya membangun bangsa dan tidak mau melakukan korupsi mengambil uang negara yang akhirnya akan menyengsarakan rakyat banyak, dan pasangan suami isteri yang amanah akan selalu menjaga keutuhan rumah tangganya agar terhindar dari permusuhan dan perceraian, serta guru yang amanah akan selalu bersemangat mentransfer ilmu-ilmu yang dimilikinya kepada murid-muridnya dalam rangka mencetak generasi-generasi bangsa yang memiliki kekuatan IMTAK serta kecanggihan IPTEK.
6. Memelihara shalatnya
Termasuk kriteria orang mu’min yang beruntung ialah mereka yang mampu memelihara shalatnya dengan sebaik-baiknya. Memelihara shalat disini maksudnya ialah dapat memelihara waktunya, caranya dan tempatnya. Memelihara waktu shalat artinya shalatnya dikerjakan lima waktu dalam sehari semalam, juga diusahakan dikerjakan pada awal waktunya, tidak diundur-undur karena alasan-alasan yang tidak penting, seperti menonton sinetron, ngerumpi, main catur, mendengarkan musik dan sebagainya. Memelihara cara shalat artinya shalatnya dikerjakan dengan khusyuk, dengan memakai baju yang sopan, suci, bersih dan rapih, serta dikerjakan dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dengan anggota keluarga, teman kerja, murid-murid atau masyarakat sekitar.
Memelihara tempat shalat artinya shalatnya dikerjakan pada tempat yang bersih, suci dari najis, dan diusahakan melaksanakan shalatnya di masjid, karena masjid ialah rumah Allah dan tempat yang terbaik untuk shalat dan bermunajat kepada Allah swt. Bahkan Al Quran menje- laskan hanya orang-orang beriman yang mampu memakmurkan masjid-masjid Allah swt. se- bagaimana firman-Nya: ”Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. At-taubah: 18)
Sangat berbahagia sekali manakala kita dapat mengamalkan keenam kriteria mu’min yang beruntung di atas, karena jaminan bagi mereka ialah akan diwarisi oleh Allah swt. syurga Firdaus sebagai tempat kembali mereka yang kekal abadi di alam akhirat, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya: (10). Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (11) ya’ni yang akan mewarisi Syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Mu’minun : 10-11).
Wallaahu a’lam bishshawaab.
Mu’min adalah sebutan yang diberikan Allah swt. kepada orang yang beriman. Sebutan yang mulia ini mengandung konsekwensi berupa keyaki- nan, ketaatan dan kepatuhan kepada segala peraturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Bahkan ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh orang yang mengaku dirinya beriman, yaitu: pertama tashdiiqun bilqolbi (meyakini dalam hati), kedua takriirun billisaani (megucapkan deng- an lisan/ bersyahadat), dan ketiga ‘amalun bil arkaani (mengaplikasikan/me- ngamalkan dengan perbuatan). Namun adakalanya orang beriman hanya di bibir saja, sementara perbuatannya mencontoh perilaku orang-orang kafir, adapula yang sama dengan perbuatan binatang, bahkan lebih sesat lagi dari- pada binatang.
Tepatlah apa yang telah disabdakan Nabi, bahwasanya iman manusia itu kadang mengalami peningkatan atau dapat pula mengalami penurunan (yaziidu wa yanqushu). Dan Nabi bersabda pula adakalanya pagi hari orang itu masih beriman, namun sore harinya ia telah kafir, atau pada waktu sore hari ia masih beriman dan pagi harinya sudah kafir, na’uuzubillaah...Inilah potret mu’min yang merugi, karena kadar keimanannya tidak mampu men- jadi cahaya dalam hatinya yang menunjukkan kepada jalan kebenaran dan keselamatan, bahkan sebaliknya yang bersemayam dalam hatinya adalah api kegelapan“thogut” yang menyuruhnya berbuat kejahatan dan keburukan, sehingga tak bisa lagi membedakan mana yang halal dan mana yang haram.
Akan tetapi ada orang mu’min yang beruntung, merekalah yang meng aplikasikan keimanannya dalam amal perbuatan setiap hari, sehingga segala perilakunya berpedoman kepada kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits Nabi Muhammad saw. Bagaimanakah kriteria mu’min yang berun- tung tersebut ? Al-Quran Surat Al-Mu’minun (23) ayat 1-9 memberikan penjelasan kepada kita, bahwa ada enam buah kriteria yang menjadikan orang beriman itu beruntung, yaitu :
1. Khusyuk dalam shalat
Khusyuk artinya terpusat atau tertujunya hati, akal dan pikiran kita hanya kepada Allah swt. ketika mengerjakan shalat, sehingga bacaan dan gerakan shalat kita dapat terkonsentrasikan dengan baik mulai dari takbiratul ihram sampai salam. Rasulullah saw. memberikan kiat-kiat agar shalat khusyuk. Pertama, mengingat kematian ketika dalam shalat. Sabda Rasulullah saw. ”Ingatlah kalian terhadap mati ketika dalam shalat. Sesungguhnya seseorang yang ingat mati dalam shalat, ia akan memperbaiki shalatnya. Jika tidak mengingat kematian diri kalian, niscaya urusan duniawi akan meng- ganggu konsentrasi shalat kalian.” (HR Ad-Dailami)
Kedua, tenang dan seakan-akan melihat Allah swt.. Tahapan kedua jika mushali ingin merasa- kan khusyuk dalam shalat adalah melakukan ketenangan dalam semua gerakan dan bacaan se- hingga merasakan seakan-akan melihat Tuhannya. Ujar Rasul, ”Shalatlah kalian semua dengan tenang seakan-akan kalian melihat Allah di depan kalian. Walaupun kalian tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah melihat kalian semua.” (HR Abu Muhammad Al-Ibrahimi)
Dalam beribadah, seyogianya kita mengingat akan mati di esok hari agar semua ibadah kita terasa khusyuk. Sebaliknya, jika dalam urusan dunia hendaklah kita seakan-akan hidup untuk seribu tahun, agar khusyuk dalam bekerja. Rasulullah saw. telah memerintahkan kepada kita agar khusyuk dalam shalat. Karena dialog interaktif antara kita dan Sang Khalik dapat meng- hasilkan pahala yang memuaskan. Beliau bersabda, ”Apabila salah seorang dari kamu sekalian sedang melaksanakan shalat, sebenarnya ia sedang berdialog dengan Tuhannya. Maka, perhati- kanlah bagaimana cara berdialog itu?” (HR Imam Hakim).
2. Menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna
Mu’min yang beruntung ialah yang dapat menjauhkan dirinya dari segala perbuatan dan perkataan yang sia-sia, yang tidak ada manfaatnya, apalagi perbuatan yang mengandung unsur dosa dan maksiyat, seperti membicarakan aib orang lain, memfitnah, mengadu domba, berdus- ta, menghina dan merendahkan orang lain, berjudi serta meminum khamar atau minuman keras. Perlu digarisbawahi, bahwa diri manusia bisa berpotensi berbuat buruk, namun dapat juga berpotensi berbuat baik (fujuurahaa wa taqwaahaa). Karenanya dengan keimanan yang kokoh serta senantiasa membersihkan hati dan selalu berzikir kepada Allah swt.,serta berteman dengan orang-orang yang soleh, insyaallaah seorang mu’min akan terhindar dari perbuatan dan perka- taan yang tidak baik. Akan tetapi sebaliknya apabila keimanan kita lemah, hati kita kotor, dan sedikit sekali berzikir kepada Allah swt., serta berteman dengan orang- orang yang tidak soleh, maka syetan akan mudah mengoda dan menjerumuskan kita kepada perbuatan dosa dan maksiyat.
Ingatlah ! Iblis dan syetan tidak akan pernah berhenti menggoda dan mengajak manusia untuk berbuat jahat dan dosa. Dengan segala cara dan tipu daya, dan dari segala arah dan penjuru Iblis akan menebar jaring-jaring kemaksiyatan dan mengirim pasukan-pasukannya menjerumuskan anak Adam ke dalam perbuatan dosa kecil maupun dosa besar yang menyebabkan mereka men- jadi kafir dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang akhirnya nanti pada hari kiamat akan menemani mereka di adalam api neraka, na’uuzubillaah..Firman Allah swt.: ”Iblis menjawab, ”Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.”Allah berfirman, ”Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.” Iblis menjawab,”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (Q.S. Al-A’raaf : 14-17)
3. Menunaikan zakat
Suka berzakat juga merupakan kriteria dari mu’min yang beruntung. Betapa tidak ! Karena Allah swt. sangat mencintai orang-orang yang selalu menginfakkan sebahagian rezekinya untuk diserahkan kepada mereka yang berhak (mustahik) sebagai pembersih harta dan jiwanya. Karena sesungguhnya di dalam harta kita terdapat hak-hak fakir miskin, anak-anak yatim dan kaum dhu’afa yang harus kita keluarkan, sebagaimana firman Allah : ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesugguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka”. (Q.S.At-Taubah : 103)
Zakat adalah rukun ketiga dari rukun Islam. Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", ”ber- kembang", "menyucikan", atau "membersihkan". Sedangkan secara terminologi syari’ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan dalam Al-Quran, yaitu: ”Sesunggguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk budak (hamba sahaya), orang-orang yang berutang, dan untuk orang yang berjuang di jalan Allah, dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Alllah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. At-Taubah : 60).
4. Menjaga kemaluannya dari perzinahan
Sudah menjadi fitrah bagi manusia memiliki kecintaan (syahwat) kepada wanita-wanita (Q.S.Ali Imran : 14). Karenanya agar manusia tidak terjerumus ke dalam perzinahan, Islam memberikan tuntunan berupa pernikahan, yaitu bersatunya lelaki dan wanita dalam sebuah akad/ikatan perjanjian yang sah (halal) untuk melakukan hubungan intim dan membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah warohmah. Perzinahan merupakan perbuatan dosa besar yang diharamkan oleh Allah swt. Jangankan melakukannya, hal-hal yang mendekatkan kepada perzinahanpun dilarang oleh Allah swt., sebagaimana firman-Nya: ”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Q.S. Al-Israa’:32).
Orang mu’min yang beruntung ialah mereka yang dapat menjaga kemaluannya dari perzinahan. Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita, bahwa bagi para pemuda yang sudah ”mampu” untuk menikah, segeralah menikah, karena menikah itu dapat menahan pandangan mata (dari wanita lain) dan menjaga hati dan pikiran dari hal-hal negatif, akan tetapi bila belum mampu untuk menikah agar memperbanyak puasa sunnah, yang dengan puasa itu diharapkan dapat meredam nafsu syahwat yang muncul serta menjadi benteng dari godaan syetan untuk berbuat zina.
5. Memelihara amanat dan janjinya
Termasuk kriteria mu’min yang beruntung ialah mereka yang memiliki sifat amanah terhadap janjinya dan jabatan yang dipikulnya. Amanah merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Orang yang amanah sangat dicitai oleh Allah swt. dan juga disayangi sesama manusia. Zaman sekarang ini sulit sekali mencari orang-orang yang amanah. Ada orang yang pintar, tetapi cenderung bersifat serakah dan jauh dari amanah (jujur). Sekarang ini kita membutuhkan orang-orang yang pintar ilmunya juga kuat imannya sehingga mereka selalu bersikap amanah dalam menjalankan tugasnya.
Pemimpin yang amanah akan selalu bersikap adil kepada bawahannnya, ia tidak mau memanfaatkan jabatannya dan mengeruk harta sebanyak-banyaknya untuk kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Pengusaha atau pedagang yang amanah akan berlaku adil dan tidak mau mengurangi timbangan dan takaran barang dagangannya. Aparat pemerintah yang amanah akan bekerja dengan sebaik-baiknya membangun bangsa dan tidak mau melakukan korupsi mengambil uang negara yang akhirnya akan menyengsarakan rakyat banyak, dan pasangan suami isteri yang amanah akan selalu menjaga keutuhan rumah tangganya agar terhindar dari permusuhan dan perceraian, serta guru yang amanah akan selalu bersemangat mentransfer ilmu-ilmu yang dimilikinya kepada murid-muridnya dalam rangka mencetak generasi-generasi bangsa yang memiliki kekuatan IMTAK serta kecanggihan IPTEK.
6. Memelihara shalatnya
Termasuk kriteria orang mu’min yang beruntung ialah mereka yang mampu memelihara shalatnya dengan sebaik-baiknya. Memelihara shalat disini maksudnya ialah dapat memelihara waktunya, caranya dan tempatnya. Memelihara waktu shalat artinya shalatnya dikerjakan lima waktu dalam sehari semalam, juga diusahakan dikerjakan pada awal waktunya, tidak diundur-undur karena alasan-alasan yang tidak penting, seperti menonton sinetron, ngerumpi, main catur, mendengarkan musik dan sebagainya. Memelihara cara shalat artinya shalatnya dikerjakan dengan khusyuk, dengan memakai baju yang sopan, suci, bersih dan rapih, serta dikerjakan dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dengan anggota keluarga, teman kerja, murid-murid atau masyarakat sekitar.
Memelihara tempat shalat artinya shalatnya dikerjakan pada tempat yang bersih, suci dari najis, dan diusahakan melaksanakan shalatnya di masjid, karena masjid ialah rumah Allah dan tempat yang terbaik untuk shalat dan bermunajat kepada Allah swt. Bahkan Al Quran menje- laskan hanya orang-orang beriman yang mampu memakmurkan masjid-masjid Allah swt. se- bagaimana firman-Nya: ”Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. At-taubah: 18)
Sangat berbahagia sekali manakala kita dapat mengamalkan keenam kriteria mu’min yang beruntung di atas, karena jaminan bagi mereka ialah akan diwarisi oleh Allah swt. syurga Firdaus sebagai tempat kembali mereka yang kekal abadi di alam akhirat, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya: (10). Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (11) ya’ni yang akan mewarisi Syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Mu’minun : 10-11).
Wallaahu a’lam bishshawaab.
BERINTERAKSI DENGAN AL QURAN
Agus Hermawan, S.Ag
“ Alif laam miim (1) Kitab (Al –Quran) ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa(2)”. (Q.S. Al Baqarah : 1-2)
Sesungguhnya tiada nikmat yang paling berharga dalam kehidupan ini selain nikmat keimanan. Dan sesungguhnya nilai takwa merupakan buah dan natijah dari keimanan. Untuk itu, marilah kita hiasi perjalanan hidup ini dengan indahnya nilai-nilai ketakwaan. Kemuliaan seseorang diukur dari sifat taqwanya, dan ketaqwaan itulah sesungguhnya yang dapat me- mengangkat martabat insan ke arah kemuliaan dan kecemerlangan.
Orang yang bertakwa tak pernah terpisah hidupnya dari Al-Quran. Lidahnya senantiasa basah dengan bacaan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati- nya bergetar ketika menghayati dan merenungkan ungkapan ayat-ayat suci Al-Quran. Dia berfikir dan menerjemahkan cetusan pemikiran berlandas- kan ajaran Al-Quran, sehingga ilmunya, hasil pemikirannya memancarkan manfaat dan kebaikan kepada orang lain.
Adapun permasalahannya adalah bagaimanakah kita berinteraksi atau bermuamalah dengan kitab yang menjadi pusaka yang diwarisi oleh Nabi Muhammad saw. ini. Apakah kitab petunjuk ini hanya dijadikan sebagai sekedar hiasan. Jika demikian kita akan ditamsilkan seperti unta yang mati kehausan di padang pasir, sedangkan ada air yang terpikul di belakangnya. Samalah seperti yang pernah diumpamakan oleh Hasan Al-Banna bahwa orang Islam yang tidak menghayati dan mengamalkan ajaran Al-Quran, seperti orang yang membawa lampu suluh di malam hari tetapi dia tidak pandai untuk menggunakannya.
Ada enam cara untuk berinteraksi dengan Al-Quran, yang disingkat dengan sebutan 6 T, yaitu: tilawah (membaca), tadabbur (memahami), tahfidz (menghafal), tanfidz (mengamalkan), ta’lim wa ta’allum (mengajar dan belajar), dan tahkim (menjadikan pedoman dan sumber hukum).
1. Tilawah (membaca)
Cara pertama untuk berintraksi dengan Al-Quran ialah dengan memba- canya setiap hari. Dengan membaca Al-Quran selain akan mendapatkan pahala yang sangat banyak, juga hati akan menjadi tenang dan tentram. Orang yang suka membaca Al-Quran akan mendapat rahmat dari Allah swt. sehingga hidupnya akan terbimbing oleh cahaya keimanan yang dapat membedakan antara yang halal dan haram, serta menunjukkan jalan kebe- naran yang membawa keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhi- rat. Bahkan, pada hari kiamat nanti Al-Quran akan memberikan syafaat bagi orang-orang yang suka membacanya, sebagaimana hadits nabi Mu- hammad saw. ”Bacalah Al-Quran, karena ia akan datang di hari kiamat menjadi penolong bagi orang yang membacanya” (H.R. Muslim)
2. Tadabbur (memahami / mengkaji makna Al-Quran)
Setelah kita dapat membiasakan diri untuk selalu tilawah Al-Quran, maka hendakya kita juga bersungguh-sungguh dalam mentadabburi setiap ayat yang terdapat di dalamnya, karena ada sebagian dari ummat Islam yang hanya sekedar memburu pahala membacanya saja, tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, sehingga terkadang perbuatan mere- ka sehari-hari tidak sesuai dengan petunjuk Al-Quran.
3. Tahfidz
Al-Quran adalah kitab suci yang ayat-ayatnya mudah untuk dihafalkan dan diingat oleh manusia (Q.S. Al Qomar : 17). Setiap individu muslim hendaknya berusaha untuk menghafalkan Al-Quran menurut kemampuan- nya. Dengan menghafal Al-Quran, selain bernilai ibadah, maka akan me- nambah kecintaan kita kepada Al-Quran, serta akan dimuliakan oleh Allah swt. di dunia dan di akhirat. Dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Seseorang yang ahli didalam Al-Quran akan berada dikalangan malaikat-malaikat pencatat yang mulia dan lurus, dan seseorang yang tidak lancar (tersendat-sendat) didalam membaca Al-Quran sedang ia bersusah payah mempelajarinya, akan mendapat ganjaran dua kali lipat." (H.R. Bu- khari, Nasai,Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
4. Tanfidz (mengamalkan Al-Quran)
Hal yang amat penting yang menjadi kewajiban kita terhadap Al-Quran ialah dengan mengamalkan ajaran dan nilai-nilai Al-Quran dalam menjala- ni kehidupan. Hukum-hukum yang diajarkan oleh Al-Quran adalah: kewa- jiban shalat lima waktu, berzakat, puasa, haji, berakhlak mulia seperti jujur, amanah, menepati janji, tidak berprasangka dan menyalahgunakan nikmat lidah untuk mengumpat, menghina atau memfitnah. Semua ini merupakan ajaran Al-Quran yang dengan mengamalkannya niscaya insan akan selamat di dunia dan di akhirat.
5. Ta’lim wa Ta’allum (mengajar dan belajar Al-Quran)
Setiap kita hendaklah menjadikan Al-Quran sebagai sahabat karib, teman berinteraksi dan guru petunjuk dalam mengarungi kehidupan. Bagi yang belum mampu membaca ayat-ayat suci maka mereka perlulah memu- lai mempelajari bacaan dan peraturan-peraturan bacaannya sehingga me- nguasainya dengan baik. Dalam berapapun usia kita, Al-Quran wajib untuk dipelajari baik bacaan maupun ajarannya. Sesungguhnya tiada bata- san usia untuk seseorang itu belajar dan mempelajari Al-Quran. Kita tidak perlu malu untuk belajar membaca Al-Quran dalam usia yang telah lanjut, karena yang penting kita perlu mampu membaca Al-Quran ini sebelum kita semua bertemu dengan Allah swt. Bahkan orang yang mau belajar dan mengajarkan Al-Quran sangat dimuliakan oleh Allah swt. Nabi Muham- mad saw. bersabda : ”Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya”. (H.R. Bukhari)
6. Tahkim (menjadikan pedoman/sumber hukum)
Al-Quran merupakan petunjuk (hudan) bagi seluruh umat manusia , ia merupakan sumber hukum atau Undang-undang yang harus ditaati dan dipatuhi, ia juga merupakan pedoman hidup yang menuntun manusia ke jalan yang benar dan lurus. Seluruh peri kehidupan kita haruslah bersan- dar pada Al-Quran. Dalam bidang ekonomi, bersandarlah dengan Al-Quran, seperti : menunaikan zakat, menjauhi perniagaan berasaskan riba, tidak boros, tidak menipu dan menanamkan nilai kasih sayang dalam uru- san niaga kita . Dalam bidang sosialpun kita haruslah bersandar pada Al-Quran, seperti: cinta kedamaian, berkerjasama, bertoleransi, menghormati hak tetangga, tidak mementingkan diri sendiri, tidak merampas hak orang lain dan tidak menganiaya atau menzalimi orang lain.
Demikianlah enam cara berinteraksi dengan Al-Quran, semoga dapat kita amalkan dalam kehidupan. Di bawah naungan Al-Quran, niscaya kita dapat meraih kedamaian, kesejahteraan dan ketenangan.
“ Alif laam miim (1) Kitab (Al –Quran) ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa(2)”. (Q.S. Al Baqarah : 1-2)
Sesungguhnya tiada nikmat yang paling berharga dalam kehidupan ini selain nikmat keimanan. Dan sesungguhnya nilai takwa merupakan buah dan natijah dari keimanan. Untuk itu, marilah kita hiasi perjalanan hidup ini dengan indahnya nilai-nilai ketakwaan. Kemuliaan seseorang diukur dari sifat taqwanya, dan ketaqwaan itulah sesungguhnya yang dapat me- mengangkat martabat insan ke arah kemuliaan dan kecemerlangan.
Orang yang bertakwa tak pernah terpisah hidupnya dari Al-Quran. Lidahnya senantiasa basah dengan bacaan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati- nya bergetar ketika menghayati dan merenungkan ungkapan ayat-ayat suci Al-Quran. Dia berfikir dan menerjemahkan cetusan pemikiran berlandas- kan ajaran Al-Quran, sehingga ilmunya, hasil pemikirannya memancarkan manfaat dan kebaikan kepada orang lain.
Adapun permasalahannya adalah bagaimanakah kita berinteraksi atau bermuamalah dengan kitab yang menjadi pusaka yang diwarisi oleh Nabi Muhammad saw. ini. Apakah kitab petunjuk ini hanya dijadikan sebagai sekedar hiasan. Jika demikian kita akan ditamsilkan seperti unta yang mati kehausan di padang pasir, sedangkan ada air yang terpikul di belakangnya. Samalah seperti yang pernah diumpamakan oleh Hasan Al-Banna bahwa orang Islam yang tidak menghayati dan mengamalkan ajaran Al-Quran, seperti orang yang membawa lampu suluh di malam hari tetapi dia tidak pandai untuk menggunakannya.
Ada enam cara untuk berinteraksi dengan Al-Quran, yang disingkat dengan sebutan 6 T, yaitu: tilawah (membaca), tadabbur (memahami), tahfidz (menghafal), tanfidz (mengamalkan), ta’lim wa ta’allum (mengajar dan belajar), dan tahkim (menjadikan pedoman dan sumber hukum).
1. Tilawah (membaca)
Cara pertama untuk berintraksi dengan Al-Quran ialah dengan memba- canya setiap hari. Dengan membaca Al-Quran selain akan mendapatkan pahala yang sangat banyak, juga hati akan menjadi tenang dan tentram. Orang yang suka membaca Al-Quran akan mendapat rahmat dari Allah swt. sehingga hidupnya akan terbimbing oleh cahaya keimanan yang dapat membedakan antara yang halal dan haram, serta menunjukkan jalan kebe- naran yang membawa keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhi- rat. Bahkan, pada hari kiamat nanti Al-Quran akan memberikan syafaat bagi orang-orang yang suka membacanya, sebagaimana hadits nabi Mu- hammad saw. ”Bacalah Al-Quran, karena ia akan datang di hari kiamat menjadi penolong bagi orang yang membacanya” (H.R. Muslim)
2. Tadabbur (memahami / mengkaji makna Al-Quran)
Setelah kita dapat membiasakan diri untuk selalu tilawah Al-Quran, maka hendakya kita juga bersungguh-sungguh dalam mentadabburi setiap ayat yang terdapat di dalamnya, karena ada sebagian dari ummat Islam yang hanya sekedar memburu pahala membacanya saja, tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, sehingga terkadang perbuatan mere- ka sehari-hari tidak sesuai dengan petunjuk Al-Quran.
3. Tahfidz
Al-Quran adalah kitab suci yang ayat-ayatnya mudah untuk dihafalkan dan diingat oleh manusia (Q.S. Al Qomar : 17). Setiap individu muslim hendaknya berusaha untuk menghafalkan Al-Quran menurut kemampuan- nya. Dengan menghafal Al-Quran, selain bernilai ibadah, maka akan me- nambah kecintaan kita kepada Al-Quran, serta akan dimuliakan oleh Allah swt. di dunia dan di akhirat. Dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Seseorang yang ahli didalam Al-Quran akan berada dikalangan malaikat-malaikat pencatat yang mulia dan lurus, dan seseorang yang tidak lancar (tersendat-sendat) didalam membaca Al-Quran sedang ia bersusah payah mempelajarinya, akan mendapat ganjaran dua kali lipat." (H.R. Bu- khari, Nasai,Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
4. Tanfidz (mengamalkan Al-Quran)
Hal yang amat penting yang menjadi kewajiban kita terhadap Al-Quran ialah dengan mengamalkan ajaran dan nilai-nilai Al-Quran dalam menjala- ni kehidupan. Hukum-hukum yang diajarkan oleh Al-Quran adalah: kewa- jiban shalat lima waktu, berzakat, puasa, haji, berakhlak mulia seperti jujur, amanah, menepati janji, tidak berprasangka dan menyalahgunakan nikmat lidah untuk mengumpat, menghina atau memfitnah. Semua ini merupakan ajaran Al-Quran yang dengan mengamalkannya niscaya insan akan selamat di dunia dan di akhirat.
5. Ta’lim wa Ta’allum (mengajar dan belajar Al-Quran)
Setiap kita hendaklah menjadikan Al-Quran sebagai sahabat karib, teman berinteraksi dan guru petunjuk dalam mengarungi kehidupan. Bagi yang belum mampu membaca ayat-ayat suci maka mereka perlulah memu- lai mempelajari bacaan dan peraturan-peraturan bacaannya sehingga me- nguasainya dengan baik. Dalam berapapun usia kita, Al-Quran wajib untuk dipelajari baik bacaan maupun ajarannya. Sesungguhnya tiada bata- san usia untuk seseorang itu belajar dan mempelajari Al-Quran. Kita tidak perlu malu untuk belajar membaca Al-Quran dalam usia yang telah lanjut, karena yang penting kita perlu mampu membaca Al-Quran ini sebelum kita semua bertemu dengan Allah swt. Bahkan orang yang mau belajar dan mengajarkan Al-Quran sangat dimuliakan oleh Allah swt. Nabi Muham- mad saw. bersabda : ”Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya”. (H.R. Bukhari)
6. Tahkim (menjadikan pedoman/sumber hukum)
Al-Quran merupakan petunjuk (hudan) bagi seluruh umat manusia , ia merupakan sumber hukum atau Undang-undang yang harus ditaati dan dipatuhi, ia juga merupakan pedoman hidup yang menuntun manusia ke jalan yang benar dan lurus. Seluruh peri kehidupan kita haruslah bersan- dar pada Al-Quran. Dalam bidang ekonomi, bersandarlah dengan Al-Quran, seperti : menunaikan zakat, menjauhi perniagaan berasaskan riba, tidak boros, tidak menipu dan menanamkan nilai kasih sayang dalam uru- san niaga kita . Dalam bidang sosialpun kita haruslah bersandar pada Al-Quran, seperti: cinta kedamaian, berkerjasama, bertoleransi, menghormati hak tetangga, tidak mementingkan diri sendiri, tidak merampas hak orang lain dan tidak menganiaya atau menzalimi orang lain.
Demikianlah enam cara berinteraksi dengan Al-Quran, semoga dapat kita amalkan dalam kehidupan. Di bawah naungan Al-Quran, niscaya kita dapat meraih kedamaian, kesejahteraan dan ketenangan.
BERTAUBAT KEPADA ALLAH
Agus Hermawan
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung” (QS. An Nur : 31)
Dalam surat Asy Syams ayat 8 Allah swt. menjelaskan bahwasanya manu- sia mempunyai dua buah potensi dalam dirinya, yaitu potensi fujuur dan po- tensi takwa. Potensi fujuur artinya manusia dapat berperan menjadi orang-orang yang buruk, jahat dan suka berbuat maksiat, sedangkan potensi takwa ialah sebuah kondisi dimana manusia dapat berperan menjadi orang-orang yang selalu berbuat baik, bijak dan cinta beribadah. Kemudian pada ayat ke 9 dan 10 surat Asy Syams tersebut Allah swt. melanjutkan: akan beruntunglah manusia-manusia yang menjaga hati dan jiwanya dari berbagai perbuatan dosa dan maksiat, serta selalu mengisi hati dan jiwanya dengan iman dan amal soleh yang teraplikasi dalam bentuk ibadah sehari-hari , namun meru- gilah manusia-manusia yang selalu mengotori hati dan jiwanya dengan per- buatan dosa dan maksiat, serta tidak berusaha untuk bertaubat dan kembali ke jalan Allah swt.
Al Quran mengajarkan kepada kita, bahwasanya Allah swt. Maha Pengam pun dan Pemaaf atas dosa-dosa yang diperbuat oleh manusia. Oleh karena- nya manakala manusia khilaf berbuat dosa dan kesalahan, ada jalan bagi me- reka untuk memperbaiki diri yaitu dengan bertaubat sungguh-sungguh kepa- da Allah swt. (taubat nasuha). Al Quran mengajarkan kita tidak boleh berpu- tus asa dari rahmat Allah. Walau dosa kita sebesar gunung, seluas langit dan bumi atau sedalam lautan, jika kita datang kepada Allah dengan hati yang tulus, ikhlas dan penuh harap akan ampunan Allah, niscaya Allah swt. akan memberikan ampunanNya kepada kita.
Cara bertaubat kepada Allah swt.
Dalam QS. Ali Imran ayat 135 Allah swt. menjelaskan kepada kita bagai- mana cara kita bertobat kepada Allah swt. sebagaimana firman-Nya:”Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau mengania- ya dirinya sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”.
Berdasarkan ayat ke 135 surat Ali Imran di atas, maka ada tiga cara bertaubat kepada Allah swt., yaitu:
1. Dzikrullaah (ingat kepada Allah)
Orang yang melakukan perbuatan dosa pada hakikatnya dia telah melupa- kan Allah dari hatinya. Orang yang sedang berzina, mencuri, menganiaya orang lain, korupsi, memakan dan meminum barang yang haram, pada saat itu iblislah yang menguasai hati dan akalnya, sehingga tertutuplah cahaya kebenaran dalam hati nuraninya. Maka ketika asma Allah masuk ke dalam hatinya saat itu pula iblis lari dari hatinya dan terbukalah kesadaran fitrahnya menyesali perbuatan yang telah dilakukannya.
2. Istighfar (mohon ampun kepada Allah)
Cara kedua bertaubat kepada Allah swt. yaitu banyak mengucapkan istigh- far kepada Allah swt. dengan hati yang tulus dan ikhlas memohon supaya Allah swt. mengampuni segala dosa-dosa dan kesalahan yang kita perbuat. Istighfar yang kita ucapkan, hendaknya benar-benar keluar dari lubuk hati yang paling dalam, diucapkan perlahan-lahan dan diulang sebanyak-banyaknya. Nabi Muham- mad saw. dalam hal ini mencontohkan bahwa beliau walaupun sudah menda- patkan jaminan syurga dari Allah swt. beristighfar kepada Allah swt. seba- nyak seratus kali setiap harinya, sebagaimana hadits berikut ini : “Sungguh hatiku didera kerinduan yang sangat dalam, sehingga aku beristighfar seratus kali setiap hari.” (HR. Muslim).
Beristighfar kepada Allah swt. selain berfungsi sebagai permohonan ampun, juga banyak mendatangkan manfaat untuk orang-orang yang selalu mendawamkan membacanya (apalagi pada waktu sahur), sebagaimana pen- jelasan hadits berikut: "Barang siapa memperbanyak istighfar, maka akan diberi kelapangan dalam setiap kesusahan dan jalan keluar dari kesempitan. Dan dianugerahi rezeki dari jalan yang tiada disangka-sangka.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i). Juga diterangkan kemuliaan istighfar dalam QS. Nuh ayat 10 – 12, yaitu: “Maka aku katakan kepada mereka : “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun (10), niscaya Ia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat (11), dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan menga- dakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(12)
3. Tidak meneruskan perbuatan keji
Setelah kita mengingat Allah swt. dan beristighfar disaat khilaf berbuat dosa, maka cara yang ketiga dari bertaubat kepada Allah ialah kita berjanji dan berazam kepada diri sendiri dan kepada Allah untuk tidak meneruskan atau mengulangi lagi perbuatan dosa yang sama pada waktu-waktu yang lain.
Inilah makna taubat nasuha yang sesungguhnya. Kalau sudah bertaubat, teta- pi masih mengulangi lagi perbuatan dosanya maka sama saja dia memper- mainkan Allah swt., sebagaimana disebutkan dalam hadits Dari Ibnu Abbas r.a. diriwayatkan, ia berkata: “orang yang beristighfar kepada Allah swt. dari suatu dosa sementara ia masih terus menajalankan dosa itu maka ia seperti orang yang sedang mengejek Rabbnya!”
Syarat-syarat Taubat
Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu terjadi 4n bantara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak manusia maka ada
tiga syarat taubat :
1. Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut
2. Menyesali perbuatannya
3. Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah. Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu diterima dengan empat syarat .Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keem- pat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan.
Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya. Jika berupa ghibah (menggun- jing), maka ia harus memo hon maaf. Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa.
Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah, dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Allah menyeru kita untuk ber- taubat dan beristighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima taubat kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta meng- ampuni dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Amin.
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung” (QS. An Nur : 31)
Dalam surat Asy Syams ayat 8 Allah swt. menjelaskan bahwasanya manu- sia mempunyai dua buah potensi dalam dirinya, yaitu potensi fujuur dan po- tensi takwa. Potensi fujuur artinya manusia dapat berperan menjadi orang-orang yang buruk, jahat dan suka berbuat maksiat, sedangkan potensi takwa ialah sebuah kondisi dimana manusia dapat berperan menjadi orang-orang yang selalu berbuat baik, bijak dan cinta beribadah. Kemudian pada ayat ke 9 dan 10 surat Asy Syams tersebut Allah swt. melanjutkan: akan beruntunglah manusia-manusia yang menjaga hati dan jiwanya dari berbagai perbuatan dosa dan maksiat, serta selalu mengisi hati dan jiwanya dengan iman dan amal soleh yang teraplikasi dalam bentuk ibadah sehari-hari , namun meru- gilah manusia-manusia yang selalu mengotori hati dan jiwanya dengan per- buatan dosa dan maksiat, serta tidak berusaha untuk bertaubat dan kembali ke jalan Allah swt.
Al Quran mengajarkan kepada kita, bahwasanya Allah swt. Maha Pengam pun dan Pemaaf atas dosa-dosa yang diperbuat oleh manusia. Oleh karena- nya manakala manusia khilaf berbuat dosa dan kesalahan, ada jalan bagi me- reka untuk memperbaiki diri yaitu dengan bertaubat sungguh-sungguh kepa- da Allah swt. (taubat nasuha). Al Quran mengajarkan kita tidak boleh berpu- tus asa dari rahmat Allah. Walau dosa kita sebesar gunung, seluas langit dan bumi atau sedalam lautan, jika kita datang kepada Allah dengan hati yang tulus, ikhlas dan penuh harap akan ampunan Allah, niscaya Allah swt. akan memberikan ampunanNya kepada kita.
Cara bertaubat kepada Allah swt.
Dalam QS. Ali Imran ayat 135 Allah swt. menjelaskan kepada kita bagai- mana cara kita bertobat kepada Allah swt. sebagaimana firman-Nya:”Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau mengania- ya dirinya sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”.
Berdasarkan ayat ke 135 surat Ali Imran di atas, maka ada tiga cara bertaubat kepada Allah swt., yaitu:
1. Dzikrullaah (ingat kepada Allah)
Orang yang melakukan perbuatan dosa pada hakikatnya dia telah melupa- kan Allah dari hatinya. Orang yang sedang berzina, mencuri, menganiaya orang lain, korupsi, memakan dan meminum barang yang haram, pada saat itu iblislah yang menguasai hati dan akalnya, sehingga tertutuplah cahaya kebenaran dalam hati nuraninya. Maka ketika asma Allah masuk ke dalam hatinya saat itu pula iblis lari dari hatinya dan terbukalah kesadaran fitrahnya menyesali perbuatan yang telah dilakukannya.
2. Istighfar (mohon ampun kepada Allah)
Cara kedua bertaubat kepada Allah swt. yaitu banyak mengucapkan istigh- far kepada Allah swt. dengan hati yang tulus dan ikhlas memohon supaya Allah swt. mengampuni segala dosa-dosa dan kesalahan yang kita perbuat. Istighfar yang kita ucapkan, hendaknya benar-benar keluar dari lubuk hati yang paling dalam, diucapkan perlahan-lahan dan diulang sebanyak-banyaknya. Nabi Muham- mad saw. dalam hal ini mencontohkan bahwa beliau walaupun sudah menda- patkan jaminan syurga dari Allah swt. beristighfar kepada Allah swt. seba- nyak seratus kali setiap harinya, sebagaimana hadits berikut ini : “Sungguh hatiku didera kerinduan yang sangat dalam, sehingga aku beristighfar seratus kali setiap hari.” (HR. Muslim).
Beristighfar kepada Allah swt. selain berfungsi sebagai permohonan ampun, juga banyak mendatangkan manfaat untuk orang-orang yang selalu mendawamkan membacanya (apalagi pada waktu sahur), sebagaimana pen- jelasan hadits berikut: "Barang siapa memperbanyak istighfar, maka akan diberi kelapangan dalam setiap kesusahan dan jalan keluar dari kesempitan. Dan dianugerahi rezeki dari jalan yang tiada disangka-sangka.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i). Juga diterangkan kemuliaan istighfar dalam QS. Nuh ayat 10 – 12, yaitu: “Maka aku katakan kepada mereka : “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun (10), niscaya Ia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat (11), dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan menga- dakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(12)
3. Tidak meneruskan perbuatan keji
Setelah kita mengingat Allah swt. dan beristighfar disaat khilaf berbuat dosa, maka cara yang ketiga dari bertaubat kepada Allah ialah kita berjanji dan berazam kepada diri sendiri dan kepada Allah untuk tidak meneruskan atau mengulangi lagi perbuatan dosa yang sama pada waktu-waktu yang lain.
Inilah makna taubat nasuha yang sesungguhnya. Kalau sudah bertaubat, teta- pi masih mengulangi lagi perbuatan dosanya maka sama saja dia memper- mainkan Allah swt., sebagaimana disebutkan dalam hadits Dari Ibnu Abbas r.a. diriwayatkan, ia berkata: “orang yang beristighfar kepada Allah swt. dari suatu dosa sementara ia masih terus menajalankan dosa itu maka ia seperti orang yang sedang mengejek Rabbnya!”
Syarat-syarat Taubat
Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu terjadi 4n bantara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak manusia maka ada
tiga syarat taubat :
1. Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut
2. Menyesali perbuatannya
3. Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah. Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu diterima dengan empat syarat .Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keem- pat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan.
Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya. Jika berupa ghibah (menggun- jing), maka ia harus memo hon maaf. Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa.
Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah, dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Allah menyeru kita untuk ber- taubat dan beristighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima taubat kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta meng- ampuni dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Amin.
AMANAH ORANGTUA TERHADAP ANAK
Agus Hermawan, S.Ag
”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar ”. (Q.S. An Nisaa’ : 9)
Diantara amanah terbesar yang Allah swt. berikan, ialah anak –anak yang ada pada keluarga kita masing-masing. Dalam pandangan Islam, anak bukan hanya sebagai karunia dan nikmat, yang dapat memberi kebahagiaan dan kesejukan hati untuk kedua orang tuanya, namun anak juga merupakan amanah/titipan dari Allah swt. yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
Setiap orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap anak-anaknya, bukan hanya harus memenuhi segala kebutuan dasar (pokok) materi mereka, tetapi juga menyangkut masalah kesehatan, pendidikan, penerapan nilai-nilai keagamaan,. serta memberikan contoh keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.
Anak adalah rezeki dari Allah swt. untuk kedua orang tuanya. Seti- ap anak yang lahir ke dunia ini sudah disiapkan rezekinya oleh Allah swt. Mulai dari dalam kandungan (rahim), Allah swt. memberikan makanan dan minuman melalui tali plasenta ibunya, setelah mereka lahir, Allah swt. sudah siapkan dengan ASI (air susu ibu) yang sehat, higinis dan memiliki daya imun yang kuat terhadap virus-virus yang masuk ke dalam tubuhnya. Setelah anak-anak sudah memulai memakan makanan selain ASI, maka Allah swt.pun menumbuhkan gigi-gigi mereka, agar dapat mengunyah makanan dengan lembut dan mudah dicerna oleh usus-usus dalam perutnya.
Oleh karenanya, wahai orang tua yang budiman, janganlah takut menjadi miskin, jika kita diberi anak oleh Allah swt., karena pasti Allah swt. akan menyertainya dengan rezeki yang berkah. Jika diibaratkan, ketika kita titip sepeda motor di tempat penitipan, saat kita hendak melanjutkan perja- lanan ke tempat bekerja, atau di pasar-pasar, maka kita akan memberikan uang titipan motor kepada orang yang menjaganya. Maka demikian pula halnya dengan anak yang Allah swt. titipkan, pasti Allah swt. akan membayar / memberi rezeki kepada kita, sebagai orang tua yang menjaganya, asalkan kita selalu berikhtiar/berusaha dan berdo’a kepada-Nya.
Jika kita perhatikan firman Allah swt. pada surat An Nisaa’ ayat 9 di atas, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh para orang tua, yaitu:
1. Tidak meninggalkan generasi yang lemah
Suatu hal yang ditakutkan oleh Allah swt. terhadap orang tua, ialah apabila mereka memiliki anak-anak yang lemah, yang nantinya akan ber- pengaruh terhadap kesejahteraan hidupnya. Lemah yang dimaksud disini dapat berupa lemah iman, lemah akhlaq dan moral, lemah ekonomi, lemah fisik/jasmani serta lemah ilmu pengetahuan dan teknologi.
Agar hal ini tidak terjadi, maka orang tua hendaknya lebih memperhatikan pendidikan mereka, baik pendidikan di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan sekitar. Karena dengan pendidikan yang baik, berkualitas dan memiliki muatan agamis, se- mua kekhawatiran yang ditakutkan dapat dihindari.
Terlebih lagi, pendidikan agama bagi mereka. Sejak usia dini per-
kenalkan anak-anak kita kepada agama Islam, ajak mereka shalat berjama’ah ke masjid, biasakan membaca Al Quran bersama di rumah, serta berikan me- reka keteladanan /uswah yang terbaik. Hendaknya kita memasukkan anak-anak kita ke tempat-tempat pengkajian Alquran (TPA), dan jika mereka sudah berusia remaja dan dewasa hendaknya diikut sertakan dalam kegiatan- kegiatan keagamaan di sekolah-sekolah (melalui ROHIS), dimasjid-masjid dan mushalla. Karena kalau kita menginginkan memiliki anak-anak yang saleh dan salehah, hanya dengan mengandalkan 2 jam pelajaran agama dalam seminggu di sekolah-sekolah umum, maka hal ini akan jauh dari harapan.
Perhatikan firman Allah swt. dalam surat At Tahrim ayat 6 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”
2. Perintah untuk bertakwa
Setelah kita diingatkan oleh Allah swt. untuk selalu memperhatikan
anak-anak agar jangan sampai mereka menjadi generasi yang lemah, maka Allah swt. kembali mengingatkan kita untuk selalu bertakwa kepada-Nya.
Kenapa harus bertakwa ? Karena takwa merupakan kunci kesuksesan hidup seorang muslim disisi Allah swt. Jika dikaitkan dengan surat An-Nisaa’ ayat 9 di atas, takwa di sini mengandung dua pengertian. Pertama, bahwa jangan sampai untuk mementingkan kesejahteraan anak-anak, dan dalam mencari rezeki kita menggunakan segala cara, termasuk cara yang diharamkan oleh Allah swt.
Kedua, tugas dan kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya meru- pakan hal yang sangat berat, sehingga kita membutuhkan pertolongan dan kemudahan. Dan ternyata kemudahan dan pertolongan yang kita cari terse- but, terdapat pada ketakwaan yang kita miliki. Semakin kita dekat dan bertakwa kepada Allah, maka pertolongan-Nya akan cepat datang. Namun semakin jauh dan berkurang ketakwaan kita kepada-Nya, maka pertolongan Allah pun akan lambat datang kepada kita. Bukankah Allah swt. telah berjanji dalam Alquran, bahwa “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah nis- caya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”? (Q.S. Ath-Thalaq : 2-4). Janji Allah swt. ini pasti mutlak kebenarannya.
Kalau sekiranya selama ini belum terwujud, maka kita hendaknya berintros- peksi diri, mungkin kita belum sebenar-benarnya bertakwa kepada Allah.
3. Mengucapkan perkataan yang benar
Dalam usaha membentuk generasi yang saleh dan salehah, faktor dominan yang harus nampak ialah faktor keteladanan dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Baik itu dari kedua orang tuanya, kakak atau adik, tetangga, juga teman sepermainan di rumah dan di sekolah.
Sering terjadi di sekitar kita, ada anak-anak kecil yang mengucapkan perkataan-perkataan yang tidak baik dan sopan. Hal ini terjadi karena mereka suka mendengar dari orang-orang dewasa yang ada di lingkungan mereka, bahkan terkadang mereka mendengar dari mulut orang tua mereka sendiri.
Oleh karena itu, sebagai orang tua hendaknya kita berhati-hati dalam berbi-
cara. Mari selalu mengucapkan perkataan yang benar, yaitu perkataan yang mengandung manfaat kebajikan, perkataan yang tidak menyakiti hati dan perasaan orang lain, serta perkataan yang mengandung ajakan da’wah atau tausiyah mengajak orang lain melakukan kebenaran dan menghiasi diri dengan kesabaran. Sekali lagi anak adalah amanah. Bagi orang tua, anak adalah permata hati yang tidak ternilai harganya. Dalam bahasa agama, anak adalah qurrata a`yuun, penyedap mata, dan tentunya penenteram jiwa buat kedua orang tuanya. Merupakan kebahagian tersendiri bagi orang tua yang memiliki anak saleh dan taat padanya.
”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar ”. (Q.S. An Nisaa’ : 9)
Diantara amanah terbesar yang Allah swt. berikan, ialah anak –anak yang ada pada keluarga kita masing-masing. Dalam pandangan Islam, anak bukan hanya sebagai karunia dan nikmat, yang dapat memberi kebahagiaan dan kesejukan hati untuk kedua orang tuanya, namun anak juga merupakan amanah/titipan dari Allah swt. yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
Setiap orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap anak-anaknya, bukan hanya harus memenuhi segala kebutuan dasar (pokok) materi mereka, tetapi juga menyangkut masalah kesehatan, pendidikan, penerapan nilai-nilai keagamaan,. serta memberikan contoh keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.
Anak adalah rezeki dari Allah swt. untuk kedua orang tuanya. Seti- ap anak yang lahir ke dunia ini sudah disiapkan rezekinya oleh Allah swt. Mulai dari dalam kandungan (rahim), Allah swt. memberikan makanan dan minuman melalui tali plasenta ibunya, setelah mereka lahir, Allah swt. sudah siapkan dengan ASI (air susu ibu) yang sehat, higinis dan memiliki daya imun yang kuat terhadap virus-virus yang masuk ke dalam tubuhnya. Setelah anak-anak sudah memulai memakan makanan selain ASI, maka Allah swt.pun menumbuhkan gigi-gigi mereka, agar dapat mengunyah makanan dengan lembut dan mudah dicerna oleh usus-usus dalam perutnya.
Oleh karenanya, wahai orang tua yang budiman, janganlah takut menjadi miskin, jika kita diberi anak oleh Allah swt., karena pasti Allah swt. akan menyertainya dengan rezeki yang berkah. Jika diibaratkan, ketika kita titip sepeda motor di tempat penitipan, saat kita hendak melanjutkan perja- lanan ke tempat bekerja, atau di pasar-pasar, maka kita akan memberikan uang titipan motor kepada orang yang menjaganya. Maka demikian pula halnya dengan anak yang Allah swt. titipkan, pasti Allah swt. akan membayar / memberi rezeki kepada kita, sebagai orang tua yang menjaganya, asalkan kita selalu berikhtiar/berusaha dan berdo’a kepada-Nya.
Jika kita perhatikan firman Allah swt. pada surat An Nisaa’ ayat 9 di atas, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh para orang tua, yaitu:
1. Tidak meninggalkan generasi yang lemah
Suatu hal yang ditakutkan oleh Allah swt. terhadap orang tua, ialah apabila mereka memiliki anak-anak yang lemah, yang nantinya akan ber- pengaruh terhadap kesejahteraan hidupnya. Lemah yang dimaksud disini dapat berupa lemah iman, lemah akhlaq dan moral, lemah ekonomi, lemah fisik/jasmani serta lemah ilmu pengetahuan dan teknologi.
Agar hal ini tidak terjadi, maka orang tua hendaknya lebih memperhatikan pendidikan mereka, baik pendidikan di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan sekitar. Karena dengan pendidikan yang baik, berkualitas dan memiliki muatan agamis, se- mua kekhawatiran yang ditakutkan dapat dihindari.
Terlebih lagi, pendidikan agama bagi mereka. Sejak usia dini per-
kenalkan anak-anak kita kepada agama Islam, ajak mereka shalat berjama’ah ke masjid, biasakan membaca Al Quran bersama di rumah, serta berikan me- reka keteladanan /uswah yang terbaik. Hendaknya kita memasukkan anak-anak kita ke tempat-tempat pengkajian Alquran (TPA), dan jika mereka sudah berusia remaja dan dewasa hendaknya diikut sertakan dalam kegiatan- kegiatan keagamaan di sekolah-sekolah (melalui ROHIS), dimasjid-masjid dan mushalla. Karena kalau kita menginginkan memiliki anak-anak yang saleh dan salehah, hanya dengan mengandalkan 2 jam pelajaran agama dalam seminggu di sekolah-sekolah umum, maka hal ini akan jauh dari harapan.
Perhatikan firman Allah swt. dalam surat At Tahrim ayat 6 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”
2. Perintah untuk bertakwa
Setelah kita diingatkan oleh Allah swt. untuk selalu memperhatikan
anak-anak agar jangan sampai mereka menjadi generasi yang lemah, maka Allah swt. kembali mengingatkan kita untuk selalu bertakwa kepada-Nya.
Kenapa harus bertakwa ? Karena takwa merupakan kunci kesuksesan hidup seorang muslim disisi Allah swt. Jika dikaitkan dengan surat An-Nisaa’ ayat 9 di atas, takwa di sini mengandung dua pengertian. Pertama, bahwa jangan sampai untuk mementingkan kesejahteraan anak-anak, dan dalam mencari rezeki kita menggunakan segala cara, termasuk cara yang diharamkan oleh Allah swt.
Kedua, tugas dan kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya meru- pakan hal yang sangat berat, sehingga kita membutuhkan pertolongan dan kemudahan. Dan ternyata kemudahan dan pertolongan yang kita cari terse- but, terdapat pada ketakwaan yang kita miliki. Semakin kita dekat dan bertakwa kepada Allah, maka pertolongan-Nya akan cepat datang. Namun semakin jauh dan berkurang ketakwaan kita kepada-Nya, maka pertolongan Allah pun akan lambat datang kepada kita. Bukankah Allah swt. telah berjanji dalam Alquran, bahwa “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah nis- caya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”? (Q.S. Ath-Thalaq : 2-4). Janji Allah swt. ini pasti mutlak kebenarannya.
Kalau sekiranya selama ini belum terwujud, maka kita hendaknya berintros- peksi diri, mungkin kita belum sebenar-benarnya bertakwa kepada Allah.
3. Mengucapkan perkataan yang benar
Dalam usaha membentuk generasi yang saleh dan salehah, faktor dominan yang harus nampak ialah faktor keteladanan dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Baik itu dari kedua orang tuanya, kakak atau adik, tetangga, juga teman sepermainan di rumah dan di sekolah.
Sering terjadi di sekitar kita, ada anak-anak kecil yang mengucapkan perkataan-perkataan yang tidak baik dan sopan. Hal ini terjadi karena mereka suka mendengar dari orang-orang dewasa yang ada di lingkungan mereka, bahkan terkadang mereka mendengar dari mulut orang tua mereka sendiri.
Oleh karena itu, sebagai orang tua hendaknya kita berhati-hati dalam berbi-
cara. Mari selalu mengucapkan perkataan yang benar, yaitu perkataan yang mengandung manfaat kebajikan, perkataan yang tidak menyakiti hati dan perasaan orang lain, serta perkataan yang mengandung ajakan da’wah atau tausiyah mengajak orang lain melakukan kebenaran dan menghiasi diri dengan kesabaran. Sekali lagi anak adalah amanah. Bagi orang tua, anak adalah permata hati yang tidak ternilai harganya. Dalam bahasa agama, anak adalah qurrata a`yuun, penyedap mata, dan tentunya penenteram jiwa buat kedua orang tuanya. Merupakan kebahagian tersendiri bagi orang tua yang memiliki anak saleh dan taat padanya.
PERKATAAN YANG BENAR
Agus Hermawan, S.Ag
ﺍ "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar". (Q.S. Al Ahzab : 70)
Diantara nikmat yang Allah swt. berikan kepada manusia ialah lidah, yang dengannya kita dapat berbicara (berkomunikasi) dengan orang lain. Dari lidah itu dapat keluar perkataan yang baik dan bermanfaat, namun dapat pula keluar kata-kata yang keji, kotor dan tidak bermanfaat. Oleh karena itu kita harus selalu berhati-hati dalam berbicara, jangan asal diucapkan, tetapi hendaknya dipikirkan terlebih dahulu baik atau buruknya, dengan siapa kita berbicara, dan adakah manfaat dari yang kita ucapkan.
Ada dua buah perintah Allah swt. kepada orang-orang yang beriman di dalam surat Al Ahzab ayat 70 di atas, yaitu pertama perintah untuk ber- takwa kepada Allah swt. dan kedua perintah untuk berkata dengan perkataan yang benar. Bertakwa kepada Allah swt. artinya kita menjalankan segala perintah Allah swt.dan menjauhkan segala larangan-Nya. Bertakwa kepada
Allah swt. hendaknya jangan hanya di masjid saja, namun takwa haruslah dilaksanakan dimanapun dan kapanpun kita berada. Di kantor kita takwa, dipasar kita takwa, di sekolah kita takwa, bahkan di jalan dan di kendaraan- pun kita bertakwa. Kemudian sebagai aplikasi takwa tersebut, kita gunakan perkataan yang benar dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Untuk dapat berbicara dengan benar, maka kuncinya ialah hati kita harus bersih. Bersih dari berbagai penyakit hati, seperti dusta, dendam, hasud dan dengki. Serta hati kita senantiasa diisi dengan zikrullah (menyebut dan mengingat asma Allah). Mari sejenak kita perhatikan teori teko. Apabila isi teko tersebut ialah air kopi yang berwarna hitam, maka dapat dipastikan air yang keluar dari mulut teko itu air yang berwarna hitam pula. Begitu pula jika isi teko ialah air susu yang putih, maka akan keluar pula dari mulut teko itu air yang berwarna putih.
Sama halnya dengan manusia, jika hatinya sudah bersih, niscaya akan keluar dari mulutnya perkataan yang menyejukan hati, perkataaan yang benar, bijak dan sarat akan nilai-nilai moral, hikmah dan falsafah kehidupan. Namun, jika hati manusia itu kotor dan berisi berbagai macam penyakit, maka niscaya akan keluar dari mulutnya perkataan yang menyakitkan hati, perkataan yang keji, mengandung kedustaan, fitnah, bahkan kental dengan kemunafikan dan kefasikan.
Ciri-ciri perkataan yang benar
Adapun beberapa ciri dari perkataan yang benar adalah sebagai berikut:
1. Perkataan yang mengandung manfaat
Allah swt. sangat menyukai orang-orang beriman yang selalu menjaga kesucian hati dan jiwanya. Karena jika hati dan jiwa seseorang selalu terjaga kebersihan dan kesuciannya, maka ia akan selalu menggunakan nikmat lis- an/lidahnya untuk berbicara dengan benar. Dan termasuk kelompok orang mu’min yang beruntung ialah mereka yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna (Q.S. Al Mu’minun : 3)
Perkataan yang mengandung manfaat ialah perkataan yang mengandung unsur tausiyah (nasihat), yang mengajak orang lain kepada kebenaran (al haq) dan kepada kesabaran (ash-shabr) (Q.S. Al’ Ashr: 3), serta perkataan yang
bersumber kepada fakta dan realita, bukan yang berdasar kepada zhonn (pra- sangka) yang buruk dan tidak benar. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda yang artinya “Barangsiapa yang beriman kepada Allah swt. dan hari Akhir hendaklah ia berkata yang baik, atau diam”(H.R. Bukhari Muslim). Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa diam itu lebih baik daripada kita berbicara yang tidak benar dan tidak bermanfaat. Oleh karenanya berbahagia lah mereka yang terpelihara lisannya dari perkataan yang keji, serta selalu menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia.
2. Perkataan yang tidak menyakiti hati orang lain
Islam ialah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu meng- hargai dan menghormati orang lain. Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah bersaudara (Q.S. Al Hujurat: 10). Bentuk persaudaraan dalam islam itu diwujudkan dengan saling mencintai, mengasihi, membantu dan meng- hargai hak-hak dan privasi orang lain. Serta tidak menghina, mencela dan merendahkan, serta membuka aib sesama muslim. Orang muslim yang baik ialah mereka yang dapat menjaga keselamatan muslim lainnya dari perbuatan lidah dan tangannya. Maksudnya ia berusaha agar ucapan atau perkataannya tidak menyakiti hati orang lain yang mendengarnya, serta tangannya tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan orang lain.
Kepada siapapun hendaknya kita tidak mengeluarkan perkataan yang da- pat menyakitkan hati atau perasaannya. Apalagi terhadap kedua orangtua kita
yang telah merawat, mengasuh dan mendidik kita dengan penuh rasa cinta, ka
sih dan sayang serta dengan segala pengorbanan yang tulus ikhlas dengan harapan kelak anak-anaknya dapat menjadi manusia yang berbakti dan tahu berbalas budi . Maka terhadap mereka Alquran memberikan pedoman yang
jelas, bagaimana cara kita memperlakukan kedua orangtua, yaitu: “Dan Tu-
hanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepa- da keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.(Q.S.Al Isra’ : 23)
3. Perkataan da’wah
Da’wah ialah sebuah usaha untuk mengajak manusia berbuat kebaikan dan meninggalkan segala keburukan. Da’wah dapat dilakukan dengan per-
buatan (da’wah bil hal), dapat juga dengan perkataan (da’wah bil lisan). Tu-
gas da’wah yang mulia ini bukan hanya tugas para da’i, ustadz atau mubaligh
saja, namun setiap individu muslim dapat berda’wah sesuai dengan sumber
daya manusia (SDM) yang dimiliki masing-masing. Da’wah bukan hanya di
masjid saja, akan tetapi da’wah dapat dilakukan di rumah, di sekolah, di kan-
tor, di pasar bahkan juga di hotel-hotel berbintang atau di Lembaga Pemasya-
rakatan (LP). Mari kita singsingkan lengan baju dan bersatu dalam barisan
da’wah untuk membumikan Al Quran, menghancurkan kezaliman, menegak- kan kebenaran dan mengembalikan kejayaan Islam. Alangkah indahnya apabila kita menjadi bagian dari insan-insan pecinta da’wah Islam ini. Dan
kalau kita ingin dapat berbicara dengan benar, maka gunakanlah lisan kita untuk selalu berda’wah, karena itulah sebaik-baiknya perkataan.
Firman Allah swt :
Artinya : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang me- nyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguh-
nya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Q.S. Fussilat : 33)
ﺍ "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar". (Q.S. Al Ahzab : 70)
Diantara nikmat yang Allah swt. berikan kepada manusia ialah lidah, yang dengannya kita dapat berbicara (berkomunikasi) dengan orang lain. Dari lidah itu dapat keluar perkataan yang baik dan bermanfaat, namun dapat pula keluar kata-kata yang keji, kotor dan tidak bermanfaat. Oleh karena itu kita harus selalu berhati-hati dalam berbicara, jangan asal diucapkan, tetapi hendaknya dipikirkan terlebih dahulu baik atau buruknya, dengan siapa kita berbicara, dan adakah manfaat dari yang kita ucapkan.
Ada dua buah perintah Allah swt. kepada orang-orang yang beriman di dalam surat Al Ahzab ayat 70 di atas, yaitu pertama perintah untuk ber- takwa kepada Allah swt. dan kedua perintah untuk berkata dengan perkataan yang benar. Bertakwa kepada Allah swt. artinya kita menjalankan segala perintah Allah swt.dan menjauhkan segala larangan-Nya. Bertakwa kepada
Allah swt. hendaknya jangan hanya di masjid saja, namun takwa haruslah dilaksanakan dimanapun dan kapanpun kita berada. Di kantor kita takwa, dipasar kita takwa, di sekolah kita takwa, bahkan di jalan dan di kendaraan- pun kita bertakwa. Kemudian sebagai aplikasi takwa tersebut, kita gunakan perkataan yang benar dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Untuk dapat berbicara dengan benar, maka kuncinya ialah hati kita harus bersih. Bersih dari berbagai penyakit hati, seperti dusta, dendam, hasud dan dengki. Serta hati kita senantiasa diisi dengan zikrullah (menyebut dan mengingat asma Allah). Mari sejenak kita perhatikan teori teko. Apabila isi teko tersebut ialah air kopi yang berwarna hitam, maka dapat dipastikan air yang keluar dari mulut teko itu air yang berwarna hitam pula. Begitu pula jika isi teko ialah air susu yang putih, maka akan keluar pula dari mulut teko itu air yang berwarna putih.
Sama halnya dengan manusia, jika hatinya sudah bersih, niscaya akan keluar dari mulutnya perkataan yang menyejukan hati, perkataaan yang benar, bijak dan sarat akan nilai-nilai moral, hikmah dan falsafah kehidupan. Namun, jika hati manusia itu kotor dan berisi berbagai macam penyakit, maka niscaya akan keluar dari mulutnya perkataan yang menyakitkan hati, perkataan yang keji, mengandung kedustaan, fitnah, bahkan kental dengan kemunafikan dan kefasikan.
Ciri-ciri perkataan yang benar
Adapun beberapa ciri dari perkataan yang benar adalah sebagai berikut:
1. Perkataan yang mengandung manfaat
Allah swt. sangat menyukai orang-orang beriman yang selalu menjaga kesucian hati dan jiwanya. Karena jika hati dan jiwa seseorang selalu terjaga kebersihan dan kesuciannya, maka ia akan selalu menggunakan nikmat lis- an/lidahnya untuk berbicara dengan benar. Dan termasuk kelompok orang mu’min yang beruntung ialah mereka yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna (Q.S. Al Mu’minun : 3)
Perkataan yang mengandung manfaat ialah perkataan yang mengandung unsur tausiyah (nasihat), yang mengajak orang lain kepada kebenaran (al haq) dan kepada kesabaran (ash-shabr) (Q.S. Al’ Ashr: 3), serta perkataan yang
bersumber kepada fakta dan realita, bukan yang berdasar kepada zhonn (pra- sangka) yang buruk dan tidak benar. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda yang artinya “Barangsiapa yang beriman kepada Allah swt. dan hari Akhir hendaklah ia berkata yang baik, atau diam”(H.R. Bukhari Muslim). Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa diam itu lebih baik daripada kita berbicara yang tidak benar dan tidak bermanfaat. Oleh karenanya berbahagia lah mereka yang terpelihara lisannya dari perkataan yang keji, serta selalu menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia.
2. Perkataan yang tidak menyakiti hati orang lain
Islam ialah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu meng- hargai dan menghormati orang lain. Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah bersaudara (Q.S. Al Hujurat: 10). Bentuk persaudaraan dalam islam itu diwujudkan dengan saling mencintai, mengasihi, membantu dan meng- hargai hak-hak dan privasi orang lain. Serta tidak menghina, mencela dan merendahkan, serta membuka aib sesama muslim. Orang muslim yang baik ialah mereka yang dapat menjaga keselamatan muslim lainnya dari perbuatan lidah dan tangannya. Maksudnya ia berusaha agar ucapan atau perkataannya tidak menyakiti hati orang lain yang mendengarnya, serta tangannya tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan orang lain.
Kepada siapapun hendaknya kita tidak mengeluarkan perkataan yang da- pat menyakitkan hati atau perasaannya. Apalagi terhadap kedua orangtua kita
yang telah merawat, mengasuh dan mendidik kita dengan penuh rasa cinta, ka
sih dan sayang serta dengan segala pengorbanan yang tulus ikhlas dengan harapan kelak anak-anaknya dapat menjadi manusia yang berbakti dan tahu berbalas budi . Maka terhadap mereka Alquran memberikan pedoman yang
jelas, bagaimana cara kita memperlakukan kedua orangtua, yaitu: “Dan Tu-
hanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepa- da keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.(Q.S.Al Isra’ : 23)
3. Perkataan da’wah
Da’wah ialah sebuah usaha untuk mengajak manusia berbuat kebaikan dan meninggalkan segala keburukan. Da’wah dapat dilakukan dengan per-
buatan (da’wah bil hal), dapat juga dengan perkataan (da’wah bil lisan). Tu-
gas da’wah yang mulia ini bukan hanya tugas para da’i, ustadz atau mubaligh
saja, namun setiap individu muslim dapat berda’wah sesuai dengan sumber
daya manusia (SDM) yang dimiliki masing-masing. Da’wah bukan hanya di
masjid saja, akan tetapi da’wah dapat dilakukan di rumah, di sekolah, di kan-
tor, di pasar bahkan juga di hotel-hotel berbintang atau di Lembaga Pemasya-
rakatan (LP). Mari kita singsingkan lengan baju dan bersatu dalam barisan
da’wah untuk membumikan Al Quran, menghancurkan kezaliman, menegak- kan kebenaran dan mengembalikan kejayaan Islam. Alangkah indahnya apabila kita menjadi bagian dari insan-insan pecinta da’wah Islam ini. Dan
kalau kita ingin dapat berbicara dengan benar, maka gunakanlah lisan kita untuk selalu berda’wah, karena itulah sebaik-baiknya perkataan.
Firman Allah swt :
Artinya : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang me- nyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguh-
nya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Q.S. Fussilat : 33)
MENSYUKURI HIDAYAH
Agus Hermawan, S.Ag
Hidayah adalah petunjuk Allah swt. kepada manusia mengenai keimanan dan keislaman, petunjuk yang diberikan-Nya kepada orang-orang yang beriman, petunjuk yang diberikan-Nya kepada manusia sehingga mereka berada pada jalan yang lurus (sesuai dengan tuntunan-Nya), petunjuk yang diberikan secara halus dan lemah lembut. Hidayah berasal dari akar kata hada, yang artinya memberi petunjuk.
Suatu ketika Nabi Muhammad saw. memohon kepada Allah swt. agar pamannya ( Abu Thalib ) yang telah mengasuhnya sejak kecil yang selalu menolong dan melindungi dirinya dari gangguan orang – orang kafir Quraisy, diberikan hidayah oleh Allah swt. untuk memeluk agama Islam. Namun permohonan Nabi dijawab oleh Allah swt. dengan firman-Nya :
Artinya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang – orang yang kamu kasihi, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang–orang yang mau menerima petunjuk”.( Q.S. Al Qashash : 56 )
Ayat ini menegaskan bahwa yang dapat memberi petunjuk ke jalan yang benar hanyalah Allah swt. bukan manusia. Sekalipun kita sudah beru- saha sekuat tenaga untuk mengajak seseorang memeluk agama Islam, atau mengajaknya untuk menjalankan ibadah dan mentaati Allah swt., namun kalau hatinya tidak dibuka untuk menerima petunjuk dan tidak ada kesunggu- han untuk memperbaiki diri, maka Allah swt. pun tidak akan memberi petun- juk (hidayah) kepadanya.
Subhaanallaah…. Patutlah kita bersyukur kepada Allah swt. karena kita ( kaum muslimin ) yang tidak hidup bersama Nabi saw., tidak pernah melihat dan menyaksikan kemu’jizatan Nabi saw., dipilih oleh Allah swt. untuk mendapatkan hidayah dan meyakini Islam sabagai satu – satunya Diin ( agama ) yang benar dan membawa keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
Hidayah merupakan intan termahal dan mutiara yang paling berharga yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya. Karena hidayah agama inilah seorang muslim dapat merasakan nikmatnya beribadah kepada Allah swt., nikmatnya shalat berjama’ah, bersedekah, menuntut ilmu dan nikmat dapat mencintai dan dicintai Allah swt., serta selalu bersemangat dalam mentadab- buri Al Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Para ulama membagi hidayah Allah swt menjadi empat tingkatan, yaitu :
1. Hidayah berupa naluri ( garizah )
Potensi naluri pada diri manusia sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan potensi itulah manusia dapat memepertahankan hidupnya. Hal ini terutama terlihat pada bayi yang baru lahir. Pada saat bayi merasa lapar ia dianugerahi petunjuk Allah swt. berupa kemampuan mengisap susu ibunya, dan ibunyapun diberi anugerah untuk memenuhi keinginan bayinya lalu menyusuinya.
2. Hidayah berupa panca indera
Panca indera berupa mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk mengecap dan kulit untuk meraba dan merasa, semuanya merupakan petunjuk Allah swt bagi makhluknya guna mencapai sesuatu dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kontak dengan dunia luar tidak mungkin dapat dilakukan dengan naluri, tetapi hanya dapat dilakukan dengan panca indera. Karena itu, panca indera merupakan hidayah yang lebih tinggi tingkatannya dari naluri.
3. Hidayah berupa akal
Hidayah Allah swt. dalam bentuk akal hanya dianugerahkan pada manusia, tidak kepada binatang. Fungsi akal terutama untuk membedakan yang baik dengan yang buruk sebelum syareat datang memberikan penjelasan. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan akal manusia dapat sampai kepada kesimpulan bahwa Allah swt. itu ada dan manusia wajib patuh kepada perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Meskipun demikian, kemampuan akal manusia sangat terbatas. Ia tidak dapat menjawab sekian banyak pertanyaan manusia, khususnya yang berkaitan dengan alam metafisika atau menyangkut kehidupan sesudah mati. Karenanya manusia membutuhkan hidayah dalam tingkatan yang lebih tinggi, yaitu hidayah agama.
4. Hidayah Agama
Hidayah agama merupakan hidayah tertinggi yang dianugerahkan Allah swt. kepada makhluk-Nya. Agama terutama berfungsi memberi jawa- ban menyangkut sekian banyak hal yang tak mampu dijawab akal, atau meluruskan beberapa kekeliruan yang dilakukan oleh akal. Dengan kata lain, agama berfungsi membimbing akal, agama diturunkan untuk memberi kon-firmasi dan justifikasi terhadap pendapat akal. Artinya tidak semua permasalahan agama dapat diterima dan terjangkau oleh akal manusia. Sebagai contoh akal manusia tidak dapat menjangkau masalah-masalah ghaib, seperti tentang keberadaan ruh, adanya alam barzakh (alam kubur), adanya malaikat dan alam akhirat. Bahkan Rasulullah saw. menyuruh kita untuk tidak memikirkan tentang zatnya Allah swt., akan tetapi kita diperintahkan untuk memikirkan tentang makhluk ciptaan-Nya saja.
Hidayah agama inilah yang membimbing manusia kepada jalan yang lurus, yaitu jalan Allah swt. yang mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada nur (cahaya iman), dari kemusyrikan kepada ketauhidan, dari permu- suhan kepada persaudaraan dan dari kehinaan kepada kemuliaan.
Alangkah indahnya jika kita dapat istiqomah dalam hidayah agama ini, tidak terkotori dan terkontaminasi oleh bunga-bunga indahnya dunia yang membuat kita terlena dan lupa beribadah kepada Allah swt. serta terlindungi dari virus-virus syetan yang selalu mengajak kita untuk berbuat dosa dan maksiyat.
Oleh karenanya, mari kita senantiasa berdoa agar diberi istiqomah dalam hidayah dan tidak condong kepada kesesatan dan kemaksiyatan untuk selamanya.
(Mereka berdoa); “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari Engkau, karena seseungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia)” (Q.S. Ali Imran : 8)
Disusun dari berbagi sumber.
Hidayah adalah petunjuk Allah swt. kepada manusia mengenai keimanan dan keislaman, petunjuk yang diberikan-Nya kepada orang-orang yang beriman, petunjuk yang diberikan-Nya kepada manusia sehingga mereka berada pada jalan yang lurus (sesuai dengan tuntunan-Nya), petunjuk yang diberikan secara halus dan lemah lembut. Hidayah berasal dari akar kata hada, yang artinya memberi petunjuk.
Suatu ketika Nabi Muhammad saw. memohon kepada Allah swt. agar pamannya ( Abu Thalib ) yang telah mengasuhnya sejak kecil yang selalu menolong dan melindungi dirinya dari gangguan orang – orang kafir Quraisy, diberikan hidayah oleh Allah swt. untuk memeluk agama Islam. Namun permohonan Nabi dijawab oleh Allah swt. dengan firman-Nya :
Artinya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang – orang yang kamu kasihi, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang–orang yang mau menerima petunjuk”.( Q.S. Al Qashash : 56 )
Ayat ini menegaskan bahwa yang dapat memberi petunjuk ke jalan yang benar hanyalah Allah swt. bukan manusia. Sekalipun kita sudah beru- saha sekuat tenaga untuk mengajak seseorang memeluk agama Islam, atau mengajaknya untuk menjalankan ibadah dan mentaati Allah swt., namun kalau hatinya tidak dibuka untuk menerima petunjuk dan tidak ada kesunggu- han untuk memperbaiki diri, maka Allah swt. pun tidak akan memberi petun- juk (hidayah) kepadanya.
Subhaanallaah…. Patutlah kita bersyukur kepada Allah swt. karena kita ( kaum muslimin ) yang tidak hidup bersama Nabi saw., tidak pernah melihat dan menyaksikan kemu’jizatan Nabi saw., dipilih oleh Allah swt. untuk mendapatkan hidayah dan meyakini Islam sabagai satu – satunya Diin ( agama ) yang benar dan membawa keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
Hidayah merupakan intan termahal dan mutiara yang paling berharga yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya. Karena hidayah agama inilah seorang muslim dapat merasakan nikmatnya beribadah kepada Allah swt., nikmatnya shalat berjama’ah, bersedekah, menuntut ilmu dan nikmat dapat mencintai dan dicintai Allah swt., serta selalu bersemangat dalam mentadab- buri Al Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Para ulama membagi hidayah Allah swt menjadi empat tingkatan, yaitu :
1. Hidayah berupa naluri ( garizah )
Potensi naluri pada diri manusia sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan potensi itulah manusia dapat memepertahankan hidupnya. Hal ini terutama terlihat pada bayi yang baru lahir. Pada saat bayi merasa lapar ia dianugerahi petunjuk Allah swt. berupa kemampuan mengisap susu ibunya, dan ibunyapun diberi anugerah untuk memenuhi keinginan bayinya lalu menyusuinya.
2. Hidayah berupa panca indera
Panca indera berupa mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk mengecap dan kulit untuk meraba dan merasa, semuanya merupakan petunjuk Allah swt bagi makhluknya guna mencapai sesuatu dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kontak dengan dunia luar tidak mungkin dapat dilakukan dengan naluri, tetapi hanya dapat dilakukan dengan panca indera. Karena itu, panca indera merupakan hidayah yang lebih tinggi tingkatannya dari naluri.
3. Hidayah berupa akal
Hidayah Allah swt. dalam bentuk akal hanya dianugerahkan pada manusia, tidak kepada binatang. Fungsi akal terutama untuk membedakan yang baik dengan yang buruk sebelum syareat datang memberikan penjelasan. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan akal manusia dapat sampai kepada kesimpulan bahwa Allah swt. itu ada dan manusia wajib patuh kepada perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Meskipun demikian, kemampuan akal manusia sangat terbatas. Ia tidak dapat menjawab sekian banyak pertanyaan manusia, khususnya yang berkaitan dengan alam metafisika atau menyangkut kehidupan sesudah mati. Karenanya manusia membutuhkan hidayah dalam tingkatan yang lebih tinggi, yaitu hidayah agama.
4. Hidayah Agama
Hidayah agama merupakan hidayah tertinggi yang dianugerahkan Allah swt. kepada makhluk-Nya. Agama terutama berfungsi memberi jawa- ban menyangkut sekian banyak hal yang tak mampu dijawab akal, atau meluruskan beberapa kekeliruan yang dilakukan oleh akal. Dengan kata lain, agama berfungsi membimbing akal, agama diturunkan untuk memberi kon-firmasi dan justifikasi terhadap pendapat akal. Artinya tidak semua permasalahan agama dapat diterima dan terjangkau oleh akal manusia. Sebagai contoh akal manusia tidak dapat menjangkau masalah-masalah ghaib, seperti tentang keberadaan ruh, adanya alam barzakh (alam kubur), adanya malaikat dan alam akhirat. Bahkan Rasulullah saw. menyuruh kita untuk tidak memikirkan tentang zatnya Allah swt., akan tetapi kita diperintahkan untuk memikirkan tentang makhluk ciptaan-Nya saja.
Hidayah agama inilah yang membimbing manusia kepada jalan yang lurus, yaitu jalan Allah swt. yang mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada nur (cahaya iman), dari kemusyrikan kepada ketauhidan, dari permu- suhan kepada persaudaraan dan dari kehinaan kepada kemuliaan.
Alangkah indahnya jika kita dapat istiqomah dalam hidayah agama ini, tidak terkotori dan terkontaminasi oleh bunga-bunga indahnya dunia yang membuat kita terlena dan lupa beribadah kepada Allah swt. serta terlindungi dari virus-virus syetan yang selalu mengajak kita untuk berbuat dosa dan maksiyat.
Oleh karenanya, mari kita senantiasa berdoa agar diberi istiqomah dalam hidayah dan tidak condong kepada kesesatan dan kemaksiyatan untuk selamanya.
(Mereka berdoa); “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari Engkau, karena seseungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia)” (Q.S. Ali Imran : 8)
Disusun dari berbagi sumber.
KEUTAMAAN SEDEKAH
Agus Hermawan,S.Ag
ﻣﺜﻞﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻨﻔﻘﻮﻥﺍﻣﻮﺍﻟﻬﻢ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞﺍﻟﻠﻪﻛﻤﺜﻞﺣﺒﺔﺍﻧﺒﺘﺖ ﺳﺒﻊ
ﺳﻨﺎﺑﻞﻓﻲ ﻛﻞﺳﻨﺒﻠﺔﻣﺄﺓﺣﺒﺔﻭﺍﻟﻠﻪﻳﻀﻌﻒ ﻟﻤﻦﻳﺸﺎﺀﻭﺍﻟﻠﻪﻭﺍﺳﻊﻋﻠﻴﻢ
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji”, dan Allah melipatgandakan bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al Baqarah : 261)
Al Jurjani memberikan definisi sedekah ialah suatu pemberian yang diberikan oleh seorang kepada orang lain secara sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Hal tersebut juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah swt.
Cakupan sedekah atau sodaqoh sangatlah luas. Sedekah itu tidak harus dengan harta karena segala amal kebaikan adalah sedekah. Sehingga mencegah diri dari perbuatan maksiat adalah shadaqah, memberi nafkah kepada keluarga adalah shadaqah, beramar ma’ruf nahi munkar adalah shadaqah, menumpahkan syahwat kepada isteri adalah shadaqah, dan tersenyum kepada sesama muslim pun adalah juga shadaqah.
Dalam sebuah tausiahnya, Ustadz Yusuf Mansur menyampaikan bahwa sedikitnya ada empat keutamaan bersedekah.
Pertama, mengundang datangnya rezeki. “Allah berfir- man dalam salah satu ayat Alquran bahwa Dia akan membalas setiap kebaikan hamba-hamba-Nya dengan 10 kebaikan. Bahkan di ayat yang lain dinyatakan 700 kebaikan. Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan, “Pancinglah rezeki dengan sedekah”.
Kedua, sedekah dapat menolak bala. Rasulullah pernah bersabda, “Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bala tidak pernah bisa mendahului sedekah.”
Ketiga, sedekah dapat menyembuhkan penyakit. Rasulullah menganjurkan, “Obatilah penyakitmu dengan sedekah.”
Keempat, menunda kematian dan memperpanjang umur. Rasulullah mengatakan, “Perbanyaklah sedekah. Sebab, sedekah bisa memanjangkan umur”. Mengapa semua itu bisa terjadi? Hal tersebut bisa terjadi karena Allah mencintai orang-orang yang bersedekah.
Kekuatan dan kekuasaan Allah jauh lebih besar dari persoalan yang dihadapi oleh manusia. Kalau Allah sudah mencintai seseorang, maka tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, tidak ada kebutuhannya yang Allah tidak kabulkan, tidak ada dosanya yang Allah tidak ampuni, dan dia akan meninggal dalam keadaan husnul khatimah (baik).
Suatu hal yang harus diyakini oleh orang beriman ialah bahwa sedekah itu dapat menghalangi datangnya bala’ atau musibah kepada kita. Seperti dikisahkan pada suatu hari hari datanglah dua orang akhwat ke sebuah pondok pesantren di Bandung yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian bercerita tentang sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bus antarkota, beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan, bus yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua akhwat itulah yang selamat dengan tidak terluka sedikit pun.
Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya waktu itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafadzkan zikir. Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, inilah sebagian dari keutamaan bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya pada saat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka. Allah swt adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang hampir setiap desah napas selalu membangkang perintah-Nya, Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira. Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, pasti akan kembali kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada di genggaman kita.
Demi Allah, semuanya datang dari Allah yang Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh keikhlasan. Kemudian kita akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak. Dari pengalaman kongkret kedua akhwat di atas, dengan penuh keyakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya. Boleh jadi, inilah yang menyebabkan Rasulullah SAW memerintahkan para sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan sedekah. Saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah SAW, bahwa perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. Al-Baqarah: 261). Seruan Rasul itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya Rasulullah, harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah". "Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah SAW. Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya Rasul, saya akan melengkapi (menyumbang) peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya," ujarnya.
Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam. Kenapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan untuk bersedekah? Tiada lain karena mereka yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Sedekah adalah penyubur pahala, penolak bala, dan pelipat ganda rezeki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. Masya Allah!
Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas, sampai-sampai Rasul sendiri membuat perbandingan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?".
Allah menjawab, "Ada, yaitu besi".
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebihkuat dari pada besi?". Allah menjawab, "Ada, yaitu api".
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?". Allah menjawab, "Ada, yaitu air".
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?," tanya para malaikat. Allah pun menjawab, "Ada, yaitu angin". Akhirnya para malaikat bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?".
Allah yang Maha Gagah menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya"."
Hilangnya Pahala Sedekah
Subhaanallaah alangkah dahsyat kemuliaan yang Allah swt. berikan kepada orang-orang yang ikhlas dalam bersedekah. Akan tetapi perlu kita ketahui, bahwa ada hal-hal yang dapat menghilangkan pahala sedekah kita, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (Al- Baqarah:264)
Imam Ibnu Katsir mengatakan,"Dalam ayat diatas Allah memberikan informasi bahwa pahala sedekah itu dapat hilang disebabkan karena diungkit-ungkit dan tindakan berupa menyakiti orang yang diberi sedekah setelah sedekah diberikan. Jadi, dosa mengungkit-ungkit dan menyakiti itu menyebabkan hilangnya pahala sedekah."
Beliau kemudian berkata,"Artinya janganlah kalian membatalkan pahala sedekah kalian dengan menyakiti dan mengungkit-ungkitnya, sebagaimana tidak bernilainya sedekah orang riya. Orang yang riya adalah yang menampakkan sikap dihadapan orang lain bahwa dia ikhlas dalam beramal, padahal maksud sebenarnya adalah agar dia dipuji oleh orang lain atau agar tenar dengan sifat-sifat terpuji sehingga banyak orang yang mengagumi. Atau agar disebut sebagai orang dermawan dan maksud-maksud keduniawian lainnya. Orang yang riya tidak memiliki perhatian untuk taat kepada Allah, mencari ridha-Nya dan mengharap pahala-Nya yang berlimpah. Oleh karena itu, Allah berfirman yang artinya, "Dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir." (QS. Al-Baqarah:164).
Imam Ibnu Katsir juga menambahkan "Hujan tersebut meninggalkan batu besar tadi dalam keadaan kering mengkilat tanpa ada satupun debu diatasnya, bahkan seluruh debunya hilang. Demikianlah amal orang-orang yang riya, padahal amal tersebut hilang dan lenyap di sisi Allah meskipun terlihat memiliki amal dalam pandangan manusia. Namun amal tersebut tidaklah lebih bagaikan debu." (Tafsir Ibnu Katsir 1/246).
Wallahu a’lam bish-shawab.
ﻣﺜﻞﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻨﻔﻘﻮﻥﺍﻣﻮﺍﻟﻬﻢ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞﺍﻟﻠﻪﻛﻤﺜﻞﺣﺒﺔﺍﻧﺒﺘﺖ ﺳﺒﻊ
ﺳﻨﺎﺑﻞﻓﻲ ﻛﻞﺳﻨﺒﻠﺔﻣﺄﺓﺣﺒﺔﻭﺍﻟﻠﻪﻳﻀﻌﻒ ﻟﻤﻦﻳﺸﺎﺀﻭﺍﻟﻠﻪﻭﺍﺳﻊﻋﻠﻴﻢ
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji”, dan Allah melipatgandakan bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al Baqarah : 261)
Al Jurjani memberikan definisi sedekah ialah suatu pemberian yang diberikan oleh seorang kepada orang lain secara sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Hal tersebut juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah swt.
Cakupan sedekah atau sodaqoh sangatlah luas. Sedekah itu tidak harus dengan harta karena segala amal kebaikan adalah sedekah. Sehingga mencegah diri dari perbuatan maksiat adalah shadaqah, memberi nafkah kepada keluarga adalah shadaqah, beramar ma’ruf nahi munkar adalah shadaqah, menumpahkan syahwat kepada isteri adalah shadaqah, dan tersenyum kepada sesama muslim pun adalah juga shadaqah.
Dalam sebuah tausiahnya, Ustadz Yusuf Mansur menyampaikan bahwa sedikitnya ada empat keutamaan bersedekah.
Pertama, mengundang datangnya rezeki. “Allah berfir- man dalam salah satu ayat Alquran bahwa Dia akan membalas setiap kebaikan hamba-hamba-Nya dengan 10 kebaikan. Bahkan di ayat yang lain dinyatakan 700 kebaikan. Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan, “Pancinglah rezeki dengan sedekah”.
Kedua, sedekah dapat menolak bala. Rasulullah pernah bersabda, “Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bala tidak pernah bisa mendahului sedekah.”
Ketiga, sedekah dapat menyembuhkan penyakit. Rasulullah menganjurkan, “Obatilah penyakitmu dengan sedekah.”
Keempat, menunda kematian dan memperpanjang umur. Rasulullah mengatakan, “Perbanyaklah sedekah. Sebab, sedekah bisa memanjangkan umur”. Mengapa semua itu bisa terjadi? Hal tersebut bisa terjadi karena Allah mencintai orang-orang yang bersedekah.
Kekuatan dan kekuasaan Allah jauh lebih besar dari persoalan yang dihadapi oleh manusia. Kalau Allah sudah mencintai seseorang, maka tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, tidak ada kebutuhannya yang Allah tidak kabulkan, tidak ada dosanya yang Allah tidak ampuni, dan dia akan meninggal dalam keadaan husnul khatimah (baik).
Suatu hal yang harus diyakini oleh orang beriman ialah bahwa sedekah itu dapat menghalangi datangnya bala’ atau musibah kepada kita. Seperti dikisahkan pada suatu hari hari datanglah dua orang akhwat ke sebuah pondok pesantren di Bandung yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian bercerita tentang sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bus antarkota, beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan, bus yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua akhwat itulah yang selamat dengan tidak terluka sedikit pun.
Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya waktu itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafadzkan zikir. Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, inilah sebagian dari keutamaan bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya pada saat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka. Allah swt adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang hampir setiap desah napas selalu membangkang perintah-Nya, Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira. Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, pasti akan kembali kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada di genggaman kita.
Demi Allah, semuanya datang dari Allah yang Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh keikhlasan. Kemudian kita akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak. Dari pengalaman kongkret kedua akhwat di atas, dengan penuh keyakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya. Boleh jadi, inilah yang menyebabkan Rasulullah SAW memerintahkan para sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan sedekah. Saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah SAW, bahwa perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. Al-Baqarah: 261). Seruan Rasul itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya Rasulullah, harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah". "Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah SAW. Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya Rasul, saya akan melengkapi (menyumbang) peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya," ujarnya.
Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam. Kenapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan untuk bersedekah? Tiada lain karena mereka yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Sedekah adalah penyubur pahala, penolak bala, dan pelipat ganda rezeki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. Masya Allah!
Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas, sampai-sampai Rasul sendiri membuat perbandingan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?".
Allah menjawab, "Ada, yaitu besi".
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebihkuat dari pada besi?". Allah menjawab, "Ada, yaitu api".
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?". Allah menjawab, "Ada, yaitu air".
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?," tanya para malaikat. Allah pun menjawab, "Ada, yaitu angin". Akhirnya para malaikat bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?".
Allah yang Maha Gagah menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya"."
Hilangnya Pahala Sedekah
Subhaanallaah alangkah dahsyat kemuliaan yang Allah swt. berikan kepada orang-orang yang ikhlas dalam bersedekah. Akan tetapi perlu kita ketahui, bahwa ada hal-hal yang dapat menghilangkan pahala sedekah kita, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (Al- Baqarah:264)
Imam Ibnu Katsir mengatakan,"Dalam ayat diatas Allah memberikan informasi bahwa pahala sedekah itu dapat hilang disebabkan karena diungkit-ungkit dan tindakan berupa menyakiti orang yang diberi sedekah setelah sedekah diberikan. Jadi, dosa mengungkit-ungkit dan menyakiti itu menyebabkan hilangnya pahala sedekah."
Beliau kemudian berkata,"Artinya janganlah kalian membatalkan pahala sedekah kalian dengan menyakiti dan mengungkit-ungkitnya, sebagaimana tidak bernilainya sedekah orang riya. Orang yang riya adalah yang menampakkan sikap dihadapan orang lain bahwa dia ikhlas dalam beramal, padahal maksud sebenarnya adalah agar dia dipuji oleh orang lain atau agar tenar dengan sifat-sifat terpuji sehingga banyak orang yang mengagumi. Atau agar disebut sebagai orang dermawan dan maksud-maksud keduniawian lainnya. Orang yang riya tidak memiliki perhatian untuk taat kepada Allah, mencari ridha-Nya dan mengharap pahala-Nya yang berlimpah. Oleh karena itu, Allah berfirman yang artinya, "Dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir." (QS. Al-Baqarah:164).
Imam Ibnu Katsir juga menambahkan "Hujan tersebut meninggalkan batu besar tadi dalam keadaan kering mengkilat tanpa ada satupun debu diatasnya, bahkan seluruh debunya hilang. Demikianlah amal orang-orang yang riya, padahal amal tersebut hilang dan lenyap di sisi Allah meskipun terlihat memiliki amal dalam pandangan manusia. Namun amal tersebut tidaklah lebih bagaikan debu." (Tafsir Ibnu Katsir 1/246).
Wallahu a’lam bish-shawab.
Rabu, 16 Juni 2010
VIRUS-VIRUS IMAN
Iman adalah nikmat tertinggi yang dianuerahkan Allah swt. kepada manusia, ia perhiasan termahal dan mutiara paling berharga yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Karena dengan iman yang terjaga kualitasnya akan menjadi sumber kekuatan yang mengarahkan manusia kepa- da jalan kebaikan dan kesuksesan, serta menjadi penghalang dari jalan keburukan dan kesesatan.
Oleh karenanya mempertahankan kesehatan dan kekuatan iman adalah hal mutlak yang harus dilakukan, apalagi pada masa sekarang, dimana virus-virus iman dan penyakit-penyakit akidah ada dimana-mana. Kemaksiatan, kezaliman dan kemusyrikan berserakan di tepi-tepi jalan. Sungguh, sebuah jihad yang besar memegang teguh keimanan di tengah-tengah kekufuran dan kefasikan. Sungguh sebuah perjuangan yang berat menggenggam erat istiqomah dalam beribadah di tengah-tengah kelalaian dan hegemoni manusia dalam mengejar dunia.
Adapun iman yang melekat pada hati kita adakalanya dapat menjadi sakit manakala tidak terjaga, dan ada virus-virus yang menyerangnya. Gejala awal munculnya virus iman ini adalah jika seorang muslim tersebut terkena kuman kutil (kurang tilawah) alquran, kudis (kurang disip- lin) dalam beribadah, kurap (kurang rapih) dalam beramal solih dan kuper (kurang perhatian) dalam menuntut dan mengaplikasikan ilmu agama. Apabila kuman-kuman itu tidak segera dibersihkan dari iman kita, maka akan muncullah virus TBC (Takhayul, Bid’ah, Khurafat) dan SEPILIS (Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme) yang secara perlahan akan menggerogoti kekebalan iman kita, yang pada akhirnya menyebabkan matinya saraf-saraf keimanan, serta melumpuhkan otot-otot ketakwaan.
Adapun virus-virus yang dapat merusak iman adalah sebagai berikut:
1. Takhayul
Takhayul secara bahasa, berasal dari kata khayal yang berarti: apa yang tergambar pada seseorang mengenai suatu hal baik dalam keadaan sadar atau sedang bermimpi. Takhayul diartikan juga: percaya kepada sesuatu yang tidak benar (mustahil) . Jadi takhayul merupakan bagian dari khurâfat. Takhayul menjadikan seseorang menyembah kepada pohon, batu atau benda keramat lainnya, mereka beralasan menyembah batu, pohon, keris dan lain sebagainya untuk mendekatkan diri kepada Allah (Taqarrub) atau karena benda-benda tersebut memiliki kedigdayaan (kesaktian) yang mampu menolak suatu bencana atau mampu mendatangkan sebuah kemaslahatan, ini salah satu dampak takhayul. Jika demikian maka Tauhid Rubûbiyyah dan Tauhid Ubudiyyah seorang hamba akan keropos dan hancur.
2. Bid’ah
Bid’ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. (Lihat Al Mu’jam Al Wasith, 1/91, Majma’ Al Lugoh Al ‘Arobiyah-Asy Syamilah) Adapun definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy Syatibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah: Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Al Allamah Asy Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa`di rahimahullah memaparkan bid`ah dari sisi keadaannya terbagi dua macam, yaitu :Pertama : Bid`ah I'tiqad (bid`ah yang bersangkutan dengan keyakinan)
Bid`ah ini juga diistilahkan bid`ah qauliyah (bid`ah dalam hal pendapat) dan yang menjadi patokannya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan dalam kitab sunan :
"Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya berada dalam neraka kecuali satu golongan". Para shahabat bertanya : "Siapa golongan yang satu itu wahai Rasulullah ?.
Beliau menjawab : "Mereka yang berpegang dengan apa yang aku berada di atasnya pada hari ini dan juga para shahabatku".
Yang selamat dari perbuatan bid`ah ini hanyalah ahlus sunnah wal jama`ah yang mereka itu berpegang dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan apa yang dipegangi oleh para shahabat radliallahu anhum dalam perkara ushul (pokok) secara keseluruhannya, pokok-pokok tauhid , masalah kerasulan (kenabian), takdir, masalah-masalah iman dan selainnya.
Kedua : Bid`ah Amaliyah (bid`ah yang bersangkutan dengan amalan ibadah)
Bid`ah amaliyah adalah penetapan satu ibadah dalam agama ini padahal ibadah tersebut tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan perlu diketahui bahwasanya setiap ibadah yang tidak diperintahkan oleh Penetap syariat (yakni Allah ta`ala) baik perintah itu wajib ataupun mustahab (sunnah) maka itu adalah bid`ah amaliyah dan masuk dalam sabda nabi shallallahu alaihi wasallam : “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718), “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Jadi, ingatlah wahai saudaraku. Sebuah amalan dapat diterima jika memenuhi dua syarat ini yaitu harus ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika salah satu dari dua syarat ini tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.
3. Khurafat
Khurâfat secara bahasa berarti takhayul, dongeng atau legenda. Sedangkan khurâfy adalah hal yang berkenaan dengan takhayul atau dongeng. Dalam kamus munawir khurafat diartikan dengan: hal yang berkenaan dengan kepercayaan yang tidak masuk akal (batil) . Adapun pe-
ngertian khurâfat dalam Islam ialah semua cerita yang berupa rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantang-larang, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam .
Khurâfat yang timbul dari prasangka, menuruti hawa nafsu, taklid buta dan berpegang pada kepercayaan tanpa bukti yang benar akan melahirkan masyarakat yang rapuh. Ummat mudah roboh karenanya. Maka khurâfat dan takhayul semestinya harus dijauhi oleh pribadi setiap muslim. Untuk menanggulangi khurâfat dan takhayul yang terjadi pada masyarakat, perlu usaha setiap muslim mendalami ilmu agama, dengan pemahaman Islam yang benar insyâAllah akan terjaga dari pemikiran-pemikiran khurâfat yang menyimpang.
Khurâfat yang timbul dari prasangka, menuruti hawa nafsu, taklid buta dan berpegang pada kepercayaan tanpa bukti yang benar akan melahirkan masyarakat yang rapuh. Ummat mudah roboh karenanya. Maka khurâfat dan takhayul semestinya harus dijauhi oleh pribadi setiap muslim. Untuk menanggulangi khurâfat dan takhayul yang terjadi pada masyarakat, perlu usaha setiap muslim mendalami ilmu agama, dengan pemahaman Islam yang benar insyâAllah akan terjaga dari pemikiran-pemikiran khurâfat yang menyimpang.
4. Sekularisme
Sekularisme secara sederhana dapat didefinisikan sebagai doktrin yang menolak campur tangan nilai-nilai keagamaan dalam urusan manusia, singkatnya urusan manusia harus bebas dari agama atau dengan kata lain agama tidak boleh mengintervensi urusan manusia. Segala tata-cara kehidupan antar manusia adalah menjadi hak manusia untuk mengaturnya, Tuhan tidak boleh mengintervensinya. Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Sikap orang-orang Sekularis ini terlihat angkuh, sombong bahkan sangat menggelikan, bagaimana tidak, mereka seakan-akan lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk bagi urusan manusia melebihi Allah SWT yang telah menciptakannya. Memang patut diakui, orang-orang Sekularis adalah orang-orang genius dan brillian bahkan dengan gelar pendidikan profesor-doktor yang menyilaukan mata, tetapi sangat tidak pantas bila mereka lantas merasa lebih tahu urusan manusia dari pada Allah SWT yang menciptakannya.
Allah SWT telah memperingatkan terhadap tipu daya orang-orang Sekularis yang artinya :
“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan".
“Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” QS. 2:11-12
5. Pluralisme
Pluralisme adalah sebuah paham yang mendoktrinkan bahwa kebenaran itu bersifat banyak atau tidak tunggal. Ada Pluralisme dalam agama, hukum, moral, filsafat dan lain sebagainya, dalam kajian ini akan kita ambil defenisi Pluralisme dalam agama yang sering disebut sebagai Pluralisme agama atau sering kali disingkat sebagai Pluralisme saja. Jadi orang yang berpaham Plural dia sejatinya meyakini bahwa dalam agama Islam ada keselamatan untuk menuju sorga, dalam waktu yang bersamaan dia juga meyakini bahwa dalam agama Kristen juga ada jalan keselamatan menuju ke sorga, begitu juga dalam agama Budha, Hindu, Konghucu dan lain sebagainya. Faham pluralisme juga mengajarkan bahwa semua agama adalah benar, karenanya manusia bebas memilih agama dan keyakinannya sesuai kehendak hatinya.tidak boleh mengklaim salah satu agama saja yang benar. Padahal Allah SWT berfirman yang artinya :
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata "Sesungguhnya Allah itu adalah Al-Masih putera Maryam"“... QS. 5:17
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. QS. 3:19
6. Liberalisme
Islam artinya tunduk patuh atau pasrah dan Liberal artinya bebas, jadi Islam liberal adalah tunduk patuh tapi bebas. Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata. Islam Liberal dalam prakteknya adalah kebe- basan dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam agar Islam compatible dengan modernitas, compa- tible dengan perkembangan zaman. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan penafsiran ulang atas al-Qur”an, tidak boleh mengikuti metode tafsir ulama-ulama terdahulu, menafsirkan al-Qur”an harus dengan cara kontemporer atau modern, bahkan harus membuang jauh-jauh sunnah Rasulullah saw dan menghujat ulama-ulama besar seperti Imam Syafi”i.
Banyak sekali yang akan dirombak ulang oleh Islam Liberal antara lain menghalalkan khamer, membolehkan zina asal tidak melanggar hak orang lain, tidak mengkafirkan umat di luar Islam agar bisa kawin secara lintas agama atau agar agama lain dapat dihukumi sama-sama akan masuk sorga dan masih banyak lagi hukum-hukum yang akan dirombak semuanya agar Islam dapat mengikuti dan sesuai dengan perkembangan zaman. Na’uuzu billaah..
Allah SWT telah memperingatkan terhadap tipu daya orang-orang Sekularis yang artinya :
“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan".
“Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” QS. 2:11-12
5. Pluralisme
Pluralisme adalah sebuah paham yang mendoktrinkan bahwa kebenaran itu bersifat banyak atau tidak tunggal. Ada Pluralisme dalam agama, hukum, moral, filsafat dan lain sebagainya, dalam kajian ini akan kita ambil defenisi Pluralisme dalam agama yang sering disebut sebagai Pluralisme agama atau sering kali disingkat sebagai Pluralisme saja. Jadi orang yang berpaham Plural dia sejatinya meyakini bahwa dalam agama Islam ada keselamatan untuk menuju sorga, dalam waktu yang bersamaan dia juga meyakini bahwa dalam agama Kristen juga ada jalan keselamatan menuju ke sorga, begitu juga dalam agama Budha, Hindu, Konghucu dan lain sebagainya. Faham pluralisme juga mengajarkan bahwa semua agama adalah benar, karenanya manusia bebas memilih agama dan keyakinannya sesuai kehendak hatinya.tidak boleh mengklaim salah satu agama saja yang benar. Padahal Allah SWT berfirman yang artinya :
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata "Sesungguhnya Allah itu adalah Al-Masih putera Maryam"“... QS. 5:17
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. QS. 3:19
6. Liberalisme
Islam artinya tunduk patuh atau pasrah dan Liberal artinya bebas, jadi Islam liberal adalah tunduk patuh tapi bebas. Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata. Islam Liberal dalam prakteknya adalah kebe- basan dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam agar Islam compatible dengan modernitas, compa- tible dengan perkembangan zaman. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan penafsiran ulang atas al-Qur”an, tidak boleh mengikuti metode tafsir ulama-ulama terdahulu, menafsirkan al-Qur”an harus dengan cara kontemporer atau modern, bahkan harus membuang jauh-jauh sunnah Rasulullah saw dan menghujat ulama-ulama besar seperti Imam Syafi”i.
Banyak sekali yang akan dirombak ulang oleh Islam Liberal antara lain menghalalkan khamer, membolehkan zina asal tidak melanggar hak orang lain, tidak mengkafirkan umat di luar Islam agar bisa kawin secara lintas agama atau agar agama lain dapat dihukumi sama-sama akan masuk sorga dan masih banyak lagi hukum-hukum yang akan dirombak semuanya agar Islam dapat mengikuti dan sesuai dengan perkembangan zaman. Na’uuzu billaah..
Demikianlah virus TBC dan SEPILIS yang sangat berbahaya yang kapan saja dapat menyerang umat Islam. Karenanya marilah kita pererat ukhuwah islamiyyah dan perkuat akidah islamiyyah, serta terus berjihad mentadabburi alquran dan as sunnah sehingga iman dan akidah kita tetap terproteksi dari virus-virus iman yang merusak tauhid dan memporakporandakan nilai-nilai keimanan. Wallaahu a’lam bish shawab
Langganan:
Postingan (Atom)