Jumat, 27 Januari 2012

Resensi buku "Gurunya Manusia" Bab 1, Penulis : Munif Chatib

Majulah Pendidikan Indonesia
Untuk dapat memajukan mutu pendidikan di Indonesia, harus ada upaya-upaya dari pihak pemerintah dan pengelola sekolah untuk selalu meningkatkan keilmuan dan kemampuan para guru dalam mengajar. Karena output pembelajaran di sekolah-sekolah tergantung pada bagaimana proses pembelajaran siswa-siswinya sehari-hari, serta dipengaruhi pula oleh kompetensi yang dimiliki oleh para guru. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru di Indonesia diharapkan punya empat kompetensi dalam menjalankan profesinya, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi profesionalisme, dan kompetensi sosial.
Kompetensi pedagogi adalah kemampun mengelola pembelajaran siswa yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar; dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,dewasa, dan berwibawa-yang akan menjadi teladan bagi peserta didik- serta berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam sehingga guru dapat membimbing siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari msyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif di antara peserta didik, sesama pendidik, teaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Dalam gurunya manusia, tidak ada siswa yang bodoh. Ungkapan-ugkapan yang memojokkan siswa seharusnya tidak perlu dilakukan oleh guru. Upaya untuk memahami cara belajar siswa memang bukan hal yang mudah, dibutuhkan keterampilan dan seni tingkat tinggi. Betapa sulitnya meyakinkan para guru bahwa setiap siswa punya gaya belajar masing-masing, yang juga selalu berubah. Informasi akan masuk ke dalam otak siswa dan tak terlupakan seumur hidup siswa tesebut. Artinya, setiap guru harus mahir mengajar dengan strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa. Apabila paradigma ini benar-benar dipahami oleh guru, guru tidak akan dengan mudah memberikan label siswa bodoh atau siswa tidak becus.

Mengingat begitu pentingnya peningkatan kualitas mengajar para guru, maka hal yang terpenting dalam program-program peningkatan kualitas tersebut adalah niat dan kemauan guru untuk kreatif dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan pekerjaannya. Ahmad Rizal, seorang pemerhati pendidikan, dalam bukunya yang berjudul Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional (Grasindo, 2009) mengatakan bahwa ternyata, ada guru yang secar mental tidak siap dilatih, bahkan jumlahnya cukup besar. Guru model demikian-menurut Ahmad Rizal-adalah guru yang tidak punya kemampuan apapun. Persis seperti robot, baru bekerja setelah ada perintah dan selalu menuntut hak terlebih dahulu sebelum menunaikan kewajibannya dengan baik. Namun, sedikit sekali guru yang berkonsentrasi untuk belajar dan mengajar dengan baik. Sehari-hari, waktu bekerja guru jenis ini hanya fokus pada menentukan cara agar ilmu yang diajarkan dapat diterima dengan mudah oleh setiap siswa.
Frekuensi waktu belajar para guru di sekolah sangat menentukan baik atau tidaknya kualitas sekolah tersebut. Apabila guru adalah makhluk yang tidak boleh berhenti belajar, dan pertanyaan yang sulit dijawab, yaitu kapan dan di manakah guru harus belajar? Ada beberapa cara agar guru dapat selalu belajar, yaitu:
1. Membentuk Divisi Guardian Angel (GA) sang malaikat penyelamat, yaitu divisi khusus untuk pelatihan dan pengembangan guru di tiap sekolah. Seperti mendesain prioritas pelatihan guru, memberikan konsultsi lesson plan kepada guru.
2. Program bedah buku secara reguler, yaitu setiap ada buku baru tentang pendidikan, para guru di sekolah harus membedah buku tersebut.
3. Program Tamu Kita Minggu Ini, yaitu sebuah program yang diikuti ileh guru bidang studi tertentu atau gabungan beberapa bidang studi untuk membicarakan “tamu” mereka, yaitu seorang siswa yang mungkin menghadapi masalah dalam belajar.
Dilihat dari faktor kemauan untuk maju, guru dikelompokkan menjadi tiga jenis,
1. Guru robot, yaitu guru yang bekerja persis seperti robot. Mereka hanya masuk kelas, mengajar lalu pulang. Mereka hanya peduli pada beban materi yang harus dismpaikan kepada siswa. Mereka tak peduli terhadap kesulitan siswa dalam menerima materi, apalagi kepedulian terhadap masalah sesama guru dan sekolah pada umumnya. Mereka tidak peduli dan mirip robot yang selalu menjalankan perintah sesuai program yang sudah disusun. Guru jenis ini banyak sekali menggunakan ungkapan:
* “Wah, itu bukan masalahku, tapi masalah kamu. Jadi, selesaikan sendiri !”
* “Maaf, saya tidak dapat membantu sebab ini bukan tugas saya...”
2. Guru materialistis, yaitu guru yang selalu melakukan perhitungan, mirip degan aktivitas bisnis jual beli. Yang dijadikan patokan adalah hak yang mereka terima, barulah kewajiban mereka akan dilaksanakan sesuai hak yang mereka terima.
Ungkapan-ungkapan yang banyak kita dengar dari guru jenis ini, antara lain:
* “Cuma digaji sekian saja, kok mengharapkan saya total dalam mengajar, jangan harap, ya!”
* “Percuma mau kreatif, penghasilan yang diberikan kepada saya hanya Cuma untuk biaya transport...”
* “Kalau mengharapkan saya bekerja baik, ya turuti dong permintaan gaji saya sebesar sekian!”
3. Gurunya manusia, yaitu guru yang punya keikhlasan dalam mengajar dan belajar. Guru yang punya keyakinan bahwa target pekerjaannya adalah membuat para siswa berhasil memahami materi-materi yang diajarkan. Guru yang ikhlas, akan berintrospeksi apabila ada siswa yang tidak memahami materi ajar. Guru yang berusaha meluangkan waktu untuk belajar sebab mereka sadar, profesi guru tidak boleh berhenti untuk belajar. Guru yang keinginannya kuat dan serius ketika mengikuti pelatihan dan pengembangan kompetensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar