Rabu, 19 Januari 2011

Keluargaku, madrasahku

Peran orang tua dalam mendidik anak sangat terlihat jelas pada keluarga. Keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar mengenal kehidupannya. Karena di dalam keluarga, anak akan merasa tenteram dan nyaman untuk melangsungkan kehidupannya. Bahkan dalam hadits Nabi Muhammad saw. bersabda : Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi (H.R. Bukhari Muslim)
Peran orang tua dalam mendidik anak tidak hanya terbatas dalam memberi makan, minum, membelikan pakaian baru, dan tempat berteduh yang nyaman. Beberapa hal tersebut bukan berarti tidak perlu, sangat perlu. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak.
Beberapa peran orang tua dalam mendidik anak yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Menanamkan Pandangan Hidup Beragama
Peran orang tua dalam mendidik anak bisa dilakukan dengan memberikan penanaman beragama pada masa kanak-kanak, bahkan Islam mengajarkan pada waktu anak di dalam kandungan ibu-pun orang tua diharapkan dapat memberikan stimulus (rangsangan) keimanan kepada Allah swt. dengan cara banyak memperdengarkan bacaan ayat-ayat suci Al Quran dan shalawat Nabi kepada sang janin. Dan ketika bayi telah dilahirkan , Nabi saw. mengajarkan kita untuk mengazankannya, karena itu merupakan sunnah yang diajarkan kepada orang tua yang baru kelahiran bayi. Barangkali salah satu hikmahnya adalah bahwa kalimat pertama yang diperdengarkan pertama kali adalah kalimat tauhid (kalimat thayyibah).

Diriwayatkan oleh Abi Rafi‘ bahwa Nabi saw. mengazani telinga al-Hasan ketika dilahirkan oleh Fatimah ra. (HR Abu Daud, At-Tirmizy dengan sanad shahih). Ada juga khabar dari Ibnu As-Sinni dari Al-Hasan bin Ali dengan sanad marfu‘, Siapa yang mendapat kelahiran anak lalu mengazanilah pada telinga kanannya dan mengiiqamati pada telinga kirinya, maka tidak akan dicelakakan jin. Hadits lainnya adalah: Dari Ibni Abbas ra. Bahwa Nabi SAW mengazani telinga kanan Hasan bin Ali pada hari kelahirannya dan mengiqamati telinga kanannya.
Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan memang dalam sanad keduanya ada dho‘f (hadits dhaif). Namun hadits yang pertama yang isiya tentang azan tanpa iqamat adalah hadits shahih.


Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk mengenalkan dasar-dasar hidup beragama. Penanaman hidup beragama ini bisa dilakukan dengan mengajak anak-anak untuk ikut serta pergi ke masjid bersama orang tua menjalankan ibadah, mendengarkan kultum, maupun ceramah agama. Bila semasa kecilnya anak tidak dikenalkan dengan agama, tidak pernah pergi bersama orang tua ke masjid mendengarkan ceramah maupun sholat berjamaah, maka setelah dewasa mereka pun tidak ada perhatian terhadap hidup beragama. Untuk itu, peran orang tua dalam mendidik anak sangat perlu diperhatikan di awal masa kanak-kanaknya.

2. Memberi Keteladanan Beragama
Pendidikan keteladanan di mulai dari keluarga dan diajarkan pula di sekolah. Anak sudah harus diarahkan untuk mengikuti hal-hal baik yang dilakukan oleh para orang dewasa agar mereka mendapatkan contoh kongkrit dari apa yang dilihatnya. Seorang anak adalah mesin foto copy yang canggih, apapun yang diperbuat oleh bapak dan ibunya maupun lingkungan keluarga akan di contoh oleh si anak, sekarang kemana si anak akan di arahkan? Oleh karena itu bijaklah dalam berbicara maupun bertindak, ingatlah dalam keluarga ada yang sedang menjiplak anda.
Pendidikan anak diawali dari rumah. Oleh karenanya semakin besar anak, sebagai orang tua harus semakin berhati-hati bertingkah laku & berkata-kata, takut anak meniru yang buruk. Anak-anak adalah peniru yang baik.
Pendidikan keteladanan sebenarnya ada dalam rumah-rumah kita. Dia bersemayam dalam hati kita masing-masing, karena pada hakekatnya keteladanan muncul dari dalam diri. Hal itu terlihat dari bagaimana seorang ayah yang melindungi anak-anaknya dengan sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Bagaimana seorang ibu yang menyayangi anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan belaian lembut seorang ibu. Semua itu mereka lakukan demi keberlangsungan hidup anak-anaknya. Ketika ayah dan ibu tak menjadi teladan bagi anak-anaknya. Ketika seorang kakak tak memberikan teladan kepada adiknya, dan ketika yang tua tak memberikan teladan kepada yang muda. Apa yang terjadi?
Kita tentu akan melihat bahwa budi pekerti telah hilang dari dalam diri. Mereka yang muda tentu akan mengikuti gaya orang tuanya. Bila orang tuanya baik, maka anak pun akan cenderung baik. Ketika orang tuanya jahat, maka anak pun akan berkecenderungan jahat pula. Pendidikan keteladanan harus dimulai dari keluarga. Para orang tua harus dapat memberikan keteladanan kepada anak-anaknya.
Ketika orang tua mengajak anaknya untuk beribadah, maka orang tuanya itu harus memberikan keteladanan lebih dulu. Jangan sekali-kali mengajak anak untuk beribadah, ketika orang tua tak melakukannya. Sebab bila itu terjadi anak akan protes dan cenderuang memaki dan mengumpat. Bisa saja keluar kalimat, “ayah saja tidak sholat, dan ibu saja tidak mengaji”. Pada akhirnya anak melihat kelakuan buruk orang tuanya. Anak akan cepat meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Keteladanan positif pun tak terjadi.
Menjadi orang tua ideal perlu ilmu. Menjadi guru ideal juga perlu ilmu. jika orang tua dan guru mengamalkan ilmunya dengan benar, saya yakin keteladanan bisa diberikan pada anak. Sayangnya, banyak suami istri tidak mencari ilmu mendidik anak karena sibuk dengan urusan pemenuhan kebutuhan keluarga. Mereka mengandalkan guru di sekolah untuk mendidik anaknya. Namun, ternyata guru telanjur dipusingkan dengan urusan administrasi sekolah dan urusan keluarga. mereka hanya sempat mentransfer materi pelajaran tapi lupa menanamkan keteladanan. Kalau sudah begitu, semoga kita tidak termasuk golongan orang yang merugi.
Pendidikan keteladanan harus dipupuk dari anak masih usia dini. Tentu memori otaknya akan menyimpan semua hal baik yang dilihatnya. Tetapi bila kita sebagai orang tua tak memberikan keteladanan, maka jangan salahkan bila anak kita berkelakukan kurang ajar. Dalam dunia persekolahan kita, pendidikan keteladanan harus diberikan guru kepada anak didiknya. Menyatu dalam kurikulum yang bernama pendidikan karakter. Di sinilah fungsi mendidik itu diperkukan. Para peserta didik diajarkan bagaimana mencontoh hal-hal baik yang ada dalam kehidupannya sehari-hari. Banyak orang tua lupa bahwa mereka itu guru pertama bagi anaknya. Keluarga itu adalah sekolah pertama anak. Merah, putih, dan hitamnya anak tergantung pada orang tuanya.

3. Mengajarkan Nilai-nilai Kebaikan
Anak berbeda dengan orang dewasa. Daya pikir dan imajinasinya yang masih sederhana terkadang menimbulkan kesulitan bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang sifatnya abstrak. Di antaranya, bagaimana mengajari anak untuk senang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kejelekan. Namun sesulit apapun, di sana akan selalu ada jalan.
Anak-anak tumbuh dan berkembang. Tak bisa tidak, mereka pasti akan berhadapan dengan lingkungannya: lingkungan keluarga, lingkungan belajarnya, dan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Tak selamanya yang tampak dalam lingkungannya adalah kebaikan. Entah suatu saat, suatu kesalahan atau keburukan mungkin akan terjadi di hadapan mereka. Terlebih lagi bagi orang yang memiliki mata hati, kini tampak banyak kerusakan yang tersebar.
Tentu takkan ada yang berharap anak mereka turut jatuh dalam kerusakan itu. Bahkan mestinya setiap ayah dan ibu berharap anak mereka terjauh dari semua itu. Lebih dari itu, mestinya setiap ayah dan ibu berharap agar buah hati mereka mampu mengubah keburukan menjadi kebaikan, sesuai kemampuan yang ada pada mereka.



Inilah pula yang diharapkan oleh Luqman ketika dia berpesan kepada anaknya:
“Dan perintahkanlah manusia untuk melakukan kebaikan dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar…” (Luqman:17)
Demikianlah Luqman Al-Hakim mengajarkan kepada anaknya untuk memerintahkan manusia melakukan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran sejauh kemampuan dan kesungguhannya. Demikian pula yang semestinya diajarkan kepada anak-anak.
Orang tua juga sebaiknya mengajarkan nilai-nilai akhlakul karimah kepada anak-anaknya, seperti jujur, ikhlas, syukur, sabar, tanggung jawab, serta saling berbagi, saling mengasihi dan tolong menolong terhadap sesama. Insyaallah, jika akhlak-akhlak yang mulia ini telah tertanam dalam diri anak, serta telah teraplikasikan dalam kehidupan mereka, niscaya harapan setiap orang tua agar anak-anaknya menjadi saleh dan salehah akan tercapai.

4. Mencegah Pengaruh Buruk Dari Lingkungan dan Media Informasi
Tidak dapat dipungkiri, bahwa lingkungan tempat tinggal, bermain dan belajar anak sangat mempengaruhi tingkat keberagamaan seorang anak. Oleh karenanya orang tua harus selalu memperhatikan keberadaan lingkungan bagi anaknya tersebut. Pengaruh-pegaruh buruk yang dapat muncul dari lingkungan dan dari media informasi hendaknya dapat dicegah oleh orang tua. Caranya ialah dengan mengawasi dan mengontrol dengan siapa dia bermain atau berteman, baik teman di rumah maupun di sekolahnya. Juga dengan cara menemani anak jika sedang menonton televisi, jika ada tayangan-tayangan yang tidak baik, hendaknya bisa dipindah atau diberi arahan oleh orang tua. Belum lagi jika sang anak tersebut sudah memiliki HP yang dapat mengakses jaringan internet, ini orang tua harus lebih ketat lagi memeriksa HP tersebut, agar tidak ada situs-situs pornografi dan hal-hal yang menyesatkan yang masuk di dalamnya. Begitu pula dengan perkembangan mode pakaian dan rambut, para orang tua hendaknya dapat mengarahkan anak-anaknya agar tidak mengikuti tren-tren fashion para selebritis yang tidak Islami.
Dari uraian materi di atas, maka dapatlah disimpulkan, bahwa peran orang tua dalam menghadapi perkembangan beragama anak sangat diperlukan. Karena orang tua adalah orang yang terdekat dengan anak-anaknya. Pola pengalaman beragama pada masa anak-anak, ialah meniru dari orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya. Jika kedua orang tuanya berperilaku baik, sopan dan santun serta berkata-kata dengan lemah lembut dan bijaksana, maka anak-anak-pun akan mengikutinya. Akan tetapi sebaliknya, apabila kedua orang tua dan orang-orang dewasa yang ada di sekitar anak-anak tidak mencontohkan akhlak yang baik, berbicara kasar dan kotor, maka tidak menutup kemungkinan akan diikuti pula oleh anak-anaknya