Setan memang tidak bisa terlihat oleh manusia namun manusia bisa mengenali setan lewat metode – metode yang dia gunakan untuk menyesatkan manusia. Berikut cara – cara yang digunakan oleh setan untuk menjauhkan manusia dari kebenaran :
1. Menjadikan sesuatu yang mungkar nampak baik atau indah
Kemungkaran, hakikatnya mempunyai nama, bentuk dan akibat yang sangat buruk. Karena keburukannya tak ada manusia yang mau melakukannya, tapi berkat usaha setan menutupinya dengan kebaikan dan menghiasinya dengan keindahan, membuat manusia tak segan – segan untuk melakukannya.
“Wahai Tuhanku, karena engkau telah menetapkan aku sesat, maka aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS Al Hijr 39)
Setan adalah penipu ulung sekaligus entrepreneur handal yang sangat paham cara mempromosikan barang dagangannya. Dia bungkus racun mematikan dengan kemasan madu yang menyehatkan.
2. Menamai perbuatan maksiat dengan nama – nama yang disenangi
Dengan memberi nama yang disukai manusia pada kemaksiatan maka sisi keburukan dan kekejiannya tertutupi. Nama yang disukai tentu akan menjadi daya tarik…menjadi iklan yang membuat manusia penasaran ingin mencoba. Setanlah yang memberi nama pohon yang dilarang Allah untuk didekati dengan nama pohon khuldi (pohon kekekalan). Allah menceritakannya di dalam Al Qur’an :
“Kemudian setan membisikkan pikiran buruk kepadanya dengan berkata, ‘Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi (pohon kekekalan) dan kerajaan yang tidak akan binasa?’” (QS Thoha 120)
Dia bisikkan kepada manusia agar menamai riba sebagai bunga, berpose telanjang, menari seronok sebagai seni, memamerkan aurat tanpa rasa malu sedikitpun sebagai kontes ratu kecantikan dlsb.
3. Menamai perbuatan baik dengan nama yang tidak disukai
Kebenaran mempunyai pancaran cahaya yang terang. Andai kebenaran itu disajikan apa adanya tanpa dijelek – jelekkan bentuknya, niscaya jiwa manusia akan segera menghampirinya, pandangan dan pendengaran mereka akan tertuju padanya. Oleh karena itulah, setan berusaha menggambarkan kebenaran dengan bentuk yang jelek dan rupa yang buruk, serta menyebutnya dengan sebutan yang tidak disukai.
Setanlah yang membisikkan kepada kafir Quraisy untuk menjuluki Rasulullah saw dengan julukan penyihir, dukun, penyair yang terkena sihir dan julukan lain yang membuat orang tidak suka dengan beliau.
“Dan orang – orang zalim itu berkata, ‘Kalian semua tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.’”(QS Al Furqon 8 )
Setan pula yang membisikkan kepada bala tentaranya agar menamai orang – orang yang berpegang teguh dengan petunjuk Nabi saw dan menjadikan sunnah – sunnah beliau sebagai jalan hidup dengan sebutan orang yang fanatik. Para wanita yang memegang teguh perintah Tuhannya dan senantiasa berdiam di rumah mereka sebut kuper. Jilbab yang sesuai syariat mereka namai kemah berjalan.
4. Menakut – nakuti manusia dengan kemiskinan dan penderitaan
Kemiskinan, kesengsaraan dan penderitaan adalah hal yang sangat di takuti manusia. Dan setan tahu itu, sehingga dia gunakan ketakutan – ketakutan tersebut untuk menyesatkan manusia.
“Setan itu menjanjikan kemiskinan kepada kalian.”(QS Al Baqarah 268)
Setanlah yang menakut – nakuti pengikut – pengikut Fir’aun agar tidak menerima ajaran Nabi Musa dan Nabi Harun.
“Sesungguhnya dua orang ini adalah benar – benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian dengan sihir mereka dan hendak melenyapkan kedudukan kalian yang terpandang.”(QS Thoha 63)
Begitu pula yang terjadi pada penduduk Madyan.
“Sungguh, jika kamu mengikuti Syu’aib, tentu kamu (menjadi) orang – orang yang merugi.”(QS Al A’raf 90)
Setan tampakkan kemiskinan dan kekurangan harta dimata manusia agar orang – orang enggan membayar zakat dan bersedekah.
5. Masuk ke dalam hati manusia melalui perkara yang paling disenangi
Itulah pintu yang paling mudah untuk dimasuki setan karena jika sudah berhadapan dengan hal – hal yang menyenangkan seringkali manusia menjadi lupa diri hingga tidak sadar telah disesatkan oleh setan. Bentuk – bentuk kesenangan itu ada beberapa macam, “Diri manusia dihiasi kecintaan kepada wanita, anak – anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang – binatang ternak dan sawah ladang.”(QS Ali Imran 14)
Setan biasa dan bisa menggunakan kesenangan – kesenangan tersebut sebagai senjata untuk menaklukan manusia dalam kesesatan.
“Sepeninggalku tidak ada bahaya ditengah – tengah manusia yang lebih berbahaya bagi laki – laki daripada bahaya perempuan.”(HR Muslim, Ahmad, Nasa’i)
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah bersepi – sepi dengan wanita yang tidak sedang bersama mahramnya, karena pihak ketiganya adalah setan.”(Muttafaqun ‘alaih)
6. Menyesatkan manusia secara bertahap
Sangat mustahil setan mendatangi manusia, lalu secara spontan mengatakan, “Lakukanlah perbuatan maksiat ini atau nikmatilah perbuatan mungkar ini!” Setan akan mendekati manusia dengan cara bertahap, sedikit demi sedikit dan selangkah demi selangkah. Dimulai dari pandangan, berubah jadi senyuman, lalu menjadi percakapan, terus melakukan janjian dan akhirnya menjadi sebuah pertemuan. Seperti itulah kira – kira langkah – langkah yang dilakukan setan. Allah swt memperingatkan :
“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah – langkah setan. Barangsiapa mengikuti langkah – langkah setan, maka (dia akan jatuh dalam perbuatan yang dilarang), karena sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.”(QS An Nur 21)
7. Menghalangi manusia dari jalan kebenaran
Setan telah berikrar kepada Allah untuk menggoda dan menyesatkan umat manusia agar tidak ada lagi hamba – hamba yang mengagungkan dan menyembah Allah.
“Iblis menjawab, “Karena Engkau telah menetapkan saya tersesat, maka saya benar – benar akan (menghalang – halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”"(QS Al A’raf 16-17)
Setan menyerang dari berbagai arah dari depan, belakang, kanan dan kiri manusia. Menurut para ulama dari depan berarti dari sisi dunia, dari belakang berarti dari sisi akhirat, dari arah kanan berarti dari sisi kebaikan – kebaikan dan dari arah kiri berarti dari sisi kejelekan – kejelekan manusia. Ibnu Abbas r.a berkata, “Setan tidak mengatakan dari atas mereka, karena dia mengetahui bahwa Allah ada di atas mereka.”
8. Menampakkan diri sebagai pemberi nasihat bagi manusia
Tidak mungkin setan berkata, “Lakukan kemaksiatan agar kamu mendapat siksa yang pedih.” Setan akan selalu mengklaim dirinya sebagai pemberi nasihat yang baik. Itu pulalah yang dikatakannya kepada Adam as saat dia membujuk agar Adam dan Hawa mau memakan buah khuldi.
“Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua.’”(QS Al A’raf 21)
9. Meminta bantuan kepada setan dari jenis manusia
Bila setan telah lelah dan merasa tidak mampu menyesatkan orang – orang yang mempunyai keimanan yang kuat, ia akan meminta bantuan kepada penolong – penolong dari kalangan manusia untuk mewujudkan keinginannya.
“Sesungguhnya setan membisikkan kepada kawan – kawannya agar mereka membantah kalian. Jika kalian menuruti mereka sesungguhnya kalian tentu menjadi orang – orang musyrik.”(QS Al An’am 121)
Setan yang berwujud manusia biasanya lebih berat dihadapi daripada setan dari kalangan jin. Karena bisa saja manusia tersebut adalah orang terdekat kita.
Akhirnya, untuk menghalau setiap godaan setan sebaiknya seseorang memiliki 3 hal :
1. Mempunyai ilmu agama. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Orang berilmu lebih tangguh dihadapan setan daripada seribu ahli ibadah (yang kurang ilmu).”
2. Taubat dan minta ampun.
3. Banyak mengingat Allah. Baik lewat zikir, sholat maupun do’a.
Semoga Allah selalu melindungi kita semua dari godaan setan yang terkutuk.
Dipetik dari buku : Cara Setan Menyesatkan Manusia (Thuruqusy Syaithon Fi Idlalil Insan) oleh Wahid Abdussalam Bali
Blog ini bertujuan untuk ajang silaturahim dan dakwah Islam, semoga dapat bermanfaat untuk kita bersama.
Rabu, 13 April 2011
Rabu, 06 April 2011
TUJUH KIAT MENGHADAPI KESULITAN HIDUP
Tujuh Kiat Mengatasi Kesulitan Hidup
Setiap manusia tentunya menginginkan mendapatkan kebahagiaan, kebaikan, dan kesejahteraan serta kemudahan dalam hidupnya. Seperti rezeki yang cukup dan berkah, jasmani yang sehat, usaha yang lancar, keluarga yang harmonis, serta berbagai kebaikan-kebaikan yang lain. Namun terkadang justru yang datang kepadanya adalah sebaliknya, yakni berbagai macam kesulitan, keburukan dan kesengsaraan hidup. Mengapa ini terjadi kepada kita?
Jangan berburuk sangka dulu kepada Allah swt., setiap keburukan yang datang, itu adalah merupakan ujian keimanan kita, apakah kita bersabar menghadapinya, ataukah kita berputus asa atau bahkan menghujat dan menyalahkan Allah swt., dengan mengatakan “Allah tidak adil, Allah tidak sayang kepada saya.”(misalnya). Justru dengan musibah atau ujian dan cobaan itu Allah sayang kepada kita, karena siapa orang yang bersabar dan tetap teguh keimanan dan ibadahnya kepada Allah swt., walau diterpa berbagai macam kesulitan, maka Allah swt. akan mengangkat derajatnya serta mengampuni dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Sabda Nabi Muhammad saw. “Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiallahu anhuma dari Nabi Shallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda : Tidaklah seorang muslim tertimpa sesuatu kelelahan atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan atau gangguan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim )
Nah, sebagai tanda sayangnya Allah swt. kepada kita, melalui kitab suci-Nya yang mulia
(Al Quran), Allah swt. memberikan tujuh kiat untuk menghadapi kesulitan hidup, sebagai berikut:
1. Bersikap sabar
2. Melaksanakan shalat
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS.Al Baqarah : 153)
3. Suka bersedekah (memberikan harta)
4. Bertakwa dengan sebenar-benarnya kepada Allah swt.
5. Membenarkan pahala yang terbaik (syurga)
“Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (syurga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan).” (QS. Al Lail : 5 – 7)
6. Berikhtiar (berusaha) merubah keadaan
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar Ra’ad : 11)
7. Jangan berputus asa kepada Allah swt.
“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (QS. Yusuf : 87)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah : 5-6)
Setiap manusia tentunya menginginkan mendapatkan kebahagiaan, kebaikan, dan kesejahteraan serta kemudahan dalam hidupnya. Seperti rezeki yang cukup dan berkah, jasmani yang sehat, usaha yang lancar, keluarga yang harmonis, serta berbagai kebaikan-kebaikan yang lain. Namun terkadang justru yang datang kepadanya adalah sebaliknya, yakni berbagai macam kesulitan, keburukan dan kesengsaraan hidup. Mengapa ini terjadi kepada kita?
Jangan berburuk sangka dulu kepada Allah swt., setiap keburukan yang datang, itu adalah merupakan ujian keimanan kita, apakah kita bersabar menghadapinya, ataukah kita berputus asa atau bahkan menghujat dan menyalahkan Allah swt., dengan mengatakan “Allah tidak adil, Allah tidak sayang kepada saya.”(misalnya). Justru dengan musibah atau ujian dan cobaan itu Allah sayang kepada kita, karena siapa orang yang bersabar dan tetap teguh keimanan dan ibadahnya kepada Allah swt., walau diterpa berbagai macam kesulitan, maka Allah swt. akan mengangkat derajatnya serta mengampuni dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Sabda Nabi Muhammad saw. “Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiallahu anhuma dari Nabi Shallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda : Tidaklah seorang muslim tertimpa sesuatu kelelahan atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan atau gangguan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim )
Nah, sebagai tanda sayangnya Allah swt. kepada kita, melalui kitab suci-Nya yang mulia
(Al Quran), Allah swt. memberikan tujuh kiat untuk menghadapi kesulitan hidup, sebagai berikut:
1. Bersikap sabar
2. Melaksanakan shalat
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS.Al Baqarah : 153)
3. Suka bersedekah (memberikan harta)
4. Bertakwa dengan sebenar-benarnya kepada Allah swt.
5. Membenarkan pahala yang terbaik (syurga)
“Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (syurga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan).” (QS. Al Lail : 5 – 7)
6. Berikhtiar (berusaha) merubah keadaan
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar Ra’ad : 11)
7. Jangan berputus asa kepada Allah swt.
“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (QS. Yusuf : 87)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah : 5-6)
UJIAN KEIMANAN
UJIAN KEIMANAN ( Dialog manusia dengan Al Quran )
1. Kenapa aku diuji ?
“Apakah manusia mengira bahwa, mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al ‘Ankabut ; 2-3)
2. Kenapa aku tidak mendapatkan apa yang aku idam-idamkan ?
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 216)
3. Kenapa ujian seberat ini ?
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS.Al Baqarah : 286)
4. Dengan apa aku diuji ?
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”
(QS. Al Anbiyaa’ : 35)
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 155)
5. Rasa frustasi ?
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman. (QS. Ali Imran : 139)
6. Bagaimana aku harus menghadapinya ?
“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imran : 200)
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” (QS. Al Baqarah : 45)
7. Apa jalan keluarnya ?
“Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (syurga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan).” (QS. Al Lail : 5 – 7)
“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.”
(QS. Ath Thalaq : 7)
8. Apa yang aku dapat dari semua ini ?
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan surga untuk mereka.” (QS. At Taubah : 111)
“Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiallahu anhuma dari Nabi Shallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda : Tidaklah seorang muslim tertimpa sesuatu kelelahan atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan atau gangguan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim ) (Kitab shahih Bukhari no.5642, dan Kitab shahih Muslim no. 2573)
9. Kepada siapa aku berharap ?
“Cukuplah Allah bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.” (QS. At Taubah : 129)
10. Aku tak dapat tahan lagi ?
“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (QS. Yusuf : 87)
1. Kenapa aku diuji ?
“Apakah manusia mengira bahwa, mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al ‘Ankabut ; 2-3)
2. Kenapa aku tidak mendapatkan apa yang aku idam-idamkan ?
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 216)
3. Kenapa ujian seberat ini ?
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS.Al Baqarah : 286)
4. Dengan apa aku diuji ?
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”
(QS. Al Anbiyaa’ : 35)
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 155)
5. Rasa frustasi ?
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman. (QS. Ali Imran : 139)
6. Bagaimana aku harus menghadapinya ?
“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imran : 200)
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” (QS. Al Baqarah : 45)
7. Apa jalan keluarnya ?
“Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (syurga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan).” (QS. Al Lail : 5 – 7)
“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.”
(QS. Ath Thalaq : 7)
8. Apa yang aku dapat dari semua ini ?
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan surga untuk mereka.” (QS. At Taubah : 111)
“Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiallahu anhuma dari Nabi Shallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda : Tidaklah seorang muslim tertimpa sesuatu kelelahan atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan atau gangguan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.”
(HR. Al Bukhari dan Muslim ) (Kitab shahih Bukhari no.5642, dan Kitab shahih Muslim no. 2573)
9. Kepada siapa aku berharap ?
“Cukuplah Allah bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.” (QS. At Taubah : 129)
10. Aku tak dapat tahan lagi ?
“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (QS. Yusuf : 87)
Rabu, 19 Januari 2011
Keluargaku, madrasahku
Peran orang tua dalam mendidik anak sangat terlihat jelas pada keluarga. Keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar mengenal kehidupannya. Karena di dalam keluarga, anak akan merasa tenteram dan nyaman untuk melangsungkan kehidupannya. Bahkan dalam hadits Nabi Muhammad saw. bersabda : Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi (H.R. Bukhari Muslim)
Peran orang tua dalam mendidik anak tidak hanya terbatas dalam memberi makan, minum, membelikan pakaian baru, dan tempat berteduh yang nyaman. Beberapa hal tersebut bukan berarti tidak perlu, sangat perlu. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak.
Beberapa peran orang tua dalam mendidik anak yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Menanamkan Pandangan Hidup Beragama
Peran orang tua dalam mendidik anak bisa dilakukan dengan memberikan penanaman beragama pada masa kanak-kanak, bahkan Islam mengajarkan pada waktu anak di dalam kandungan ibu-pun orang tua diharapkan dapat memberikan stimulus (rangsangan) keimanan kepada Allah swt. dengan cara banyak memperdengarkan bacaan ayat-ayat suci Al Quran dan shalawat Nabi kepada sang janin. Dan ketika bayi telah dilahirkan , Nabi saw. mengajarkan kita untuk mengazankannya, karena itu merupakan sunnah yang diajarkan kepada orang tua yang baru kelahiran bayi. Barangkali salah satu hikmahnya adalah bahwa kalimat pertama yang diperdengarkan pertama kali adalah kalimat tauhid (kalimat thayyibah).
Diriwayatkan oleh Abi Rafi‘ bahwa Nabi saw. mengazani telinga al-Hasan ketika dilahirkan oleh Fatimah ra. (HR Abu Daud, At-Tirmizy dengan sanad shahih). Ada juga khabar dari Ibnu As-Sinni dari Al-Hasan bin Ali dengan sanad marfu‘, Siapa yang mendapat kelahiran anak lalu mengazanilah pada telinga kanannya dan mengiiqamati pada telinga kirinya, maka tidak akan dicelakakan jin. Hadits lainnya adalah: Dari Ibni Abbas ra. Bahwa Nabi SAW mengazani telinga kanan Hasan bin Ali pada hari kelahirannya dan mengiqamati telinga kanannya.
Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan memang dalam sanad keduanya ada dho‘f (hadits dhaif). Namun hadits yang pertama yang isiya tentang azan tanpa iqamat adalah hadits shahih.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk mengenalkan dasar-dasar hidup beragama. Penanaman hidup beragama ini bisa dilakukan dengan mengajak anak-anak untuk ikut serta pergi ke masjid bersama orang tua menjalankan ibadah, mendengarkan kultum, maupun ceramah agama. Bila semasa kecilnya anak tidak dikenalkan dengan agama, tidak pernah pergi bersama orang tua ke masjid mendengarkan ceramah maupun sholat berjamaah, maka setelah dewasa mereka pun tidak ada perhatian terhadap hidup beragama. Untuk itu, peran orang tua dalam mendidik anak sangat perlu diperhatikan di awal masa kanak-kanaknya.
2. Memberi Keteladanan Beragama
Pendidikan keteladanan di mulai dari keluarga dan diajarkan pula di sekolah. Anak sudah harus diarahkan untuk mengikuti hal-hal baik yang dilakukan oleh para orang dewasa agar mereka mendapatkan contoh kongkrit dari apa yang dilihatnya. Seorang anak adalah mesin foto copy yang canggih, apapun yang diperbuat oleh bapak dan ibunya maupun lingkungan keluarga akan di contoh oleh si anak, sekarang kemana si anak akan di arahkan? Oleh karena itu bijaklah dalam berbicara maupun bertindak, ingatlah dalam keluarga ada yang sedang menjiplak anda.
Pendidikan anak diawali dari rumah. Oleh karenanya semakin besar anak, sebagai orang tua harus semakin berhati-hati bertingkah laku & berkata-kata, takut anak meniru yang buruk. Anak-anak adalah peniru yang baik.
Pendidikan keteladanan sebenarnya ada dalam rumah-rumah kita. Dia bersemayam dalam hati kita masing-masing, karena pada hakekatnya keteladanan muncul dari dalam diri. Hal itu terlihat dari bagaimana seorang ayah yang melindungi anak-anaknya dengan sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Bagaimana seorang ibu yang menyayangi anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan belaian lembut seorang ibu. Semua itu mereka lakukan demi keberlangsungan hidup anak-anaknya. Ketika ayah dan ibu tak menjadi teladan bagi anak-anaknya. Ketika seorang kakak tak memberikan teladan kepada adiknya, dan ketika yang tua tak memberikan teladan kepada yang muda. Apa yang terjadi?
Kita tentu akan melihat bahwa budi pekerti telah hilang dari dalam diri. Mereka yang muda tentu akan mengikuti gaya orang tuanya. Bila orang tuanya baik, maka anak pun akan cenderung baik. Ketika orang tuanya jahat, maka anak pun akan berkecenderungan jahat pula. Pendidikan keteladanan harus dimulai dari keluarga. Para orang tua harus dapat memberikan keteladanan kepada anak-anaknya.
Ketika orang tua mengajak anaknya untuk beribadah, maka orang tuanya itu harus memberikan keteladanan lebih dulu. Jangan sekali-kali mengajak anak untuk beribadah, ketika orang tua tak melakukannya. Sebab bila itu terjadi anak akan protes dan cenderuang memaki dan mengumpat. Bisa saja keluar kalimat, “ayah saja tidak sholat, dan ibu saja tidak mengaji”. Pada akhirnya anak melihat kelakuan buruk orang tuanya. Anak akan cepat meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Keteladanan positif pun tak terjadi.
Menjadi orang tua ideal perlu ilmu. Menjadi guru ideal juga perlu ilmu. jika orang tua dan guru mengamalkan ilmunya dengan benar, saya yakin keteladanan bisa diberikan pada anak. Sayangnya, banyak suami istri tidak mencari ilmu mendidik anak karena sibuk dengan urusan pemenuhan kebutuhan keluarga. Mereka mengandalkan guru di sekolah untuk mendidik anaknya. Namun, ternyata guru telanjur dipusingkan dengan urusan administrasi sekolah dan urusan keluarga. mereka hanya sempat mentransfer materi pelajaran tapi lupa menanamkan keteladanan. Kalau sudah begitu, semoga kita tidak termasuk golongan orang yang merugi.
Pendidikan keteladanan harus dipupuk dari anak masih usia dini. Tentu memori otaknya akan menyimpan semua hal baik yang dilihatnya. Tetapi bila kita sebagai orang tua tak memberikan keteladanan, maka jangan salahkan bila anak kita berkelakukan kurang ajar. Dalam dunia persekolahan kita, pendidikan keteladanan harus diberikan guru kepada anak didiknya. Menyatu dalam kurikulum yang bernama pendidikan karakter. Di sinilah fungsi mendidik itu diperkukan. Para peserta didik diajarkan bagaimana mencontoh hal-hal baik yang ada dalam kehidupannya sehari-hari. Banyak orang tua lupa bahwa mereka itu guru pertama bagi anaknya. Keluarga itu adalah sekolah pertama anak. Merah, putih, dan hitamnya anak tergantung pada orang tuanya.
3. Mengajarkan Nilai-nilai Kebaikan
Anak berbeda dengan orang dewasa. Daya pikir dan imajinasinya yang masih sederhana terkadang menimbulkan kesulitan bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang sifatnya abstrak. Di antaranya, bagaimana mengajari anak untuk senang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kejelekan. Namun sesulit apapun, di sana akan selalu ada jalan.
Anak-anak tumbuh dan berkembang. Tak bisa tidak, mereka pasti akan berhadapan dengan lingkungannya: lingkungan keluarga, lingkungan belajarnya, dan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Tak selamanya yang tampak dalam lingkungannya adalah kebaikan. Entah suatu saat, suatu kesalahan atau keburukan mungkin akan terjadi di hadapan mereka. Terlebih lagi bagi orang yang memiliki mata hati, kini tampak banyak kerusakan yang tersebar.
Tentu takkan ada yang berharap anak mereka turut jatuh dalam kerusakan itu. Bahkan mestinya setiap ayah dan ibu berharap anak mereka terjauh dari semua itu. Lebih dari itu, mestinya setiap ayah dan ibu berharap agar buah hati mereka mampu mengubah keburukan menjadi kebaikan, sesuai kemampuan yang ada pada mereka.
Inilah pula yang diharapkan oleh Luqman ketika dia berpesan kepada anaknya:
“Dan perintahkanlah manusia untuk melakukan kebaikan dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar…” (Luqman:17)
Demikianlah Luqman Al-Hakim mengajarkan kepada anaknya untuk memerintahkan manusia melakukan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran sejauh kemampuan dan kesungguhannya. Demikian pula yang semestinya diajarkan kepada anak-anak.
Orang tua juga sebaiknya mengajarkan nilai-nilai akhlakul karimah kepada anak-anaknya, seperti jujur, ikhlas, syukur, sabar, tanggung jawab, serta saling berbagi, saling mengasihi dan tolong menolong terhadap sesama. Insyaallah, jika akhlak-akhlak yang mulia ini telah tertanam dalam diri anak, serta telah teraplikasikan dalam kehidupan mereka, niscaya harapan setiap orang tua agar anak-anaknya menjadi saleh dan salehah akan tercapai.
4. Mencegah Pengaruh Buruk Dari Lingkungan dan Media Informasi
Tidak dapat dipungkiri, bahwa lingkungan tempat tinggal, bermain dan belajar anak sangat mempengaruhi tingkat keberagamaan seorang anak. Oleh karenanya orang tua harus selalu memperhatikan keberadaan lingkungan bagi anaknya tersebut. Pengaruh-pegaruh buruk yang dapat muncul dari lingkungan dan dari media informasi hendaknya dapat dicegah oleh orang tua. Caranya ialah dengan mengawasi dan mengontrol dengan siapa dia bermain atau berteman, baik teman di rumah maupun di sekolahnya. Juga dengan cara menemani anak jika sedang menonton televisi, jika ada tayangan-tayangan yang tidak baik, hendaknya bisa dipindah atau diberi arahan oleh orang tua. Belum lagi jika sang anak tersebut sudah memiliki HP yang dapat mengakses jaringan internet, ini orang tua harus lebih ketat lagi memeriksa HP tersebut, agar tidak ada situs-situs pornografi dan hal-hal yang menyesatkan yang masuk di dalamnya. Begitu pula dengan perkembangan mode pakaian dan rambut, para orang tua hendaknya dapat mengarahkan anak-anaknya agar tidak mengikuti tren-tren fashion para selebritis yang tidak Islami.
Dari uraian materi di atas, maka dapatlah disimpulkan, bahwa peran orang tua dalam menghadapi perkembangan beragama anak sangat diperlukan. Karena orang tua adalah orang yang terdekat dengan anak-anaknya. Pola pengalaman beragama pada masa anak-anak, ialah meniru dari orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya. Jika kedua orang tuanya berperilaku baik, sopan dan santun serta berkata-kata dengan lemah lembut dan bijaksana, maka anak-anak-pun akan mengikutinya. Akan tetapi sebaliknya, apabila kedua orang tua dan orang-orang dewasa yang ada di sekitar anak-anak tidak mencontohkan akhlak yang baik, berbicara kasar dan kotor, maka tidak menutup kemungkinan akan diikuti pula oleh anak-anaknya
Peran orang tua dalam mendidik anak tidak hanya terbatas dalam memberi makan, minum, membelikan pakaian baru, dan tempat berteduh yang nyaman. Beberapa hal tersebut bukan berarti tidak perlu, sangat perlu. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak.
Beberapa peran orang tua dalam mendidik anak yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Menanamkan Pandangan Hidup Beragama
Peran orang tua dalam mendidik anak bisa dilakukan dengan memberikan penanaman beragama pada masa kanak-kanak, bahkan Islam mengajarkan pada waktu anak di dalam kandungan ibu-pun orang tua diharapkan dapat memberikan stimulus (rangsangan) keimanan kepada Allah swt. dengan cara banyak memperdengarkan bacaan ayat-ayat suci Al Quran dan shalawat Nabi kepada sang janin. Dan ketika bayi telah dilahirkan , Nabi saw. mengajarkan kita untuk mengazankannya, karena itu merupakan sunnah yang diajarkan kepada orang tua yang baru kelahiran bayi. Barangkali salah satu hikmahnya adalah bahwa kalimat pertama yang diperdengarkan pertama kali adalah kalimat tauhid (kalimat thayyibah).
Diriwayatkan oleh Abi Rafi‘ bahwa Nabi saw. mengazani telinga al-Hasan ketika dilahirkan oleh Fatimah ra. (HR Abu Daud, At-Tirmizy dengan sanad shahih). Ada juga khabar dari Ibnu As-Sinni dari Al-Hasan bin Ali dengan sanad marfu‘, Siapa yang mendapat kelahiran anak lalu mengazanilah pada telinga kanannya dan mengiiqamati pada telinga kirinya, maka tidak akan dicelakakan jin. Hadits lainnya adalah: Dari Ibni Abbas ra. Bahwa Nabi SAW mengazani telinga kanan Hasan bin Ali pada hari kelahirannya dan mengiqamati telinga kanannya.
Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan memang dalam sanad keduanya ada dho‘f (hadits dhaif). Namun hadits yang pertama yang isiya tentang azan tanpa iqamat adalah hadits shahih.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk mengenalkan dasar-dasar hidup beragama. Penanaman hidup beragama ini bisa dilakukan dengan mengajak anak-anak untuk ikut serta pergi ke masjid bersama orang tua menjalankan ibadah, mendengarkan kultum, maupun ceramah agama. Bila semasa kecilnya anak tidak dikenalkan dengan agama, tidak pernah pergi bersama orang tua ke masjid mendengarkan ceramah maupun sholat berjamaah, maka setelah dewasa mereka pun tidak ada perhatian terhadap hidup beragama. Untuk itu, peran orang tua dalam mendidik anak sangat perlu diperhatikan di awal masa kanak-kanaknya.
2. Memberi Keteladanan Beragama
Pendidikan keteladanan di mulai dari keluarga dan diajarkan pula di sekolah. Anak sudah harus diarahkan untuk mengikuti hal-hal baik yang dilakukan oleh para orang dewasa agar mereka mendapatkan contoh kongkrit dari apa yang dilihatnya. Seorang anak adalah mesin foto copy yang canggih, apapun yang diperbuat oleh bapak dan ibunya maupun lingkungan keluarga akan di contoh oleh si anak, sekarang kemana si anak akan di arahkan? Oleh karena itu bijaklah dalam berbicara maupun bertindak, ingatlah dalam keluarga ada yang sedang menjiplak anda.
Pendidikan anak diawali dari rumah. Oleh karenanya semakin besar anak, sebagai orang tua harus semakin berhati-hati bertingkah laku & berkata-kata, takut anak meniru yang buruk. Anak-anak adalah peniru yang baik.
Pendidikan keteladanan sebenarnya ada dalam rumah-rumah kita. Dia bersemayam dalam hati kita masing-masing, karena pada hakekatnya keteladanan muncul dari dalam diri. Hal itu terlihat dari bagaimana seorang ayah yang melindungi anak-anaknya dengan sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Bagaimana seorang ibu yang menyayangi anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan belaian lembut seorang ibu. Semua itu mereka lakukan demi keberlangsungan hidup anak-anaknya. Ketika ayah dan ibu tak menjadi teladan bagi anak-anaknya. Ketika seorang kakak tak memberikan teladan kepada adiknya, dan ketika yang tua tak memberikan teladan kepada yang muda. Apa yang terjadi?
Kita tentu akan melihat bahwa budi pekerti telah hilang dari dalam diri. Mereka yang muda tentu akan mengikuti gaya orang tuanya. Bila orang tuanya baik, maka anak pun akan cenderung baik. Ketika orang tuanya jahat, maka anak pun akan berkecenderungan jahat pula. Pendidikan keteladanan harus dimulai dari keluarga. Para orang tua harus dapat memberikan keteladanan kepada anak-anaknya.
Ketika orang tua mengajak anaknya untuk beribadah, maka orang tuanya itu harus memberikan keteladanan lebih dulu. Jangan sekali-kali mengajak anak untuk beribadah, ketika orang tua tak melakukannya. Sebab bila itu terjadi anak akan protes dan cenderuang memaki dan mengumpat. Bisa saja keluar kalimat, “ayah saja tidak sholat, dan ibu saja tidak mengaji”. Pada akhirnya anak melihat kelakuan buruk orang tuanya. Anak akan cepat meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Keteladanan positif pun tak terjadi.
Menjadi orang tua ideal perlu ilmu. Menjadi guru ideal juga perlu ilmu. jika orang tua dan guru mengamalkan ilmunya dengan benar, saya yakin keteladanan bisa diberikan pada anak. Sayangnya, banyak suami istri tidak mencari ilmu mendidik anak karena sibuk dengan urusan pemenuhan kebutuhan keluarga. Mereka mengandalkan guru di sekolah untuk mendidik anaknya. Namun, ternyata guru telanjur dipusingkan dengan urusan administrasi sekolah dan urusan keluarga. mereka hanya sempat mentransfer materi pelajaran tapi lupa menanamkan keteladanan. Kalau sudah begitu, semoga kita tidak termasuk golongan orang yang merugi.
Pendidikan keteladanan harus dipupuk dari anak masih usia dini. Tentu memori otaknya akan menyimpan semua hal baik yang dilihatnya. Tetapi bila kita sebagai orang tua tak memberikan keteladanan, maka jangan salahkan bila anak kita berkelakukan kurang ajar. Dalam dunia persekolahan kita, pendidikan keteladanan harus diberikan guru kepada anak didiknya. Menyatu dalam kurikulum yang bernama pendidikan karakter. Di sinilah fungsi mendidik itu diperkukan. Para peserta didik diajarkan bagaimana mencontoh hal-hal baik yang ada dalam kehidupannya sehari-hari. Banyak orang tua lupa bahwa mereka itu guru pertama bagi anaknya. Keluarga itu adalah sekolah pertama anak. Merah, putih, dan hitamnya anak tergantung pada orang tuanya.
3. Mengajarkan Nilai-nilai Kebaikan
Anak berbeda dengan orang dewasa. Daya pikir dan imajinasinya yang masih sederhana terkadang menimbulkan kesulitan bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang sifatnya abstrak. Di antaranya, bagaimana mengajari anak untuk senang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kejelekan. Namun sesulit apapun, di sana akan selalu ada jalan.
Anak-anak tumbuh dan berkembang. Tak bisa tidak, mereka pasti akan berhadapan dengan lingkungannya: lingkungan keluarga, lingkungan belajarnya, dan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Tak selamanya yang tampak dalam lingkungannya adalah kebaikan. Entah suatu saat, suatu kesalahan atau keburukan mungkin akan terjadi di hadapan mereka. Terlebih lagi bagi orang yang memiliki mata hati, kini tampak banyak kerusakan yang tersebar.
Tentu takkan ada yang berharap anak mereka turut jatuh dalam kerusakan itu. Bahkan mestinya setiap ayah dan ibu berharap anak mereka terjauh dari semua itu. Lebih dari itu, mestinya setiap ayah dan ibu berharap agar buah hati mereka mampu mengubah keburukan menjadi kebaikan, sesuai kemampuan yang ada pada mereka.
Inilah pula yang diharapkan oleh Luqman ketika dia berpesan kepada anaknya:
“Dan perintahkanlah manusia untuk melakukan kebaikan dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar…” (Luqman:17)
Demikianlah Luqman Al-Hakim mengajarkan kepada anaknya untuk memerintahkan manusia melakukan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran sejauh kemampuan dan kesungguhannya. Demikian pula yang semestinya diajarkan kepada anak-anak.
Orang tua juga sebaiknya mengajarkan nilai-nilai akhlakul karimah kepada anak-anaknya, seperti jujur, ikhlas, syukur, sabar, tanggung jawab, serta saling berbagi, saling mengasihi dan tolong menolong terhadap sesama. Insyaallah, jika akhlak-akhlak yang mulia ini telah tertanam dalam diri anak, serta telah teraplikasikan dalam kehidupan mereka, niscaya harapan setiap orang tua agar anak-anaknya menjadi saleh dan salehah akan tercapai.
4. Mencegah Pengaruh Buruk Dari Lingkungan dan Media Informasi
Tidak dapat dipungkiri, bahwa lingkungan tempat tinggal, bermain dan belajar anak sangat mempengaruhi tingkat keberagamaan seorang anak. Oleh karenanya orang tua harus selalu memperhatikan keberadaan lingkungan bagi anaknya tersebut. Pengaruh-pegaruh buruk yang dapat muncul dari lingkungan dan dari media informasi hendaknya dapat dicegah oleh orang tua. Caranya ialah dengan mengawasi dan mengontrol dengan siapa dia bermain atau berteman, baik teman di rumah maupun di sekolahnya. Juga dengan cara menemani anak jika sedang menonton televisi, jika ada tayangan-tayangan yang tidak baik, hendaknya bisa dipindah atau diberi arahan oleh orang tua. Belum lagi jika sang anak tersebut sudah memiliki HP yang dapat mengakses jaringan internet, ini orang tua harus lebih ketat lagi memeriksa HP tersebut, agar tidak ada situs-situs pornografi dan hal-hal yang menyesatkan yang masuk di dalamnya. Begitu pula dengan perkembangan mode pakaian dan rambut, para orang tua hendaknya dapat mengarahkan anak-anaknya agar tidak mengikuti tren-tren fashion para selebritis yang tidak Islami.
Dari uraian materi di atas, maka dapatlah disimpulkan, bahwa peran orang tua dalam menghadapi perkembangan beragama anak sangat diperlukan. Karena orang tua adalah orang yang terdekat dengan anak-anaknya. Pola pengalaman beragama pada masa anak-anak, ialah meniru dari orang-orang dewasa yang ada di sekitarnya. Jika kedua orang tuanya berperilaku baik, sopan dan santun serta berkata-kata dengan lemah lembut dan bijaksana, maka anak-anak-pun akan mengikutinya. Akan tetapi sebaliknya, apabila kedua orang tua dan orang-orang dewasa yang ada di sekitar anak-anak tidak mencontohkan akhlak yang baik, berbicara kasar dan kotor, maka tidak menutup kemungkinan akan diikuti pula oleh anak-anaknya
Langganan:
Postingan (Atom)